Mohon tunggu...
Maulana Hanif Ibrahim
Maulana Hanif Ibrahim Mohon Tunggu... Dokter - Future Doctor, Soldier, and Dad

Menulis adalah bagian dari hidup. Line : maulanahanifibrahim Instagram :maulanahanifibrahim blog : kata-master.blogspot.com email : maulanahanifibrahim@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Lidah tak Bertulang

12 Juni 2016   15:25 Diperbarui: 12 Juni 2016   15:30 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita tahu bahwa bila berkonflik merupakan kondisi yang tidaknyaman membuat hati menjadi gelisah dan pikiran keruh. Apabila kita perhatikan salahsatu penyebab terjadinya gesekan adalah ketikmampuan untuk berkomunikasi ataumenyampaikan pendapat, Hal ini saya rasakan sendiri , berkali-kali sayadianggap aneh karena saya salah dalam cara menyampaikan maksud dan pemikiranbukan pada kesalahan konten. Padahal tidak ada yang salah dalam niatan sayadalam mengemukakan pendapat. Saya juga sering kali merasa sakit hati padabeberapa perkataan orang lain, tapi niatan mereka memang baik untuk menegursaya , dugaan saya mereka hanya salah dalam pemilihan kata dan cara menyampaikannya.

Cobalah kita berpikir sejenakbelum berkata apakah kata- kata yang akan kita lontarkan cocok untuk merekadengarkan atau tidak. Kita diciptakan dengan posisi telinga dan otak ada diatasmulut dan lidah. Jadi pada dasarnya kita diharuskan untuk berpikir danmendengarkan dengan seksama sebelum berbicara. Akan tetapi banyak orang yangmendahulukan emosinya untuk berbicara sehingga banyak kesalah pahaman dalamberkomunikasi

Disaat yang sama banyak orangyang memlih untuk mengambil keputusan atau menghakimi orang lain tanpa didasaribukti yang cukup nyata dan jelas, mereka tidak memikirkan dampak apa yangmereka sebarkan seperti saat menyebar hoax atau berita gosip, yang pentingmenurut mereka hanya ada suara nya asmuni atau asal muni.Oleh karenanya jangan sampai atas dasar kebebasan berpendapat dan berbicarakita merendahkankan orang lain dan berbicara kotor. Perlu diingat kita akanmempertanggung jawabkan perbuataan kita nanti,

Saat menulis ini saya teringat tentang kisah  turun temurun dari dari para leluhur, yaitu kisahdari sumatera barat tentang malin kundang. Malin Kundang dikutuk oleh ibunyamenjadi batu karena tidak mau mengakuinya sebagai orang yang melahirkanya. Umumnyapelajaran yang diambil dari kisah ini  tentangkedurhakaan kepada ibu. Namun bisa juga kita ambil sudut pandang berbeda darikisah Malin Kundang. 

Awalnya Malin Kundang adalahanak yang berbakti dan patuh terhadap ibunya karena hidup dari keluarga miskindi Sumatera Barat. Malin memutuskan untuk merantau, misalkan  Malin sebelum merantau  berkata bahwa kehidupan saat mapan akanmerubah karakternya pasti hasil akhir cerita nya akan berbeda. Saat merantau iabertemu dengan pedagang yang kelak akan menikahkan dengan anaknya.  Pada saat itu apabila ia berkata kepadaistrinya tentang latar belakang keluarganya, Malin tidak akan berakhir sebagaibatu.  Juga saat ia pulang kembali kekampung halamannya, 

Seandainya  iameyakinkan atau memberi pemahaman kepada istrinya bahwa ibunya tidak memilikharta yang banyak, tentu istrinya lebih siap menerima kondisi ibunya. Jadi saatkita berkomunikasi, selain memilih kata juga harus dilakukan pada saat yangtepat dan memperhatikan apakah lawan bicara siap untuk mendengarkan apa yangingin disampaikan 

Adajuga kejadian seseorang yang ingin melawak atau melucu  yang berakhirdengan konflik. Mungkin pelawaknya membawakan lawakan dengan menyangkut SARA. Melucuitu boleh dan sah sah saja toh juga dengan melucu akan memudahkan untukberkomunikasi. Tetapi harap diperhatikan apakah konten yang akan disampaikan akanmelukai perasaan orang lain atau tidak.

Banyak juga orang yangmenggunakan kemampuan berbicara untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sepertimenjadi MC atau motivator. Mereka berbicara untuk menginspirasi dan memotivasi.Dari aktivitas  berbicara juga merekamendapat kecukupan finansial untuk kehidupan  sehari hari, Memang boleh saja  menjadikan berbicara sebagai profesi asalkantetap mematuhi etika dan peraturan yang berlaku 

 ***

Tapi juga banyak di berbabgai tempat terjadi kerusakan karenaketidak beranian orang untuk menegakkan kebaikan, sebaliknya mereka memilihdiam. Padahal saat mereka diam akan semakin banyak menambah kerusakandimana-mana. Ketika kejahatan merajalela ketidak adilan menjadi hal lumrah,kekerasan menjadi makanan sehari hari. Bahkan mereka yang baik seakan tidakmemiliki kekuatan atau kesempatan untuk mencegah nya 

Jadi kesimpulan saya dalam berbicara atau berkomunkasi adalahpilihlah tempat yang tepat dan disaat yang tepat dalam menyampaikan pendapat danpikirkanlah sebelum bebicara

Jadilah bijaksana dalam berbicara

Salam Hangat
HanifIbrahim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun