Sistem pertanian di berbagai belahan dunia telah mengalami evolusi sepanjang abad sebagai dampak kemajuan teknologi dan meningkatnya pengetahuan manusia.
Diawali dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan sistem pertanian berkembang menjadi pertanian primitif, pertanian tradisional, hingga ke pertanian modern.
Pertanian tradisional ditandai sejak manusia mulai menetap dan berladang pada satu lokasi. Sistem pertanian ini merupakan model pertanian yang masih sangat sederhana yang sifatnya ekstensif dan tidak memaksimalkan penggunaan input seperti teknologi, pupuk kimia dan pestisida. Hasil pertanian yang diperoleh sangat tergantung pada kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim dan topografi. Â
Karena ketergantungannya yang sangat tinggi terhadap alam, pertanian tradisional bersifat tak menentu sehingga produksinya tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Kondisi ini mendorong berkembangnya pertanian konvensional atau yang lebih dikenal dengan sistem pertanian modern.
Sistem pertanian konvensional merupakan sistem pertanian intensif yang menitikberatkan pada salah satu jenis tanaman tertentu dengan memanfaatkan inovasi teknologi dan penggunaan input luar yang tinggi untuk memperoleh output yang lebih tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Sistem ini mengintensifkan penggunaan modal dan memperhatikan efisiensi ekonomi dengan cara meminimumkan biaya untuk mendapatkan keuntungan tertentu.
Strategi untuk memodernisasi sektor pertanian dari pertanian tradisional menuju pertanian berbasis teknologi maju atau modern dikenal dengan istilah "Revolusi Hijau".Â
Revolusi hijau bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui penelitian dan pengembangan teknologi pertanian guna menghasilkan varietas unggul. Ini dilakukan sebagai upaya menjawab tantangan kerawanan pangan akibat pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat.
Pertanian modern (revolusi hijau) diakui telah membawa kemajuan pesat bagi pembangunan pertanian. Sistem ini telah berhasil merubah wajah pertanian dunia, tak terkecuali Indonesia.Â
Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan produksi pertanian yang cukup signifikan sebagai hasil dari revolusi hijau. Di Indonesia sendiri, fenomena revolusi hijau mulai diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, dimana pada saat itu Indonesia berhasil mencapai swasembada beras.
Mengapa Harus Pertanian Berkelanjutan?
Di balik kesuksesannya, tidak dapat dipungkiri ternyata revolusi hijau juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Maraknya penggunaan pupuk anorganik, pestisida, herbisida dan intensifnya eksploitasi lahan dalam jangka panjang membawa konsekuensi berupa kerusakan lingkungan, mulai dari tanah, air, udara maupun makhluk hidup.Â
Penggunaan bahan-bahan kimia sintetis tersebut berimplikasi pada rusaknya struktur tanah dan musnahnya mikroba tanah sehingga dari hari ke hari lahan pertanian kita menjadi semakin kritis (Bendang, SPI). Â
Praktek-praktek pertanian modern yang dilakukan dengan tidak bijak mengakibatkan pencemaran lingkungan, keracunan, panyakit dan kematian pada makhluk hidup, yang selanjutnya dapat menimbulkan bencana dan malapetaka.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan, revolusi hijau mendapat kritikan dari berbagai kalangan. Tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang telah ditetapkan, revolusi hijau juga menciptakan ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan sosial. Ketidakadilan ekonomi muncul karena adanya praktek monopoli dalam penyediaan sarana produksi pertanian, sementara ketimpangan sosial terjadi diantara petani dan komunitas di luar petani.
Adanya dinamika tersebut mendorong munculnya gagasan untuk mengembangkan suatu sistem pertanian yang dapat bertahan hingga ke generasi berikutnya dan tidak merusak alam. Dalam dua dekade terakhir telah berkembang konsep pertanian modern.
Sistem yang berkelanjutan secara ekologi/lingkungan merupakan usaha untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam secara bijaksana dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan berlaku adil bagi generasi mendatang.Â
Pertanian berkelanjutan dapat dicapai dengan melidungi, mendaur ulang, mengganti dan/atau mempertahankan basis sumberdaya alam seperti tanah, air, dan keanekaragaman hayati yang memberikan sumbangan bagi perlindungan modal alami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H