Mohon tunggu...
Heznie Wulandari
Heznie Wulandari Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Heznie Wulandari, S.Pd || Guru biasa yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencari Algi, Murid Yang Putus Sekolah

5 Januari 2024   08:35 Diperbarui: 5 Januari 2024   08:39 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sumber Istock

Ini adalah kisah rekan sesama guru beda sekolah (Sebut saja Ibu Mawar) yang sedang berusaha mencari Algi, teman kelas anaknya yang terpaksa harus putus sekolah. Ibu Mawar sendiri adalah guru di Sekolah Dasar Swasta yang juga menjabat sebagai ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungannya. Entah apa yang membuat Algi untuk memutuskan berhenti sekolah. Entah faktor biaya atau faktor lainnya. 

Algi merupakan teman satu kelas Kenanga, anak Ibu Mawar. Mereka bersekolah di salah satu sekolah dasar negeri. Berawal dari keresahan Ibu Mawar saat anaknya sekolah dua tahun lalu. Saat itu sebenarnya sekolah sudah mulai tatap muka, namun hanya beberapa hari  diselingi daring, saat itu siswa diminta mengumpulkan tugas melalui aplikasi whatsapp. Diketahui Algi lah yang selalu terlambat mengirimkan tugas, hal itu diketahui Ibu Mawar, karena  Ibu Sukma wali kelas Algi saat itu menulis pesan di grup wa kelas dengan menyebut Algi sebagai pemalas.

Seperti kita ketahui, sebagai pendidik kita tidak boleh melabeli murid dengan kata yang tidak pantas, terlebih hal itu dikatakan guru pada forum grup kelas kelas yang mana di grup tersebut banyak wali murid lain, selain orang tua Algi tentu saja. Atas dasar itulah, Bu Mawar menghubungi Bu Sukma melalui pesan pribadi. Sebagai sesama pendidik tentu harus saling mengingatkan, alangkah baiknya jika ingin menegur anak didik melalui pesan pribadi saja, tidak di forum grup kelas. Terlebih Bu sukma seperti menggiring opini bahwa Algi adalah murid pemalas.

Bu Sukma yang merupakan guru senior ASN, merasa keberatan dan tidak terima atas kritik dan saran yang diberikan Bu Mawar. Menurutnya, walaupun sebagai sesama guru, kebijakan kelas adalah masing-masing guru kelas. Ia malah membandingkan jam terbangnya yang lebih lama dibanding Bu Mawar.  "Jangan samakan sekolah negeri dengan sekolah swasta, Bunda Kenanga..". Kata Bu Sukma juga saat itu. Bu Sukma juga mengingatkan Bu Mawar untuk tidak ikut campur. Karena jawaban Bu Sukma seperti itu, akhirnya Bu Mawar tidak bisa berbuat apa-apa lagi.  

Saat mereka naik kelas 4 sekolah sudah full tatap muka, Kenanga bercerita kalau Algi jarang masuk dan sering di marahi oleh gurunya (bukan Bu Sukma lagi) di depan kelas. Algi pun sering dibilang anak nakal dan bodoh karena jarang masuk  sekolah dan tidak mengerjakan tugas. "Jangan meniru Andi, contoh yang tidak baik". Kata Kenanga menirukan suara wali kelasnya saat di depan kelas. Kenanga juga bercerita, Algi sudah tidak memiliki ibu. Sejak ayahnya menikah lagi, Algi mengamen untuk menghidupi dirinya dan kakak perempuannya yang masih bersekolah di bangku SMP.  Itulah mengapa ia jarang masuk sekolah lagi.

Saat pembagian rapor, akhirnya Bu Mawar memberanikan menghadap kepala sekolah tempat Kenanga sekolah. Bu Mawar ingin menceritakan keprihatinannya terhadap Algi, namun kepala sekolah mengatakan bahwa mereka sudah memanggil orang tua Algi, namun hanya kakaknya saja yang bersedia datang mewakili. Kepala sekolah bilang,  Algi ingin dibawa dan diasuh oleh kerabatnya di Cianjur.  Namun, Kenanga bilang bahwa di sekolah ada kabar burung yang mengatakan bahwa Algi sudah tidak ingin bersekolah karena malu pada teman-temannya. Dan Algi sebenarnya tidak pergi ke Cianjur, dia hanya pergi ke Jakarta untuk mengamen.

Sebagai ketua RT, tentu Bu Mawar mempunyai keprihatinan terhadap kasus yang menimpa Algi. Di lingkungannya, banyak warga yang sudah dibantu Bu Mawar dalam mengurus surat-surat untuk meringankan biaya sekolah. Untuk itu, Bu Mawar ingin sekali Algi meneruskan sekolah. Bu Mawar ingin menemukan Algi. Ia ingin Algi sekolah lagi, setidaknya sampai lulus SMA agar Algi mempunyai masa depan.

Itu adalah curhatan Bu Mawar kepada kami melalui voice note grup  beberapa waktu yang lalu.  Tentu saja hal ini membuat kami miris. Dari cerita Bu Mawar banyak sekali pelajaran yang saya  dapatkan. Satu yang pasti, bahwa labeling yang kita berikan pada siswa sangat memberikan dampak terhadap mental dan psikologi mereka. Kita lupa, tugas utama guru sebagai pendidik memerlukan pemahaman guru tentang macam-macam karakteristik peserta didik yang dididiknya. 

Apa Yang Harus Dilakukan Guru Agar Hal Serupa Tidak Terulang Lagi?

Saya tidak tahu persis apa yang terjadi pada Algi sehingga ia memutuskan untuk berhenti sekolah. Entah kendala biaya atau motivasi belajarnya yang hilang. Namun sebagai pendidik, disinilah peran kita untuk memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan. Memfasilitasi semua peserta didik agar berhasil mencapai cita-cita yang di inginkannya. Saya akan membahas (disclaimer,ini hanya pendapat pribadi saya tanpa berniat menyalahkan atau menggurui siapapun) dari sisi saya sebagai seorang guru. Dari kasus Algi di atas, ada beberapa hal yang harus dperhatikan.

  •  Guru Harus Mengenal Karakteristik Peserta Didik

Guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru adalah guru yang mampu mengenal karakteristik peserta didiknya secara individual. Karakteristik cenderung mengarah dan berpusat pada individu peserta didik. Artinya guru memerlukan kompetensi yang mampu memahami latar belakang keluarga, lingkungan,  dan masyarakat peserta didik agar guru mampu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.  

Disisi lain, guru juga harus memahami perkembangan jasmani, emosi, sosial, bahasa, moral serta kognitif peserta didik.  Menurut Alur Pikir Pengembangan Kurikulum S1-PGSD (2006), pengetahuan guru yang luas tentang hakikat dan ciri-ciri perkembangan peserta didik memberikan landasan yang diperlukan bagi guru untuk mengambil keputusan secara tepat. Tujuan utama guru fasilitator semua peserta didik agar berhasil. Tujuan yang dapat dicapai apabila guru tidak terlalu menuntut dari substansi kurikuler semata namun juga menyesuaikan tingkat perkembangan peserta didik.

Dalam proses pembelajaran, seharusnya guru dapat memperlakukan peserta didiknya secara adil agar setiap peserta didik dapat memperoleh kesempatan  yang sama untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara maksimal. Dan yang terpenting adalah peserta didik merasa diterima oleh lingkungan yang dimulai dari gurunya. Guru (wali kelas khususnya)  adalah orang tua peserta didik di sekolah. selayaknya orang tua yang mengasihi anaknya, peran guru sangat penting dalam membentuk kepribadian anak. Katika anak merasa dicintai, ia akan merasa nyaman ketika berada dilingkungannya. Begitupun sebaliknya, ketika peserta didik merasa tidak diterima disekolah, guru mengabaikan bahkan membencinya, maka peserta didik tidak akan merasa nyaman dan motivasi untuk belajar akan hilang.

  • Jangan Memberikan Label Buruk Pada Peserta Didik.

Labelling adalah suatu kondisi ketika seseorang mendapatkan julukan dari orang lain berdasarkan pada perilakunya. Misalnya julukan anak pandai untuk siswa yang selalu meraih peringkat pertama.  Anak bodoh, ketika menjuluki murid yang tidak pintar, dan sebagainya. Semakin kuat label yang melekat pada diri seseorang, pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku bahkan kepribadian orang tersebut sesuai label yang melekat padanya.

Dalam dunia pendidikan sering kita jumpai guru memberikan julukan kepada siswanya. Seperti pada contoh Algi di atas, ia mendapat julukan anak pemalas, anak bodoh dan anak nakal.  Ketika kata-kata tersebut diucapkan oleh seorang guru, tentu memberikan dampak negatif yang sangat besar. Membuat siswa tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri. Ia kehilangan kepercayaan dirinya, dan menganggap ucapan guru adalah benar dan siswa cenderung mempertahankan dan melanjutkan kebiasaan tersebut sesuai julukan yang diberikan oleh gurunya. 

Hal ini tentu sangat merugikan siswa. Karena label yang sudah melekat akan sulit hilang dan cenderung melekat sampai ia dewasa yang tentu saja berdampak pada kehidupan sosialnya. Contohnya sendiri kita sebagai orang dewasa mengalami saat mengadakan reuni, ketika lupa mengingat nama seseorang, yang justru kita ingat adalah julukannya bukan?

Selain itu apa bahaya labelling di sekolah? Labelling  membentuk persepsi dan ekspektasi yang salah. Kadang, ketika guru sudah melabeli siswa dengan label yang buruk, guru cenderung memiliki reaksi yang berlebihan terhadap siswa yang diberi label. Akibat ekspektasi yang salah, terdapat perbedaan dalam interaksinya, misal guru lebih banyak tersenyum dan memuji pada anak yang pandai, namun ketika menghadapi anak yang diberi label buruk, guru menampakan muka judes dan jarang memuji. Tentu hal ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa dan akan berdampak langsung pada prestasinya.

  • Jadilah Motivator Untuk Peserta Didik

Guru adalah kreator proses belajar mengajar. Guru yang profesional akan menyadari bahwa dirinya harus berperan sebagai motivator yang bertugas memberikan inspirasi dan dorongan kepada siswa untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas. Yang terpenting adalah tanggung jawab guru yang tidak pernah surut untuk membimbing mereka. Kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas adalah bingkai indah dalam potret kehidupan mereka yang dapat mengantarkan mereka pada kesuksesan untuk meraih masa depannya. 

Guru harus menjadi agent of learning (agen pembelajaran) dan agent of change (agen perubahan) yang mampu membangkitkan motivasi peserta didiknya sehingga mereka dapat meraih prestasi yang diinginkan.

Motivasi atau motivate dalam bahasa inggris, ternyata mempunyai singkatan lho, ya ini adalah teknik guru dalam memotivasi siswa. 

M (manifest) artinya membangkitkan rasa percaya diri kepada siswa ketika guru memberikan tugas pada mereka. O (open) artinya terbuka. Ajak siswa untuk lebih terbuka kepada guru ketika ada masalah apapun. T (tolerance) artinya toleransi terhadap kegagalan. Ketika siswa gagal, guru harus meyakinkan dirinya dan siswa kalau kegagalan adalah hal yang normal, nanti bisa diperbaiki. V (value) artinya nilai yang diharapkan dan diakui dalam proses belajar yang baik. A (align) Artinya guru hendaknya menyeimbangkan sasaran pemberian tugas dengan kemampuan individu. T (trust) Kejujuran sangat penting dalam memotivasi siswa. E (empower) artinya memperlakukan semua siswa sama dan sewajarnya. 

Yang dilakukan Bu Mawar adalah bentuk kepedulian nyata seorang guru sekaligus orang tua yang sadar akan pentingnya pendidkan. Bu Mawar menyadari bahwa ia mempunyai sedikit kuasa untuk membirokrasikan pelayanan pendidikan Algi kepada pemerintah daerahnya. Semoga tidak ada Algi-Algi lainnya yang putus sekolah, apapun alasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun