Mohon tunggu...
Hanif Rangga
Hanif Rangga Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Psikolog Candidate

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ashka tu Kashva

27 Februari 2012   09:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:53 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita hanya Membuat Janji.,

Bukan Berarti Engkau Milikku Sepenuhnya.,

Mendikte dan Memenjara Kesenanganmu.,

Kondisi seperti ini, enaknya tidur atau mengopi malas saja melakukan yang lain. Hahaha, seolah-olah ada banyak hal yang kulakukan selain tidur dan ngopi, ujar Pak Dana sembari menyeruput kopi tubruknya. Sesaat kemudian Ibu Anis keluar bersama bayi laki-lakinya yang ia gendong berumur lima tahun, sedang tertidur pulas setelah kecapean bermain-main di dapur sedari tadi bersama ibunya. Wah, halamannya cantik kembali ya mas? nih pisang tua rebus yang mas mau, ujarnya sembari melirik suaminya yang sedang bersantai pada kursi plastik putih yang dibelinya tiga tahun yang lalu.

Kursinya masih nyaman bu dag usah diganti dulu. Rajan kecil perlahan bergerak dan terbangun dari tidurnya, dengan suara gumam khasnya ia mulai memperhatikan ayahnya lalu ibunya dan kemudian memperhatikan tangan kanannya, ternyata ia masih menggenggam potongan kecil pisang rebus yang belum ia habiskan. Rajan kecil lalu memberikan potongan itu ke ibunya, ibu Anis yang mengira anaknya tidak mau lagi memakan pisang rebus itu membuka mulutnya dalam nada kekanak-kanakan. Aaa, aa tapi dengan cepat Rajan kecil memasukkan pisang itu kemulutnya lalu tersenyum lucu. Hahaha, Rajan mengulangi perilaku ibu yang tadi ya?, ujar ibu Anis yang merasa kalau sekarang dialah yang menjadi anak dari anaknya.

Eh, Ajan sini sama ayah. Kita main-main air di taman mau? Tidak lama setelah itu Rajan kecil menggoyang-goyangkan kakinya agar ibunya mengerti kalau ia ingin bermain menyiram tanaman bersama ayahnya. Belum juga Pak Dana berdiri Rajan kecil sudah lebih dulu berlari menuju taman dan sigap mengambil selang yang tergulung dengan rapi, beberapa kali ia berusaha menarik-narik selangnya agar sampai pada satu tanaman, tanaman yang ia tanaman sendiri empat bulan yang lalu dan kini terus bertumbuh. Namun ia berhenti sejenak, ia mengintip jauh ke dalam lubang selang. Toh tak ada air yang keluar dari selang itu, Shhhrr air keluar menyirami wajah Rajan kecil yang sentak terkaget. Jika saja Ayah dan Ibunya tidak tertawa melihat kejadian itu, mungkin Rajan kecil akan menangis dan menjauhi selang air selamanya. Sembari menghentikan tawanya Pak Dana mengecilkan volume keran air yang baru saja ia buka lebar bersamaan dengan tingkah anaknya yang mencari-cari air yang biasanya keluar dari selang itu.

Jangan terlalu banyak Jan, berlebihan itu tidak baik. Bisa-bisa tanamannya layu kemudian mengering, Ujar Pak Dana sembari memegang pundak kanan anaknya lalu mengambil selang yang dipegangnya. Lalu kenapa?, singkat Rajan. Jika tanamannya mengering Ajan harus bermain tanah dan galian lagi agar bisa bermain selang dan bermain air lagi di taman ini. Belum lagi Ajan tidak bisa menyaingi tanaman Ayah yang selalu ayah jaga agar tidak berlebihan airnya, dan itu artinya dalam seminggu Ajan gag boleh nonton serial kartun yang Ajan suka. Makanya Yah, Ayah saja yang nyiramin tanaman Ajan. Trus tanaman Ayah siapa yang nyiram Jan?. Mmh, ibu saja gimana yah?, pikir Rajan sembari menoleh ke ibunya yang sudah sedari tadi kembali ke dalam rumah.

Rajan kecil sentak berlari ke dalam rumah mencari-cari ibunya, buuuu, teriaknya. Ibunya yang sementara bersantai menonton berita menyahut panggilan Rajan kecil, Iaa di sini sayang. Baru selangkah ia melangkah di ruang keluarga ia terpeleset, terjatuh dan mendarat dengan pantatnya di dalam baskom seukuran badannya yang berisi air bekas pel yang baru saja diselesaikan ibunya. Rajan yang sebenarnya tidak merasa kesakitan mulai mengeluarkan air matanya lalu menangis. Eh Jan ayo bangun, sudah-sudah kenapa nangis nak? Sambil terisak Rajan memohon pada ibunya, bu bunga yang Ajan tanam ibu saja ya yang main air? iaa, jawab ibunya singkat. Hahaha. Rajan kecil dan ibunya menoleh pada sosok pria yang akrab dengan mereka. Jan ayo sini Ayah mandiin ibu lagi sibuk ngepel tuh, katanya Ajan hari ini mau ikut Ayah main masak-masak sama Zahrah di kantor?

Gendong,. singkat Rajan kecil sembari mengarahkan kedua tangannya pada Ayahnya. Oh iya, sela ibu Anis. Jangan lupa Yah, susu dan bekal buat makan siang Ajan. Pisang tua rebus yang dihancurkan dicampur dengan beras merah. Taruh saja di dekat ranselku bu biar gag kelupaan, sahut Pak Dana. Rajan kecil menarik-narik kaki baju Ayahnya, Yah boleh tidak Ajan membawa mainan Ajan?. Pak Dana kemudian berjongkok membersihkan wajah anaknya dari sisa pasir dan air bekas pel. Iaa boleh tapi dag usah banyak-banyak nanti ketinggalan lagi kayak kemarin, ujarnya sembari menggendong anaknya dan membawanya ke kamar mandi.

Sekitar dua puluh tiga menit kemudian ibu Anis menyahut dari luar kamar mandi, ibu berangkat duluan ya? masih ada pekerjaan yang belum selesai kemarin dan akan menumpuk jika tidak ibu selesaikan sekarang, Ajan baik-baik yah ma Ayah jangan buat repot Ayah. Mereka berdua menyahut hampir beriringan, Iya. Hhaa, Rajan kecil dan Pak Dana saling memperhatikan satu sama lain.

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun