Mohon tunggu...
Pratama
Pratama Mohon Tunggu... Bankir - Economist

I'm just observing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kirana

27 Mei 2022   14:16 Diperbarui: 27 Mei 2022   14:28 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namanya adalah Kirana. Bukan, dia bukanlah seorang wanita. Bukan pula sesosok manusia. Kirana adalah sebuah kapal pesiar yang saat ini sedang berlayar tak jauh dari pantai Nipah. Kirana dibuat dan dirakit di Jepang, namun konon kabarnya ide dan desain dari kapal itu dibuat oleh seorang insinyur asal Indonesia. 

Setelah kapal selesai dibangun, ia kemudian diberikan kehormatan untuk memberikan nama pada kapal pesiar itu: Kirana. Nama itu terukir indah di semenanjung haluan kapal.

Bukan main megahnya Kirana dipandang meski dari kejauhan. Tak kurang tiga ratus meter panjangnya, hampir dua kali panjang lapangan sepakbola, berwarnakan putih temaram laksana mutiara air laut. Kirana sendiri memiliki arti sinar yang indah, berpadu elegan dengan warna biru laut dan pantai pasir putih khas pulau Lombok.

Sedikit mendekat ke daratan, seorang gadis remaja duduk terdiam diatas bongkahan kayu kelapa, mengamati kapal raksasa yang bergerak pelan menuju selatan menyusuri selat Lombok. Mulutnya mengaga, tangannya kaku sambil menggenggam pensil dan buku tebal berjudul "Kiat Sukses Masuk Perguruan Tinggi Negeri". Belum pernah Layla melihat kapal sebesar itu, padahal sepanjang hidupnya ia akrab dengan kapal dan lautan.

Seperti lagu yang akrab di telinga anak-anak, Layla adalah anak seorang pelaut. Atau lebih tepatnya, anak seorang nelayan. Setiap habis shubuh ia pergi ke pantai menunggu ayahnya pulang melaut. Selain dirinya sudah ada banyak pedagang ikan yang menunggu para nelayan bersandar untuk membeli hasil tangkapan mereka. 

Tugas Layla kurang lebih sebagai marketing officer yang membantu menjual hasil tangkapan dengan harga terbaik. Seketika kapal merapat ia langsung sibuk mencari pedagang yang mau membeli ikan yang ditangkap ayahnya, apakah itu kakap, baronang, tude, kepiting, atau udang. Ikan yang tidak habis terjual kemudian digunakan oleh ibunya yang membuka usaha warung makan ikan di pinggiran pantai Nipah.

Sesekali saat liburan sekolah, jikalau ombak sedang tenang, ia ikut ayahnya berlayar di malam hari untuk mencari hasil laut. Jika nasib sedang baik segala jenis ikan dan kerang mudah sekali tersangkut jaring, namun jika keberuntungan sedang tidak bersahabat mereka harus rela pulang dengan tangan hampa. 

Terlepas bagaimana nasib berpihak Layla selalu menikmati saat berada ditengah lautan. Baginya laut layaknya lembaran buku kosong yang menunggu dituliskan cerita. Luasnya laut selalu membuatnya berfikir betapa luas dan tak terbatasnya dunia yang ia tinggali. Betapa banyak hal yang menanti untuk diketahui dan kejutan-kejutan apa yang akan disuguhkan.

Yang salah satunya, ia alami hari ini, melihat kapal raksasa pertama kali dalam hidupnya.  

***

Kedatangan Kirana tak ayal membuat heboh seluruh murid SMA Negeri 2 Batu Layar keesokan harinya. Banyak yang berspekulasi untuk apa kapal sebesar itu berlabuh ke Lombok. Sarip, sang ketua kelas, bersikeras kalau kedatangan Kirana membawa pasukan khusus untuk menjaga Indonesia dari ancaman perang.

"Dunia sedang dalam ancaman perang bung! Coba lihat lah itu di TV, sering-sering baca koran, biar pintar sedikit kalian itu" ujarnya berapi-api

"Perang apanya? Itu kapal bahtera Nabi Nuh! Dikirim pemerintah untuk jaga-jaga kalau pulau ini tenggelam. Memangnya kamu tak pernah dengar global warming?" Tak mau kalah, Nurpan ikut berdebat meski hilang akal.

Keributan nirfaedah itu baru berhenti ketika Bu Nurhayati memasuki ruangan. Tertawa geli ia dibuat anak muridnya sendiri. Dengan sabar guru geografi itu menjelaskan kalau Kirana hanyalah sebuah kapal pesiar yang membawa wisatawan.

"Sama saja seperti kapal yang kalian pakai untuk menyebrang ke Gili, hanya saja lebih besar, lebih mewah, dan lebih mahal karcis nya" Ujar Bu Nurhayati menjelaskan apa itu kapal pesiar.

Sesi pelajaran pagi itu berganti menjadi sesi mendongeng oleh Bu Nurhayati soal kapal pesiar. Ia memang tahu banyak karena suaminya pernah bekerja sebagai ABK kapal pesiar. 

Mata mereka tidak berkedip saat gurunya menceritakan kemewahan yang ada di kapal, tentang lorong-lorong bertingkat, ratusan kamar yang bersekat dan berjejer, restoran bintang lima, kolam renang, hingga lapangan golf ada dalam sebuah kapal. Sebagai anak pesisir yang hidup jauh dari hiruk-pikuk dunia pertama, Layla dan teman-temannya tidak pernah membayangkan adanya kapal bak istana yang terapung di lautan. 

Memang mereka akrab dengan kapal, namun tidak lebih dari kapal bermotor dua mesin yang bising sekali saat dinyalakan. Belum lagi ditambah bau solar yang menyengat dan aroma amis hasil tangkapan ikan.

Namun anehnya, setelah semua hal-hal ajaib kapal pesiar yang diceritakan Bu Nurhayati, ia menutupnya dengan kalimat yang mengundang tanya:

"Jangan jadi pesiar, jadilah phinisi" Ujarnya ketika mengakhiri kelas.

Bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun