Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bakteri Nyamuk Wolbachia Ternyata Bukan Rekayasa Genetika

24 November 2023   23:46 Diperbarui: 30 November 2023   20:52 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nyamuk wolbachia sumber gambar lintas tungkal

Input sumber gambar suara jogjawolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam 50 persen serangga yang ada di sekitar kita
Input sumber gambar suara jogjawolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam 50 persen serangga yang ada di sekitar kita

Peneliti Bakteri Wolbachia dan Demam Berdarah dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr. Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD, tegas mengatakan bahwa teknologi wolbachia pada nyamuk ini tidak berbahaya bagi manusia.

"Kami tegas mengatakan ini (teknologi wolbachia) bukan rekayasa genetik dan hal ini juga dikuatkan oleh statements US, CDC, kemudian di Australia, semuanya tidak mempertimbangkan wolbachia sebagai rekayasa genetika,". 

Mengenai Wolbachia dan fungsinya untuk mencegah DBD aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Tidak mengganggu ekosistem atau siklus hidup mikroorganisme lain. 

Nyamuk Wolbachia mampu membuat nyamuk aedes aegypti mandul dan tidak menularkan penyakit DBD. Wolbachia telah diteliti sejak 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) di Yogyakarta dengan dukungan filantropi yayasan Tahija.

Saat Hasil uji coba di diterapkan di Yogyakarta dan Bantul ternyata bisa menekan kasus DBD hingga 77%, turunkan proporsi pasien dirawat di rumah sakit 86%. Sehingga dapat menurunkan intensitas cara membasmi nyamuk Aedes Aegiyty  dengan pengasapan (fogging) yang juga berdampak bisa menyebabkan sesak nafas.

Bahwa penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa nyamuk wolbachia tidak dapat menularkan bakteri wolbachia ke dalam tubuh manusia, apalagi sampai memicu risiko kesehatan yang buruk. 

"Bakteri wolbachia di tubuh nyamuk itu tidak bisa berpindah ke serangga lain, begitu pula tidak bisa berpindah ke manusia. Jadi, dia tetap berada di sel nyamuk Aedes aegypti," ungkap Prof. Uut. 

Bahkan wolbachia tidak bisa berpindah ke serangga yang sangat hidup berdampingan dengan Aedes aegypti, yaitu nyamuk Culex. "Dan ini sudah kita buktikan, karena memang tim kami sendiri yang memberi makan nyamuk berwolbachia, kemudian kita tes pula di masyarakat empat dusun yang sudah hampir 10 tahun dilepasi wolbachia, tidak ditemukan adanya antibodi wolbachia pada tubuh manusia. Jadi, wolbachia tidak bisa masuk ke tubuh manusia."

Menguatkan pernyataan tersebut, dr. Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD dari Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, menyampaikan, "Bakteri wolbachia itu memang bakteri yang hanya bisa tinggal di dalam sel tubuh serangga. Jadi, begitu keluar dari sel tubuh serangga, bakteri tersebut akan mati. Ketika nyamuk itu menggigit manusia, dia tidak bisa ditularkan ke manusia atau ke tempat yang lainnya. Penularannya itu hanya bisa lewat perkawinan dan turun ke dalam telurnya." 

Kabar Hoaks

Berita hoaks soal teknologi wolbacia  adalah disinformasi sistemik yang sering mengaitkan nyamuk wolbachia dengan dampak negatif, padahal sebaliknya justru, teknologi nyamuk wolbachia memberikan dampak positif  bisa menghambat perkembangan virus dengue dan menekan kasus DBD di Indonesia.

Penelitian yang telah dilakukan terbukti menurunkan penyebaran DBD di sembilan negara, yakni Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Meksico, Kiribati, Kaledonia Baru, dan Sri Lanka. Indonesia yang saban tahun dihantui penyakit endemik DBD, tentu saja merespon positif kehadiran inovasi baru nyamuk Wolbachia.

Karenanya Pemerintah kemudian memutuskan menggunakan "nyamuk Wolbachia" sebagai penekan penyakit deman berdarah dengue (DBD), setelah melakukan pengujian secara kritis dan teruji klinis, sejak 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun