Sebuah bangunan berbentuk tower mini berada di salah satu sudut taman kota, tak jauh dari markas Kodim Aceh. Bangunan bercat putih itu untuk beberapa waktu juga digunakan oleh para pewarta untuk pos jaga mereka saat melakukan liputan. Tapi di hari-hari lainnya bangunan itu lebih terasa lenggang.
Beberapa orang yang memanfaatkan areal taman sekitar untuk sekedar rehat, tak memperdulikan. Bahkan tak banyak orang yang tahu jika bangunan tower mini tersebut adalah bangunan sejarah penting peninggalan era kolonial yang masih tersisa di Aceh. Selain gedung PDAM, dan gedung Bank Indonesia Aceh.
Bangunan tersebut sebenarnya gedung Sentral Telepon Pertama di Indonesia. Sayang sekali tak ada perawatan khusus yang dilakukan Pemerintah daerah. Padahal jika bangunan dan kombinasi taman tersebut dijadikan taman sejarah, dengan menambahkan informasi berkaitan dengan sejarah bangunan tersebut, situs tersebut dapat beralih fungsi menjadi museum telekomunikasi yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk rehat dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekaligus menikmati sejarah.
Bangunan lain peninggalan Kolonial yang ada di Banda Aceh sedikit lebih beruntung karena dimanfaatkan sebagai Kantor usat Bank Indonesia Aceh. Sehingga selain pengunaannya sebagai kantor operasional, bangunan tersebut juga dirawat secara rutin. Sehingga kerusakan yang terjadi dapat dengan segera terdeteksi melalui perawatan yang khusus.Â
Bangunan lainnya adalah tower PDAM yang berada di Taman Sari berupa bangunan serupa gedung sentral telepon, tanpa kaca jendela karena difungsikan sebagai sumur bor. yang terhubung dengan bak-bak yang berada tak jauh di halaman kantor komando distrik militer sekarang ini.
Sebuah tower berbentuk UFO yang berada di Taman Sari sudah sejak beberapa tahun lalu diruntuhkan. Praktis hanya bangunan berbentuk tower itulah yang masih tersisi saat ini.
Bangunan tersebut tidak saja menjadi salah satu ikonik, tapi juga menjadi penanda sejarah, masih bertahannya gedung-gedung peninggalan Belanda tersebut dengan kontruksinya yang kokoh. Dan sudah teruji tsunami di tahun 2004.
Bisa jadi problemnya karena luasan kota Banda Aceh yang memang kecil hingga pada akhirnya akan banyak bangunan heritage milik era Kolonial akan dihilangkan dan diganti menjadi bangunan baru.
Kebijakan Revitalisasi yang Buruk
Sudak sejak lama soal revitalisasi situs dan landskap bersejarah memang jadi polemik. Kasus termutakhir di Banda Aceh adalah penghilangan pohon bersejarah tempat di tembak matinya Jendral Kohler di sisi utara halaman masjid baiturahman. Meskipun bukan berwujud bangunan tapi masalah sebenarnya ada pada pola pikir Pemerintah dalam melihat sebuah situs sejarah.
Tidak itu saja, renovasi paska tsunami juga menyisakan banyak catatan buruk tentang perusakan situs sejarah. Situs Masjid Baiturrahim yang merupakan mesjid bersejarah, pada saat revitalisasi dilakukan, menghilangkan ciri utama dari mesjid tersebut pada struktur undak atap masjid.
Begitu juga renovasi pada bangunan gedung PDAM milik Belanda di daerah Taman Sari yang menghilangkan ciri khas bangunan pada bagian puncaknya, berupa simbol ayam jago, diganti dengan penangkal petir biasa.
Dan banyak situs lain yang jika tidak dimusnahkan, dalam renovasi atau revitalisasinya merubah banyak bentuk dan ciri khas penanda sejarahnya. Termasuk pembongkaran dan alih fungsi menjadi hotel atau bangunan lainnya. Bahkan Hotel Atjeh, tempat bersejarah dimana Presiden Soekarno biasa menginap bersama rombongan saat berada di Aceh, juga ikut musnah atau dimusnahkan karena terbakar, bersamaan dengan rencana pembangunan hotel baru. Meskipun pada akhirnya gagal terealisasi karena menyalahi tata ruang kota di sekitar Masjid Baiturrahman.
Tentu saja sebagai masyarakat yang peduli sejarah kita merasa bingung, bagaimana sebenarnya pola  atau mindset Pemerintah dalam melihat situs atau landskap warisan sejarah. Apakah hanya sebuah bangunan tua, atau sebuah penanda sejarah yang harus dijaga kelestariannya. Bagaimana pola kebijakan mereka terhadap situs bersejarah.
Revitalisasi Setengah Hati
Mungkin pertanyaan pentingnya adalah apa hal krusial yang harus diperhatikan pemerintah di aceh saat  merevitaliasasi situs sejarahnya?. Sebagai bagian dari kebijakan Pemerintah, revitalisasi situs sejarah merupakan upaya yang penting untuk memelihara dan mempromosikan warisan budaya dan sejarah daerah tersebut.
Pemerintah harus melakukan konservasi dan preservasi: untuk memastikan bahwa situs sejarah dipelihara dengan baik demi kepentingan menjaga integritas arsitektur dan benda-benda bersejarah. Termasuk dengan penggunaan teknologi konservasi yang sesuai untuk memperpanjang umur situs sejarah tanpa merusak nilai historisnya.
Hal yang mendasar misalnya dalam sistem pengelolaan arsiparisnya--menggunakan teknologi, atau menggunakan pola interoperabilitas, dimana data tentang situs warisan arsitektural di lengkapi dengan beberapa jenis arsip alternatif, tidak hanya foto, tapi juga detail terkait komponen bangunan, interior, eksterior, komposisi material bangunan.Â
Karena dapat menjadi rujukan dalam pembangunan berikutnya, terutama yang berkaitan dengan ketahanan bangunan terhadap gempa, banjir dan model pembangunan gedung yang ramah lingkungan.
Data tersebut harus dilengkapi dengan teknologi yang memudahkan dapat diakses oleh komponen pengambil kebijakan lainnya agar dapat dmanfaatkan lebih luas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan--khususnya tentang  arsitektur.
Melakukan kolaborasi dengan Parapihak, yang memiliki komitmen dalam penjagaan situs sejarah, termasuk  dengan melibatkan komunitas lokal, ahli sejarah, dan pihak-pihak terkait dalam proses pengambilan keputusan revitalisasi. Kolaborasi dengan pihak swasta dan lembaga non-pemerintah untuk mendukung proyek revitalisasi.
Pelibatan ini penting agar Pemerintah mendapat masukan terkait sistem revitaliasasi yang harus dilakukan tanpa merusak situs sejarahnya. Dalam kasus hilangnya bagian-bagian dari situs yang sedang di renovasi menunjukkan kurangnya koordinasi antarpihak yang berkomitmen dan bertanggungjawab atas proyek tersebut.
Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Mengapa hal ini penting, seperti temuan kasus lokasi situs sejarah yang tumpang tindih dengan pengembangan usaha masarakat, pembangunan permukiman.Â
Mengembangkan program pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang sejarah dan nilai-nilai budaya yang terkandung di situs tersebut menjadi sangat penting. Agar masyarakat juga turut menjaga dan merawat situs yang ada dengan pemahaman yang semakin baik atas situs sejarah.
Termasuk dengan melibatkan sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan untuk memastikan pengetahuan tentang sejarah lokal agar informasinya dapat diketahui oleh masyarakat luas.
Pengelolaan Wisata yang Berkelanjutan:Â Dengan berbagai ciri khas destinasi wisata yang dimiliki oleh setiap daerah, seperti wisata spiritual di Aceh, dimana situs sejarah yang umum ditemukan juga berkaitan dengan kesejarahan terkait kerajaan Aceh Darussalam,.
Perlu dikembangkan rencana pengelolaan wisata yang berkelanjutan untuk melibatkan wisatawan tanpa merusak situs sejarah.
Menetapkan batasan kunjungan harian dan memastikan fasilitas pendukung (seperti toilet dan tempat sampah) tersedia dengan baik.Â
Hal-hal ini sering diabaikan dan selain merusak pemandangan juga menyebabkan mindset masyarakat untuk menjaga situs juga turut berkurang. PEmeliharaan yang baik akan menciptakan pola pikir yang dapat mendukung upaya kita menjaga kelestarian.
Pengembangan Infrastruktur Pendukung: Membangun infrastruktur pendukung, seperti jalanan, parkir, dan sarana transportasi, untuk memudahkan akses ke situs sejarah. Memastikan bahwa fasilitas ini dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.
Persoalan ini banyak menjadi kendala, dalam pengembangan situs sejarah, meskipun seolah tidak menjadi bagian secara langsung namun dapat ebrpengaruh pada animo masyarakat yang ingin mengunjungi lokasi wisata sejarah tersebut, namun karena kendala-kendal tersebut dapat menjadi triger menurunnya minat pengunjung mendatangi lokasi wisata.
Keamanan dan Perlindungan: Menetapkan sistem keamanan yang efektif untuk melindungi situs sejarah dari kerusakan atau kegiatan yang merugikan. Memantau situs dengan teknologi keamanan modern untuk mencegah vandalisme dan pencurian.Â
Tidak cukup hanya memberi pagar pembatas saja, namun juga diperlukan papan penunjuk serta tata aturan terkait legalitas, agar menjadi peringatan bagi para pengunjung atau masyarakat untuk menjaga situs sejarah karena adanya sanksi hukum yang mengatur para pelaku tindak kerusakan.Â
Papan informasi menjadi salah satu item yang sederhana namun penting untuk mendukung terjaganya keamanan situs sejarah.
Perizinan dan Regulasi: Menyusun peraturan dan regulasi yang jelas terkait dengan pengelolaan dan pengembangan situs sejarah.
Memastikan bahwa semua proyek revitalisasi mematuhi standar keberlanjutan dan konservasi.Â
Termasuk penggunaan situs untuk kegiatan komersial, karena dalam beberapa kasus adanya situs sejarah yang lokasinya dialih fungsikan secara komersial yang justru menghilangkan peran situs sejarah yang menjadi objek utama dari situs sejarah tersebut.
Beberapa makam yang berada di lingkungan penduduk atau berada di area komersial tertutupi secara tidak langsung oleh aktifitas komersial yang ada. Kasus seperti ini banyak sekalu terjadi, karena ketiadaan kebijakan yang ketat mengatur tata aturan penggunaan situs sejarah.
Pengembangan Ekonomi Lokal: Mengintegrasikan proyek revitalisasi dengan upaya pengembangan ekonomi lokal, seperti melibatkan pengrajin lokal, pedagang, dan pelaku usaha kecil dan menengah.
Jika kita berkunjung ke Yogyakarta, bahkan para pengemudi becak sudah terhubung kedalam skema dengan para pengarjin UMKM tradisional dalam mempromosikan produk.Â
Kita tidak hanya akan diajak berkeliling menuju situs penting sejarah yang ikonik, tapi juga pusat oleh-oleh, kerajinan kriya dan lainnya yang telah terintegrasi sedemikian rupa sehingga seluruh komponen ekonomiyang mendukung keberadaan situs sejarah bisa hidup bersama-sama.
Hal ini juga masih menjadi kendala yang belum ditangani dengan baik di banyak daerah. Padahal dengan aturan dan sinergi semua pihak dapat menjadi multiple effek, terjaganya situs sejarah yang semakin dikela masyarakat, aktifitas ekonomi juga dapat berjalan secara simultan mendukung perekonomian masyarakat yang berada disekitaran situs sejarah untuk turut mendapatkan keuntungan dan menjaga situs dari kerusakan.
Dengan memperhatikan aspek-aspek ini, pemerintah Aceh dapat menjalankan revitalisasi situs sejarahnya secara berkelanjutan, menghormati warisan budaya mereka, dan menciptakan manfaat positif bagi masyarakat setempat serta pengunjung.Â
Jika hanya setengah hati menjaganya akan semakin situs sejarah yang terabaikan dan rusak karena ketiadaan aturan yang mendukung terjaganya kelestarian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H