Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... Freelancer - pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Benarkah Kita Memelihara "Vampir" di Rumah Kita?

1 November 2023   00:15 Diperbarui: 21 November 2023   01:41 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi borosnya pemakaian listrik. Sumber: pixabay.com

Bayangan vampir, hampir identik dengan Dracula mahluk penghisap darah. Meskipun kita tak pernah bertemu langsung, ternyata vampir itu ada di rumah kita. "Vampir Listrik" julukannya.Baru tanggal 26 Maret 2022 silam Earth Hour diperingati. Kampanye global aksi "Padam Lampu Satu Jam", yang diawali di tahun 2007 oleh WWF Australia dan Leo Burnett Sydney dari The Sidney Morning Herald, ternyata terus mendapat respon positif dan diikuti oleh banyak negara.

Bahkan seperti pernah diberitakan  National Geographic, aksi Earth Hour terbesar setelah 5 tahun peringatannya diikuti 135 negara di seluruh dunia, menjangkau 5.251 kota, dan melibatkan 1,8 miliar orang di 7 benua, dan kampanye digitalnya diakses oleh 91 juta orang. Ini menjadi aksi sukarela terbesar yang pernah disaksikan umat manusia.

Lantas, apa urgensi padam listrik satu jam saja, jika dibandingkan 365 hari konsumsi listrik kita?. Pemadaman satu jam listrik tentu seperti tak berarti. Tapi kampanye satu jam padam listrik itu memang bentuk dari gerakan hemat energi.

Kita adalah penyumbang emisi karbon utama dari konsumsi listrik kita. Jika konsumsi listrik meningkat, implikasinya emisi di atmosfer bumi juga naik. Memicu percepatan pemanasan global dan perubahan iklim.

Coba kita amati, bahwa sejak kampanye An Inconvenient Truth oleh Al Gore (2006), ternyata bumi diperkirakan akan mengalami kenaikan rata-rata suhu bumi hingga mencapai 1,1-6,4 oC hingga 2100. Bandingkan kenaikan hanya 0.74 oC pada tahun 2006. Jadi kampanye Earth Hour memang bukan tujuan, tapi alat penyampai pesan pada publik.

Bahkan kita bisa tercengang dengan ilustrasi berikut. Bahwa ternyata, satu jam Earth Hour oleh 10% penduduk Jakarta akan menghemat 300 MWh, setara dengan mengistirahatkan satu pembangkit listrik PLTN kecil. Setara listrik untuk menyalakan 900 desa dan mengurangi emisi hingga kurang lebih 267,3 ton CO2. Setara daya serap emisi dari 267 pohon berusia 20 tahun, atau ketersediaan O2 untuk 534 orang. Secara ekonomi, satu jam tanpa lampu mengurangi beban listrik Jakarta setara Rp.200.000.000. Luar biasa!. (Liputan6.com)

Bagaimana jika kontribusi itu juga kita terapkan pada pola hidup hijau kita?. Tak hanya dengan mematikan listrik untuk peralatan yang tak diperlukan, bahkan kita harus menghilangkan kebiasaan "cadang siaga" atau stand by.

SEBAIKNYA KALIAN TAU!

Vampir listrik atau bisa disebut juga sebagai phantom load, standby power, leaking electricity merujuk pada energi listrik yang terbuang percuma oleh peralatan listrik karena terus menancap ke outlet listrik tanpa digunakan. 

Vampir Dalam Cadang Siaga

 barang elektronik rumah tangga by Istock
 barang elektronik rumah tangga by Istock
Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris-Paris Aggrement (2015), tentang kesepakatan net zero emisi 2050, bersama 197 negara. Kini harus berkejaran dengan target yang besar. Langkah pertama selain mengurangi penggunaan energi fosil adalah mendorong elektrifikasi berbasis energi terbarukan. Kampanye Earth Hour yang lebih masif, mendapat tempat yang semestinya.Langkah itu tidak sederhana dan tidak mudah. Bukan hanya persoalan menghemat listrik, mengganti energi coklat (fosil) menjadi energi hijau (energi terbarukan) saja. Menghasilkan energi hijau-pun ternyata berkonsekuensi pada ongkos yang besar.

Untuk menghasilkan sebuah panel surya, kita membutuhkan material tanah jarang (rare material). Bahan baku utama dalam pembuatan produk dari alat komunikasi hingga peralatan militer yang canggih. Material itu di peroleh dari penambangan, termasuk penambangan di laut dalam.

Di sisi lain, skema ekonomi sirkular kita yang berorientasi pada penggunaan peralatan yang lebih tahan lama, mendaur ulang produk, masih belum menjadi kecenderungan trend ekonomi kita.

Cara paling sederhana adalah menerapkan gaya hidup hijau, memulainya dari rumah.

Di Indonesia, pemakaian energi dalam sebuah rumah tangga mengalami peningkatan. Rumah tangga menggunakan energi untuk menyalakan berbagai peralatan elektronik, seperti kulkas, rice cooker, penyejuk ruangan dan lampu penerangan yang melepaskan lebih dari ratusan ton CO2 ke atmosfer setiap tahunnya.

Termasuk segala jenis residu-sampahnya. Diperkirakan setiap tahunnya, tiap warga Indonesia membuang 4,5 Kg sampah dan menghasilkan 64,8 Kg CO2/tahun.

Catatan menarik lainnya, sebuah lampu bohlam 6 watt dapat dipakai selama maksimum 1.000 jam dengan emisi 43,2 kg/3 jam/hari. Sedangkan satu buah lampu LHE (Lampu Hemat Energi) 6 watt dapat dipakai maksimum 5.000 jam dan maksimum 10.000 jam, dengan emisi 9,3 kg/3 jam/hari.

Dalam data kampanye hidup hijau oleh National Geographic, cara mudah menghitung emisi, adalah dengan mengalikan jumlah KWh yang kita gunakan dengan 0,6. Kita akan tahu jumlah emisi yang kita keluarkan.

Faktor konversi tersebut adalah faktor konversi rata-rata dari seluruh pembangkit listrik di Indonesia. Sebagai contoh, Kulkas berkontribusi sebesar 241 kg CO2/tahun, Dispenser (211 kg), Kompor gas (131 kg), Penyejuk ruangan (904 kg), pemanas air (201 kg), mesin cuci (36 kg), Strika (121 kg), dan Laptop dan Dekstop (48 kg dan 161 kg).

Pada kondisi cadang siaga (stand by), alat elektronik masih mengalirkan listrik sebesar 5 watt/jam. Dengan membiarkan TV, PC, dalam keadaan stand by selama 8 jam/hari akan menghasilkan 160 watt jam/hari, layaknya "vampir listrik". Ketika kita membiarkan alat elektronik tetap terhubung ke sumber listrik, maka ia akan terus "menghisap" daya walaupun dalam jumlah yang kecil. Emisi yang dihasilkan sebanyak 31 kg/tahun.

Bagaimana kalkulasi kita dengan barang-barang elektronik yang setiap saat stand by, seperti kulkas saja, jika perhitungan di dasarkan pada kontribusi masing-masing barang terhadap emisi karbon?. Kalikan saja misalnya dengan 5 persen saja dari 273 juta penduduk Indonesia saat ini. Setidaknya akan diperoleh emisi setara 3,3 juta ton CO2/tahun

Back To Nature, Gaya Hidup Hijau

 perangkat anti vampir listrik by kompastv
 perangkat anti vampir listrik by kompastv
Meskipun kita tinggal di daerah tropis dengan dua musim yang tidak menentu, membangun hunian juga harus mempertimbangkan sistem ventilasi udara dan bukaan cahaya. Selain membantu sirkulasi udara yang baik, juga mengurangi pemakaian AC. Masuknya cahaya matahari yang cukup, membantu menghemat penggunaan lampu penerangan.Pasar barang elektronik kini juga telah melakukan inovasi luar biasa, dengan menyediakan perangkat berlabel Hemat Energi (HE). Selain makin hemat listrik, kita juga mengurangi kontribusi emisi yang dihasilkan.

Termasuk juga penghematan penggunaan air. Peringatan hari Air Sedunia 2022, juga mengusung tema besar tentang air tanah yang kini semakin kritis. "Groundwater, Making The Invisible Visible.  Rata-rata pemakaian air di kota-kota besar di Indonesia adalah 250 liter/orang/hari.

Untuk pemakaian transportasi, untuk jarak menengah mungkin masih dapat di jangkau dengan bersepeda. Bersepeda selama 1 jam membakar 1,2 KJ atau sama dengan 300 kalori dan menghasilkan 0 emisi. Sedangkan penggunaan kendaraan bermotor seperti mobil, dapat digunakan dengan prinsip skala prioritas. Jika memang sangat diperlukan.

Penggunaan mobil untuk 1 atau 4 orang sama saja. Sehingga pemerintah pernah mendorong kebijaan 3 in 1, sebagai bentuk solusi menghemat energi dan mengurangi kemacetan di ibukota. Sebuah mobil dengan konsumsi 1 liter bensin, akan membakar 62 KJ dan menghasilkan emisi CO2 sebanyak 30 gram. Jadi berhematlah.

Sebagai cara efektif membangun ekonomi sirkular, membiasakan berpartisipasi dalam program daur ulang harus dihidupkan kembali inisiatifnya. Dengan melakukan minimal 3 R; Reduce,-Reuse-Recycle.

Terakhir, mendorong penghematan energi dan mendorong elektrifikasi ramah lingkungan. Saat ini persentase penggunaan panel surya dalam rumah tangga di Indonesia, masih berkisar 4 persen. Meskipun saat ini masih relatif mahal, namun ke depannya biaya tersebut akan semakin berkurang dengan fungsi yang juga semakin bertambah.

Perkembangan elektrifikasi yang semakin baik di masa mendatang akan mendorong percepatan Indonesia mencapai target besar net zero emisi, tanpa harus menunggu hingga tahun 2060.

SEBAIKNYA KALIAN TAU!

Ekonomi sirkular adalah konsep memaksimalkan nilai penggunaan suatu produk dan komponennya secara berulang, sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang (resource efficiency). 

Konsep ekonomi sirkular dapat dilakukan dengan mengutamakan penggunaan sumber daya, sampah, meminimalkan emisi dan energi terbuang dengan menutup siklus produksi-konsumsi dengan memperpanjang umur produk, inovasi desain, pemeliharaan, pengunaan kembali, remanufaktur, daur ulang ke produk semula, atau daur ulang menjadi produk lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun