Mohon tunggu...
Hanif Rabbani
Hanif Rabbani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Management Business

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Mengubah Limbah Menjadi Berkah: Kolaborasi Mahasiswa SBM ITB dan Komunitas Cika-cika di Bantaran Sungai Cikapundung

16 Agustus 2024   10:23 Diperbarui: 16 Agustus 2024   10:30 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembuka

Sekelompok mahasiswa Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) melakukan kolaborasi dengan berbagai komunitas yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan di sekitar daerah dago. Kolaborasi ini merupakan salah satu program dari mata kuliah Environmental Management System, mata kuliah yang berfokus pada konsep pembangunan berkelanjutan, konsep ekosistem, dan kerangka sistem manajemen lingkungan. Program tersebut bertemakan "Circular Dago" yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat Dago yang tangguh dalam mengelola alam, sosial budaya, dan tatanan ekonomi secara kolektif. Salah satu kelompok mahasiswa berkolaborasi dengan Komunitas Cika-cika dan Imah Maggot Bantaran.

Komunitas Cika-cika merupakan komunitas yang berlokasi di daerah Dago Pojok, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.  Komunitas ini didirikan pada 22 Desember 2012 atas dasar buruknya kondisi lingkungan sungai di sekitar Bandung. Nama "Cika-cika" bermakna serangga cika-cika atau kunang-kunang yang hanya muncul ketika lingkungan dalam kondisi yang baik, hal ini menjadi tujuan dan harapan dari komunitas Cika-cika untuk mengimplementasikannya kepada masyarakat agar lingkungan di sekitar bantaran sungai Cikapundung dapat terjaga. Untuk mencapai tujuan tersebut, komunitas ini melakukan kegiatan berkala yang melibatkan masyarakat melalui olahraga, edukasi, seni budaya, dan pembibitan tanaman. Seiring berjalannya waktu, komunitas ini mengembangkan solusi dalam mengolah sampah organik dengan membangun Imah Maggot Bantaran. 

Imah Maggot Bantaran, lahir pada tahun 2023 sebagai upaya dalam mengembangkan solusi penanganan sampah sisa makanan secara berkelanjutan melalui maggotisasi. Maggotisasi merupakan proses pengolahan sampah organik dengan maggot BSF (Black Soldier Fly) atau larva. Proses ini memberikan pengaruh yang positif baik dari segi sosial, lingkungan, maupun ekonomi. Segi sosial, TPA di Bandung sudah tidak menerima sampah organik, hal ini dapat menjadi solusi untuk masyarakat sekitar yang kebingungan untuk mengolah sampah sisa makanan. Secara lingkungan, maggotisasi dapat menjadi solusi dari penumpukan sampah organik. Segi ekonomi, melalui meggotisasi, Imah Maggot Bantaran dapat memproduksi berbagai macam produk yang bernilai tinggi seperti kompos dan pakan ternak yang berkualitas.

Pengolahan Sampah Bersama Komunitas Cika-cika

Kolaborasi aktif antara Cika-cika dan sekelompok mahasiswa SBM ITB berlangsung selama kurang lebih 5 minggu. Mereka ikut turun ke lapangan bersama komunitas Cika-cika untuk melihat langsung bagaimana cara komunitas ini mengolah sampah. Cika-cika telah lama berkontribusi aktif di tengah masyarakat, terutama di daerah Cikalapa, dalam menggalakkan pemilahan sampah organik dan anorganik. Komunitas cika-cika menyediakan beberapa drop-off point di 3 titik, untuk para warga dapat menyetorkan sampah sisa makanannya. Kemudian, Cika-cika akan mengumpulkan keseluruhan sampah sisa makanan yang disetor masyarakat, dalam jangka waktu 3 hari sekali. Sampah organik ini kemudian dicacah hingga berbentuk seperti 'bubur' dan dicampurkan dengan zat fermentasi. Kedua proses ini paling krusial, karena dari proses inilah yang menjadikan proses pengolahan menggunakan maggot (maggotisasi) tidak menimbulkan bau yang menyengat. Ini juga yang menjadi keunikan magotisasi di komunitas Cika-cika. 

Setelah dicacah, bubur sampah makanan tersebut 'diberikan' kepada bayi larva maggot untuk dimakan. Maggot-maggot ini diberi makan (berapa hari sekali), hingga menjelang fase 'puasa'. Fase puasa dalam istilah ilmiah merupakan fase peralihan dari larva dewasa ke pupa. Setelah menjadi Pupa, maggot ini akan dipindahkan ke Rumah Lalat, sebagai persiapan mereka berubah menjadi Lalat. Lalat-lalat ini kelak bertelur dan menghasilkan 'calon' bayi-bayi larva maggot yang akan digunakan untuk proses maggotisasi kembali. Keseluruhan proses ini terjadi dalam waktu yang tidak lama, yaitu sekitar 5 minggu.

Proses Maggotisasi
Proses Maggotisasi

Proses di atas tidak hanya sekedar untuk 'memusnahkan sampah dengan maggot', tetapi setiap proses yang ada juga menghasilkan banyak 'bahan' yang memiliki nilai ekonomi. Mulai dari larva dewasa, larva-larva ini memiliki manfaat melimpah sehingga dapat diperjualbelikan. Namun, dari kesaksian Pak Adi selaku ketua divisi pengolahan sampah, harga maggot hidup beberapa belakangan ini mengalami penurunan yang signifikan. Maka dari itu, Pak Adi memilih untuk 'memutar' siklus maggot dan mengambil nilai ekonomi yang lain, yaitu cangkang pupa dan bangkai lalat. Bahan ini dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik yang kaya akan protein. Pupuk ini dapat mempercepat dan memaksimalkan tumbuh kembang tanaman. Selain itu, bahan tersebut juga dapat dijadikan sebagai pakan ternak, yang sama-sama kaya protein. Hingga saat ini, Komunitas telah bekerja sama dengan beberapa mahasiswa ITB untuk menjadikan Imah Maggot sebagai 'laboratorium alami' untuk mengkaji maggotisasi. 

Produk Hasil Maggotisasi
Produk Hasil Maggotisasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun