Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dilema Nelayan dan Kebijakan Tumpang Tindih

13 Desember 2023   22:36 Diperbarui: 19 Juli 2024   17:04 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kelangakaan BBM sumber gambar times indonesia

Tahun ini peringatan hari Nusantara, seperti juga peringatan Hari Nelayan Nasional 6 April lalu, tak dirayakan dan bahkan tak begitu dikenal keberadaanya, bisa jadi karena semua sibuk menjelang Pilpres 2024 yang begitu banyak menyita perhatian kita. 

Hari Nusantara akan jatuh pada hari Rabu, 13 Desember 2023. Asal usul Hari Nusantara berawal dari Deklarasi Djuanda yang ditetapkan pada 13 Desember 1957 yang membahas tentang perairan Indonesia. Deklarasi ini dicetuskan oleh Perdana Menteri Indonesia yaitu Djuanda Kartawidjaja pada 13 Desember 1957

nelayan tradisional   sumber gambar cermin dunia
nelayan tradisional   sumber gambar cermin dunia

Kita patut merasa prihatin karena nasib para nelayan tradisional masih terus didera masalah yang berulang.Jika kita cermati setidaknya beban berat yang ditanggung para nelayan kita disebabkan tiga faktor, yaitu penurunan pendapatan, minimnya akses bantuan, dan kesulitan memperoleh bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kita belum berbicara masalah lain yang jauh lebih komplek.

Karena nyaris setiap saat para nelayan kita selaludihantui tiga masalah tersebut. Saat BBM naik, maka nelayan justru tak berkutik dan tak melaut karena kelangkaan bahan bakar, dan jika ada harganya mahal tak terjangkau. 

Tak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh dari laut. Belum lagi soal harga yang fluktuatif. Bahkan semakin banyak hasil diperoleh harga komoditas laut justru turun.

Alternatif mengolah hasil perikanan laut juga masih terbatas, tak memungkinkan hingga pada tahap pegolahan menjadi sarden kaleng yang dapat diekspor, karena keterbatasan pendanaan yang mereka miliki.

kelangakaan BBM sumber gambar tempo.co
kelangakaan BBM sumber gambar tempo.co

kelangakaan BBM sumber gambar times indonesia
kelangakaan BBM sumber gambar times indonesia

Masalah yang Beruntun

Bahwa dari satu masalah BBM saja dampaknya berimbas pada tiga persoalan yang dihadapi nelayan seperti di sebutkan di atas.

Penurunan pendapatan nelayan, salah satunya disebabkan oleh kesulitan para nelayan bersaing dengan pengusaha perikanan skala besar. Sehari-hari, kini nelayan kecil harus bersaing dengan segala keterbatasan yang ada, menghadapi kapal-kapal besar pengusaha besar.

Penghasilan dari melaut masih menjadi pemenuh kebutuhan harian, bukan pada tahap komersial apalagi ekspor.

nelayan tradisional  sumber gambar sinar harian
nelayan tradisional  sumber gambar sinar harian

Meskipun Pemerintah telah menyiapkan pendanaan dan menargetkan peningkatan kapasitas nelayan agar lebih berdaya, namun dalam prakteknya upaya nelayan mengakses bantuan pemerintah juga sering buntu. 

Salah satu kendalanya, seperti distribusi bantuan. Saat pandemi misalnya, untuk menyalurkan bantuan di masa pandemi, pemerintah menggunakan data kartu nelayan "Kusuka". 

Namun, menurut temuan survei Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia diprediksi masih banyak nelayan, terutama nelayan kecil, yang tidak terdaftar di kartu nelayan tersebut.

Sehingga program dan pemanfaatannya menjadi kontradiktif, dana bantuan tersedia namun para nelayan calon penerima bantuan justru tidak termasuk dalam daftar tersebut.

Kesulitan lain yang paling umum dialami nelayan adalah dalam memperoleh BBM bersubsidi. Diperkirakan, 7 dari 10 nelayan memberikan informasi tentang sulitnya mendapat surat rekomendasi BBM bersubsidi dan mengakses kuota BBM bersubsidi. 

Akibatnya, para nelayan kecil terpaksa membeli BBM eceran yang harganya lebih mahal. 

Dan dalam keseharian yang selalu terjadi adalah kasus seperti ini. Sekalipun BBM subsidi tersedia, tapai bagaimana nelayan tak memiliki surat rekomendasi untuk mendapatkannya.

nelayan tradisional   sumber gambar bisnis .com
nelayan tradisional   sumber gambar bisnis .com

Tumpang Tindih Kebijakan

Tumpang tindih kebijakan seperti inilah yang membuat nasib nelayan kita selalu serba selah. Ada bantuan namun tak dapat mengaksesnya.

Situasi suram itu membuat kaderisasi nelayan meredup. Bahkan, terekam dalam banyak kajian arus alih profesi nelayan ke sektor lain karena ketidakpastian penghidupan. Kondisi ini pun terbukti dari jumlah profesi nelayan yang menurun atau stagnan.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diakses pada 2 April 2022 menunjukkan, jumlah nelayan laut stagnan dan cenderung menurun dalam 10 tahun terakhir. Pada 2019, jumlah nelayan laut tercatat sekitar 2,1 juta orang. Angka ini turun dibandingkan 2018 yang berkisar 2,3 juta orang.

Di tengah berbagai impitan masalah ini, beredar informasi akan diterapkannya kebijakan kontrak penangkapan ikan, atau penangkapan terukur. Tak pelak, nelayan lagi-lagi dirundung kecemasan karena sistem kontrak ini dinilai hanya akan menguntungkan pemodal dan korporasi besar.

Indonesia sebagai negara maritim, yang dikaruniai laut beserta kekayaan di dalamnya, sepatutnya berjuang memberdayakan nelayan. Pencurian ikan atau illegal fishing semestinya ditindak tegas, demi keleluasaan nelayan mencari ikan. 

Akses bantuan juga harus dipermudah, demi makin berdayanya nelayan di laut kita yang kaya.

kelangakaan BBM sumber gambar semartara news
kelangakaan BBM sumber gambar semartara news

Nelayan dan perubahan Iklim

Berdasarkan catatan Mongabay, desakan lain yang membuat nelayan makin terjepit nasibnya adalah krisis iklim dan industri ekstraktif dan jumlah nelayan makin menurun. Ada 2,16 juta orang nelayan pada 2010, menurun menjadi 1,83 juta orang pada 2019

Dengan makin seringnya cuaca buruk dan gelombang tinggi memaksa nelayan untuk tidak melaut. Nelayan juga makin sulit memprediksi cuaca. Hal ini memiskinkan nelayan. 

Industri ekstraktif di wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil menurunkan jumlah nelayan di Indonesia. WALHI mencatat, sebanyak 747.363 keluarga nelayan di Indonesia terdampak oleh proyek reklamasi.

KKP menyatakan Nilai tukar nelayan (NTN) mencapai angka 105,9 pada bulan November tahun 2021. Volume produksi perikanan pada triwulan III tercatat sebesar 5,80 juta ton dengan nilai produksi mencapai Rp168,2 triliun.

Aktivitas menangkap ikan di laut bagi nelayan tradisional sangat mengandalkan cuaca yang bersahabat. Jika cuaca di laut tidak bersahabat, maka nelayan tidak bisa pergi melaut. Nelayan makin sulit memprediksi cuaca. Selain memperburuk cuaca, gelombang di laut menjadi semakin tinggi akibat krisis iklim.

Pada saat seeprti itu nelayan menganggur dan hanya dapat memperbaiki peralatan jaringnya atau sekedar memancing untuk menuutpi kebutuhannya sehari-hari.

Diperkirakan dalam setahun nelayan di Indonesia hanya bisa pergi melaut selama 180 hari atau enam bulan dalam satu tahun. Hal ini memperburuk kehidupan sosial dan ekonomi nelayan di Indonesia. Kondisi inilah yang memaksa nelayan di Indonesia beralih profesi.

“Pada masa yang akan datang, krisis iklim akan terus memperburuk kehidupan nelayan di Indonesia. Berdasarkan laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang terbit pada 28 Februari 2022, krisis iklim dilaporkan akan memperparah peningkatan suhu dan memaksa ikan berpindah dari wilayah tropis serta akan mengurangi pendapatan Indonesia dari penangkapan ikan sebesar 24 persen,” Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi.

Sedang di Asia Tenggara, 99% terumbu karang akan mengalami pemutihan dan mati dikarenakan krisis iklim pada tahun 2030 dan pada tahun 2050, 95% akan mencapai kategori level ancaman tertinggi, berdampak pada perikanan yang bergantung dengan karang.

Jika tekanan terus datang bertubi-tubi, pada akhirnya sulit bagi nelayan bisa menjadi raja di lautnya sendiri.

Dukungan pada tiga hal penurunan pendapatan, minimnya akses bantuan, dan kesulitan memperoleh bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi sangat penting untuk mendorong kondisi nelayan lebih berdaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun