Beralih dari sampah organik, Komunitas Cika-cika juga melakukan pengolahan sampah anorganik. Sampah ini didapatkan dari pengumpulan sampah yang hanyut dan tersangkut di sungai Cikapundung. Jauh sebelum Imah Maggot tercetus, Cika-cika telah lama menjadi 'Pandawara' lokal bagi sungai Cikapundung, hanya saja tidak se-viral 5 sekawan tersebut. Komunitas cika-cika menjadi perintis serta penggerak untuk adanya pembersihan aliran sungai Cikapundung dari sampah. Saat ini, volume sampah di sungai tersebut telah turun drastis, tetapi komunitas masih terus bersukarela melakukan pembersihan sampah secara rutin. Sampah dikumpulkan dan dipilah ke dalam beberapa kategori; Plastik, Tekstil, Kayu, dan Logam. Beberapa sampah yang masih berbentuk dan kuat akan diolah menjadi kerajinan unik yang bernilai ekonomis, dan sisanya akan dibuang ke TPA.Â
Hambatan dan Masalah yang Dihadapi
Dari partisipasi aktif sekaligus diskusi yang dilakukan selama 5 minggu bersama komunitas cika-cika, sekelompok mahasiswa SBM tersebut menemukan beberapa isu yang dihadapi teman-teman komunitas. Beberapa hal tersebut meliputi kurangnya kuantitas sampah terkumpul, kurangnya moda angkutan yang digunakan dalam pengumpulan sampah dari warga, dan kurangnya sumber daya manusia. Kuantitas sampah yang terkumpul baru memenuhi 30% dari kapasitas sampah yang dibutuhkan oleh seluruh maggot di Imah Maggot Bantaran. Kekurangan ini merupakan rantai dampak dari kurangnya kapabilitas pengangkutan sampah akibat ketiadaan mode angkutan yang memadai. Hingga saat ini, komunitas Cika-cika mengangkut sampah dari drop-off point menggunakan gerobak dorong manual. Selain itu, masalah ini juga berhubungan erat dengan kurangnya sumber daya manusia. Hingga saat ini, keseluruhan kegiatan pengolahan sampah dilakukan oleh pengurus inti komunitas cika-cika yang terdiri dari 3 orang, yaitu Pak Adi, Bu Iis, dan Abah Gopar.Â
Pemodelan Bisnis yang Komprehensif
Teman-teman mahasiswa melihat potensi yang sangat besar dari kegiatan yang dilakukan oleh komunitas Cika-cika. Produk-produk hasil pengolahan sampah berpotensi menghasilkan pendapatan menguntungkan apabila direncanakan dengan bisnis model yang matang. Mereka juga melihat bahwasanya masalah yang dihadapi komunitas cika-cika berakar dari operasional yang kurang terkembangkan. Masalah kekurangan moda-angkutan dapat di-tackle dengan adanya pengadaan kendaraan angkutan yang memadai. Kemudian, untuk masalah kekurangan sumber daya manusia mereka  sempat berdiskusi tentang kemungkinan untuk memberdayakan orang lain yang 'ingin' untuk ber-volunteer secara sukarela di komunitas cika-cika, tetapi dirasa kurang feasible. Solusi lain yang lebih memungkinkan adalah menjalin kolaborasi dengan kelompok mahasiswa yang membutuhkan wadah untuk praktek lapangan, seperti KKN atau Pengabdian Masyarakat wajib. Solusi lain yang paling efektif adalah merekrut orang lain sebagai tenaga kerja berbayar. Ketika dua masalah ini teratasi, maka kuantitas sampah yang terkumpul dapat ditingkatkan.Â
Terlihat dari masalah yang ada bahwasanya Cika-cika membutuhkan dana operasional yang memadai. Dana operasional ini bisa didapatkan dari beberapa pihak potensial, baik dari pemerintah maupun investor independent. Namun, untuk pengajuan dana operasional, perlu adanya pemodelan bisnis yang jelas dan dipastikan profitable agar dana operasional yang ada dapat berputar. Saat ini, sekelompok mahasiswa tersebut tengah merancang model bisnis yang tepat untuk cika-cika, mulai dari memastikan channel pemasaran yang tepat, desain produk, serta sistem produksi. Diharapkan dari model bisnis ini, komunitas Cika-Cika dapat berkembang lebih besar menjadi komunitas dengan sirkuler ekonomi yang menghijaukan lingkungan.
Harapan yang Ingin Dicapai
Harapan dari kerja sama ini adalah bahwa Cika-Cika, yang telah lama menjadi pelopor dalam upaya pelestarian lingkungan di bantaran Sungai Cikapundung, dapat terus tumbuh dan memperluas dampaknya. Para pengurus Cika-Cika memiliki harapan yang besar untuk masa depan lingkungan dan masyarakat di sekitar Sungai Cikapundung. Bagi mereka, menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan bukanlah tugas yang hanya dipikul oleh segelintir orang, melainkan tanggung jawab kita semua.Â
Abah Gopar, salah satu sosok yang berdiri di balik komunitas ini, dengan penuh semangat mengungkapkan bahwa visi mereka adalah mengajak lebih banyak orang untuk peduli dan terlibat aktif dalam merawat lingkungan. "Kami ingin setiap orang memahami bahwa lingkungan kita ini adalah warisan yang harus dijaga bersama," kata Abah Gopar. Begitu pula Pak Adi, yang memimpin divisi pengelolaan limbah, menambahkan, "Jika kita bisa menggabungkan inovasi dengan kesadaran masyarakat, kita bisa mengatasi masalah sampah dan menjadikan Dago sebagai contoh sukses bagi pengelolaan lingkungan."
Puncak Kolaborasi