Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bakteri Nyamuk Wolbachia Ternyata Bukan Rekayasa Genetika

24 November 2023   23:46 Diperbarui: 30 November 2023   20:52 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar suara jogjawolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam 50 persen serangga yang ada di sekitar kita

Bukan Rekayasa Genetika

Sebagai pemahaman bagi kita yang masih awam, bahwa wolbachia ternyata adalah bakteri alami yang terdapat dalam 50 persen serangga yang ada di sekitar kita. 

Wolbachia adalah bakteri alami yang biasa ditemukan pada beberapa jenis serangga, seperti ngengat, kupu-kupu, dan lalat buah, termasuk nyamuk Aedes aegypti. Sehingga, para peneliti mencoba teknologi wolbachia dengan memasukan bakteri ini pada telur nyamuk Aedes aegypti. 

Lalat buah sumbe genom sejenis bakteri transfer materi genetik bakteri-ke-hewan terbesar sumber foto natgeo-GRID id
Lalat buah sumbe genom sejenis bakteri transfer materi genetik bakteri-ke-hewan terbesar sumber foto natgeo-GRID id

Artinya bahwa bakteri wolbachia yang ada di tubuh nyamuk tidak berbeda dengan wolbachia yang ada di inang aslinya, yaitu lalat buah. 

Kajian para ahli yang dirilis dari Nationalgeographic menunjukkan bahwa Genom lalat buah ternyata tidak hanya terdiri dari DNA lalat buah saja, melainkan mengandung genom lainnya. Ini setidaknya berlaku untuk satu spesies lalat buah.

Peneliti dari University of Maryland School of Medicine (UMSOM) Institute for Genome Sciences (IGS) menemukan bahwa satu spesies lalat buah mengandung seluruh genom sejenis bakteri. 

Temuan ini dikenal sebagai transfer materi genetik bakteri-ke-hewan terbesar yang pernah ada. Penelitian baru juga menjelaskan bagaimana ini bisa terjadi.

Para peneliti IGS memakai teknologi pengurutan panjang-baca genetik baru. Ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana gen dari bakteri Wolbachia menggabungkan diri ke dalam genom lalat hingga 8.000 tahun yang lalu. Penelitian ini dipimpin oleh Julie Dunning Hotopp, Profesor Mikrobiologi dan Imunologi di UMSOM dan IGS.

Input sumber gambar pikiran rakyat.com
Input sumber gambar pikiran rakyat.com

Bagaimana bakteri wolbachia dapat menjadi penghambat virus nyamuk aedes aegypti, dan mengatasi penyebaran DBD?.

Prosesnya berdasarkan penjelasan para ahli, jika seekor serangga jantan berwolbachia kawin dengan betina tanpa wolbachia, maka telur-telur yang dihasilkan tidak akan menetas. 

Jika betinanya yang mengandung wolbachia, sementara yang jantan tidak, maka telur-telur serangga tersebut akan menetas dan semuanya akan mengandung wolbachia.

Jika keduanya mengandung wolbachia, maka telur-telur yang dihasilkan akan menetas dan semuanya akan mengandung wolbachia. Seiring waktu diharapkan jumlah serangga yang mengandung wolbachia dalam beberapa generasi akan meningkat drastis, sehingga pada sebagian besar populasi serangga sudah berwolbachia. 

"Bakteri wolbachia yang dimasukan pada tubuh nyamuk aedes aegypti akan bekerja menghambat atau memblokir perkembangan virus dengue. Sehingga, ketika nyamuk aedes aegypti tersebut menggigit manusia, maka virusnya tidak ikut berpindah ke manusia." 

Input sumber gambar suara jogjawolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam 50 persen serangga yang ada di sekitar kita
Input sumber gambar suara jogjawolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam 50 persen serangga yang ada di sekitar kita

Peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD, tegas mengatakan bahwa teknologi wolbachia pada nyamuk ini tidak berbahaya bagi manusia.

"Kami tegas mengatakan ini (teknologi wolbachia) bukan rekayasa genetik dan hal ini juga dikuatkan oleh statements US, CDC, kemudian di Australia, semuanya tidak mempertimbangkan wolbachia sebagai rekayasa genetika,". 

Mengenai Wolbachia dan fungsinya untuk mencegah DBD aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Tidak mengganggu ekosistem atau siklus hidup mikroorganisme lain. 

Nyamuk Wolbachia mampu membuat nyamuk aedes aegypti mandul dan tidak menularkan penyakit DBD. Wolbachia telah diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija.

Saat Hasil uji coba di diterapkan di Yogyakarta dan Bantul ternyata bisa menekan kasus DBD hingga 77%, turunkan proporsi pasien dirawat di rumah sakit 86%. Sehingga dapat menurunkan intensitas cara membasmi nyamuk Aedes Aegiyty  dengan pengasapan (fogging) yang juga berdampak bisa menyebabkan sesak nafas.

Bahwa penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa nyamuk wolbachia tidak dapat menularkan bakteri wolbachia ke dalam tubuh manusia, apalagi sampai memicu risiko kesehatan yang buruk. 

"Bakteri wolbachia di tubuh nyamuk itu tidak bisa berpindah ke serangga lain, begitu pula tidak bisa berpindah ke manusia. Jadi, dia tetap berada di sel nyamuk Aedes aegypti," ungkap Prof. Uut. 

Bahkan wolbachia tidak bisa berpindah ke serangga yang sangat hidup berdampingan dengan Aedes aegypti, yaitu nyamuk Culex. "Dan ini sudah kita buktikan, karena memang tim kami sendiri yang memberi makan nyamuk berwolbachia, kemudian kita tes pula di masyarakat empat dusun yang sudah hampir 10 tahun dilepasi wolbachia, tidak ditemukan adanya antibodi wolbachia pada tubuh manusia. Jadi, wolbachia tidak bisa masuk ke tubuh manusia."

Menguatkan pernyataan tersebut, dr. Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD dari Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, menyampaikan, "Bakteri wolbachia itu memang bakteri yang hanya bisa tinggal di dalam sel tubuh serangga. Jadi, begitu keluar dari sel tubuh serangga, bakteri tersebut akan mati. Ketika nyamuk itu menggigit manusia, dia tidak bisa ditularkan ke manusia atau ke tempat yang lainnya. Penularannya itu hanya bisa lewat perkawinan dan turun ke dalam telurnya." 

Kabar Hoaks

Berita hoaks soal teknologi wolbacia  adalah disinformasi sistemik yang sering mengaitkan nyamuk wolbachia dengan dampak negatif, padahal sebaliknya justru, teknologi nyamuk wolbachia memberikan dampak positif  bisa menghambat perkembangan virus dengue dan menekan kasus DBD di Indonesia.

Penelitian yang telah dilakukan terbukti menurunkan penyebaran DBD di sembilan negara, yakni Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Meksico, Kiribati, Kaledonia Baru, dan Sri Lanka. Indonesia yang saban tahun dihantui penyakit endemik DBD, tentu saja merespon positif kehadiran inovasi baru nyamuk Wolbachia.

Karenanya Pemerintah kemudian memutuskan menggunakan "nyamuk Wolbachia" sebagai penekan penyakit deman berdarah dengue (DBD), setelah melakukan pengujian secara kritis dan teruji klinis, sejak 2011.

Kementerian Kesehatan atau Kemenkes langsung menerapkan teknologi pelepasan nyamuk Wolbachia, di lima kota di Tanah Air, yaitu Jakarta Barat (DKI Jakarta), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Bontang (Kalimantan Timur), dan Kupang (NTT).

Legalitas pendukungnya juga lengkap, lewat Surat Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaraan Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan DBD.

Karena upaya penanggulangan DBD dengan teknologi Wolbachia yang baru dan masih awam dipahami oleh masyarakat, sehingga wajar jika menuai ragam tanggapan di kalangan publik dan juga para peneliti, bahkan jika tidak direspon secara baik akan berkembang terus menjadi disinformasi terutama di media sosial atau medsos. 

Sehingga Pemerintah tentu harus meresponnya, dengan baik karena telah menjadi salah satu strategi penanganan kasus DBD di Indonesia.

Tapi bagaimana cara merespon balik masyarakat yang mendapat disinformasi dan hoaks soal nyamuk wolbachia?. Tentu saja melalui sosialisasi yang masif, edukasi di semua lini masyarakat, melalui dunia pendidikan, dan tetap fokus serta konsisten menjalankan pemeriksaan jentik nyamuk (PJN) dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) di lingkungan rumah secara rutin, yakni dua kali dalam sepekan. 

Upaya pencegahan wabah DBD tetap dengan melakukan PSN 3M Plus. Antara lain menguras penampungan air, menutup penampungan air, mendaur ulang barang bekas. Mengecek genangan air yang berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk dan Plus-nya yakni memelihara ikan jentik nyamuk, pakai obat anti nyamuk (seperti abate), menanam tanaman pengusir nyamuK (lavender atau sereh). 

PERLU KALIAN TAU!

Abate ( Temephos ) adalah : Larvasida sangat kuat yang secara efektif mengontrol fase larva (jentik) nyamuk sebagai penyebar penyakit. Kelebihan Abate : Sangat efektif untuk mengendalikan semua jentik nyamuk pada dosis rendah. Petahanan pertama terhadap penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.

Pola Hidup Bersih dan Kampanye 3M Plus

membersihkan lingkungan dengan 3M plus sumber gambar desa mantrianom
membersihkan lingkungan dengan 3M plus sumber gambar desa mantrianom
Penting menjadi  perhatian kita justru kehadiran nyamuk wolbachia mestinya menjadi sahabat baru mengatasi persosalan endemik DBD di negara kita. Kita justru harus lebih optimis dalam menjalankan pola hidup bersih.

Meski  telah didukung dengan  kehadiran nyamuk Wolbachia dalam upaya kita yang paling serius mengatasi penyakit endemik yang telah menahun. Pada prinsipnya usaha untuk menjaga lingkungan dengan 3M Plus, tetaplah harus rutin dilakukan. 

Bukan makin kendor lantaran tugas mengatasi nyamuk penyebar DBD sudah diambil alih oleh nyamuk Wolbachia. Justru kehadiran nyamuk wolbachia menjadi stimulan pendukung agar kita semakin peduli dengan kebersihan lingkungan.

nyamuk wolbachia sumber gambar lintas tungkal
nyamuk wolbachia sumber gambar lintas tungkal
Kita tak perlu merasa kuatir berlebihan, karena berdasarkan kajian yang dirilis oleh sumber Kompas.com, bahwa teknologi wolbachia telah melewati analisis risiko dari 2016-2020 oleh para peneliti Kementerian Riset dan Teknologi yang melibatkan 20 pakar dari berbagai bidang dan menghasilkan risiko yang dapat diabaikan.

Selain itu, nyamuk wolbachia menjadi kebijakan Kementerian Kesehatan yang telah didasarkan oleh analisis risiko, bukti ilmiah terbaik, rekomendasi, AIPI, dan rekomendasi Vector Control Advisory Group (VCAG) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Oleh karenanya, teknologi nyamuk wolbachia ini terus berkembang ke tahap yang lebih besar dan menjadi sebuah intervensi kesehatan masyarakat yang berjangka panjang. 

Jadi kita tak perlu kuatir soal nyamuk wolbachia, akan lebih baik jika kita justru lebih berhati-hati dalam memilih dan memilih berita agar tak mudah dijerumuskan hoaks!.

Referensi: 0, 1, 2,3,4,5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun