Mohon tunggu...
Hanif Fiansyah
Hanif Fiansyah Mohon Tunggu... Relawan - mahasiswa

Ketua Umum HMI Cabang Jakarta Raya, hobi solat jum'at. Karena dalam khotbah Jum'at selalu terselip ayat revolusioner Innallāha ya`muru bil-'adli wal-iḥsān!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam sebagai Titik Simpul Peradaban

24 Oktober 2023   01:33 Diperbarui: 24 Oktober 2023   01:45 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kehadirannya, Islam telah membawa konsep dan misi peradaban yang inheren dalam dirinya. Peradaban Islam bersumber pada dn (baca: agama) yang berasal dari wahyu Allah. Itu sebabnya peradabannya biasa dikenal dengan istilah tamaddun atau madaniyyah, karena bersumber dari dn tersebut. Kemudian ekspresi tinggi tamaddun Islam dalam sejarah peradaban manusia mendapat tempatnya di Yatsrib yang kelak berubah menjadi Madinah. Kota Madinah adalah tempat di mana tamaddun atau madaniyyah yang berasas pada dn itu diproklamirkan kepada seluruh dunia, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas. Dan madaniyyah, menurut Muhammad 'Abduh memang lebih tepat digunakan untuk menyebut peradaban Islam, karena aroma spiritual-agamanya (al-dn) lebih terasa dan menonjol.

Definisi yang lebih ringkas dan padat diberikan oleh Yusuf al- Qaradawi dalam bukunya al-Sunnah Masdaran li al-Ma'rifah wa al- Hadrah: "Sekumpulan bentuk-bentuk kemajuan; baik yang berbentuk kemajuan materi, ilmu pengetahuan, seni, sastra, ataupun sosial, yang ada dalam satu masyarakat atau pada masyarakat yang serupa". Dengan begitu, peradaban memiliki dua sisi penting: pertama, sisi kemajuan materi (al-ruqiy al-mdd), yang meliputi seluruh lini kehidupan semacam: industri (sin'ah), perdagangan (tijrah), pertanian (zir'ah), kerajinan (ikhtir'), dan seni (funn). Kedua, sisi maknawi (al-ruqiy al-ma'naw), yang berkaitan dengan nilai-nilai spiritualitas (al-qiyam al-rhiyyah), kaidah-kaidah moral (al-qaw'id al-akhlqiyyah), produk pemikiran (al-intj al-fikr), dan karya sastra (al-ibd' al-adab).

Melihat definisi tersebut, maka peradaban harus memiliki dua sisi penting ini. Nilai ketinggian materil dan spiritual suatu peradaban seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Maka, jika ada satu peradaban yang hanya menonjol dalam satu sisi saja, maka dia tak layak disebut sebagai sebuah peradaban yang sempurna. Karena bisa jadi dia maju secara industri, tekonologi, informasi, dan lain sebagainya, namun secara "kemanusiaan" dia gagal disebut sebagai sebuah peradaban. Karena ternyata dia tidak memberikan apa-apa kepada manusia.

Bagi saya, pembicaraan tentang masa depan peradaban Islam selalu menarik. Ini melibatkan perasaan tentang situasi saat ini dan harapan positif untuk masa mendatang. Sikap kritis terhadap situasi saat ini penting untuk menjaga semangat masa depan, karena tanpanya, kita takkan memiliki mimpi bersama yang pantas diperjuangkan.

Imaji masa depan sebaiknya tidak hanya satu, tapi beragam. Oleh karena itu, penting untuk membicarakannya di ruang publik dan bahkan melibatkan banyak perspektif dengan dialog yang inklusif dan partisipatif.
Mengapa diskusi bersama itu penting? Karena keberhasilan peradaban manusia selalu merupakan hasil kerja sama, bukan prestasi individu. Oleh karena itu, merancang masa depan secara kolektif sangat penting.

Namun, kita perlu memahami bahwa Islam tidak berdiri sendiri di dunia ini, dan sejarah menunjukkan bahwa peradaban-peradaban saling mempengaruhi dan belajar satu sama lain. Zaman Keemasan Islam adalah contoh bagus tentang bagaimana peradaban bisa berkontribusi dan bekerja sama. Label "peradaban Islam" bukanlah konsep asli pada masanya, dan kita perlu membuka diri untuk definisi yang lebih inklusif. Hal yang sama berlaku untuk label-label seperti sosialisme islam, kapitalisme religius dan kosmopolitanisme.

Sejarah awal Islam menunjukkan bahwa ajarannya terbuka dan inklusif, dan Islam dapat berdialog dengan berbagai budaya. Hubungan yang harmonis dengan "liyan" atau yang berbeda adalah semangat yang perlu diteruskan. Kesetaraan, diskusi, dan kerja sama adalah kunci untuk memahami masa depan.
Mengingat masa lalu dengan jelas adalah penting untuk merancang masa depan yang lebih baik. Kita dapat menemukan banyak pelajaran berharga yang masih relevan, seperti pentingnya pengembangan sains dalam kemajuan peradaban. Sejarah memperingatkan kita tentang risiko kemunduran jika dukungan terhadap sains berkurang. Oleh karena itu, pengembangan sains dapat menjadi inspirasi untuk kebangkitan peradaban Islam di masa depan.

Dalam peradaban modern yang dikuasai Barat saat ini, manusia cenderung "menyembah" dirinya sendiri. Paradigma Materialisme Marx dan Darwinian memandang manusia sebagai pertarungan merebut kekuatan dan kekuasaan (pertentangan kelas). Klaim peradaban dalam konteks barat cenderung rasistik dan eksploitatif.

Hal di atas dapat dipahami, menurut Kuntowijoyo, karena manusia Barat memiliki keyakinan yang tak lepas dari peradaban- peradaban sebelumnya. Ia dimulai dari peradaban Yunani-Romawi yang lekat dengan alam pikiran mitologi. Singkatnya, Tuhan dianggap seperti manusia. Namun di Zaman Pertengahan manusia harus tunduk pula kepada Tuhan dan Kitab Suci. Dalam arti, manusia harus percaya kepada otoritas Tuhan dan Kitab Suci. Peradaban bersifat teosentris. Namun kemudian pandangan ini pun ditinggalkan, setelah ditemukan bahwa manusia adalah pusat segala sesuatu.

Dari sana muncul paham bahwa manusia dapat menentukan nasibnya sendiri, bukan Tuhan. Manusia bahkan dianggap sebagai penentu kebenaran. Itu sebabnya dewa-dewa dan kitab suci tak dibutuhkan lagi. Cita-cita Renaisans memang mengembalikan lagi kedaulatan manusia, yang selama berabad-abad telah terampas. Kehidupan ini berpusat pada manusia, bukan pada Tuhan, demikian anggapan Renaisans. Manusia harus menguasai alam semesta.

Jadi peradaban Barat begitu materialistis. Menurut al-Qaradawi memang salah satu "ruh" peradaban Barat modern adalah "Materialisme" (al-Mddiyyah), di samping memiliki paham yang buruk mengenai Tuhan; sekuler (al-naz'an al-'almniyyah); benturan (al-sir') yang tak kenal kedamaian, ketenangan, dan cinta; dan peradaban yang sombong terhadap bangsa lain.

Dari sana kemudian peradaban Barat tampil sebagai peradaban yang sekuler, karena dipicu oleh Renaisans itu. Sehingga di abad modern derajat manusia turun drastis hanya sebagai bagian dari mesin, mesin raksasa teknologi modern. Di sini pandangan tentang manusia menjadi tereduksi. Ringkasnya, manusia benar-benar menjadi tidak merdeka. Padahal dalam konsepsi Islam manusia adalah khalifah Allah di atas bumi-Nya, yang sangat dimuliakan oleh Allah bahkan oleh seluruh malaikat-Nya. Karena dalam konsepsi peradaban Islam, tujuan dasar diciptakannya manusia adalah untuk melaksanakan tiga fungsi penting: (1) beribadah kepada Allah; (2) sebagai khalifah Allah di muka bumi; dan (3) memakmurkan bumi.

Runtuhnya peradaban dapat dipengaruhi oleh sejumlah alasan internal dan eksternal. Adapun
Alasan Internal yakni berupa Korupsi dan Kelemahan Internal: pemerintahan yang lemah, atau konflik internal dapat melemahkan peradaban dari dalam. Ketidakmampuan untuk mengatasi masalah-masalah ini bisa mengarah pada keruntuhan. Krisis Sosial yang menimbulkan Konflik sosial, seperti revolusi atau perpecahan dalam masyarakat, bisa merusak stabilitas peradaban. Perselisihan internal yang parah dapat menghancurkan integritas sosial dan politik. Kehancuran Ekonomi, masalah ekonomi yang serius, seperti inflasi yang tidak terkendali atau tekanan ekonomi berat, dapat melemahkan peradaban. Kehancuran ekonomi bisa memicu ketidakstabilan sosial dan politik. Perubahan Budaya dan Nilai, perubahan dalam nilai-nilai budaya atau perubahan drastis dalam cara hidup dapat mengganggu peradaban. Ini dapat terjadi karena konflik nilai internal yang tidak bisa diatasi.

Sedangkan faktor Eksternal juga dapat meruntuhkan peradaban, yakni dengan adanya Serangan Asing berupa Penaklukan atau serangan dari peradaban asing atau bangsa lain yang kemudian memicu keruntuhan peradaban. Ini bisa mencakup invasi militer atau penjajahan.
Perubahan Lingkungan, yakni Faktor lingkungan seperti bencana alam, perubahan iklim yang menyebabkan krisis pangan atau kelangkaan sumber daya alam dapat memberikan tekanan eksternal pada peradaban. Perubahan lingkungan yang ekstrem bisa menghancurkan kemampuan peradaban untuk bertahan.
Perdagangan dan Interaksi Budaya pun mempengaruhi. Meskipun interaksi budaya dan perdagangan bisa memperkaya peradaban, mereka juga bisa membawa perubahan yang drastis. Pengaruh budaya asing yang tidak terkendali dapat mengubah fundamental peradaban. Terjadinya Pergeseran Kekuasaan Global yang menyebabkan Perubahan dalam tata dunia internasional, seperti pergeseran kekuasaan antara bangsa-bangsa, juga dapat mempengaruhi peradaban. Ini bisa mengarah pada konflik atau penurunan pengaruh peradaban tertentu.
Keruntuhan peradaban sering kali merupakan hasil dari faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Peradaban yang mampu mengatasi masalah internal dan menangani tekanan eksternal cenderung lebih tahan lama, sementara yang tidak mampu bisa mengalami keruntuhan

Membangun peradaban Islam yang berdasarkan nilai-nilai Islam, bukan hanya simbol, adalah tugas yang kompleks dan memerlukan pendekatan holistik. Berikut beberapa langkah penting yang dapat diambil:
* Pendidikan yang Mendalam: Salah satu pondasi peradaban Islam adalah pendidikan yang mendalam tentang nilai-nilai Islam, ajaran-ajaran agama, dan sejarah Islam. Pendidikan yang kuat adalah kunci untuk memahami nilai-nilai ini secara mendalam.
* Keadilan dan Kesetaraan: Prinsip keadilan dan kesetaraan yang dipegang oleh Islam harus diaktualisasikan dalam sistem hukum, pemerintahan, dan masyarakat. Ini termasuk perlakuan yang adil terhadap semua warga negara, independensi lembaga-lembaga kehakiman, dan penegakan hukum yang berlaku untuk semua.
* Pemberdayaan Ekonomi: Membangun peradaban Islam memerlukan sistem ekonomi yang memperhatikan keadilan sosial, distribusi kekayaan yang merata, dan pengentasan kemiskinan. Prinsip-prinsip zakat dan infaq dapat diterapkan untuk membantu mereka yang membutuhkan.
* Pertumbuhan Intelektual: Mendorong pertumbuhan intelektual dan ilmiah adalah esensial. Dukungan untuk penelitian dan pengembangan di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi harus ditekankan.
* Kerja Sama Antar Peradaban: Islam mengajarkan toleransi dan kerja sama antar peradaban. Mendorong dialog antar budaya dan agama adalah langkah penting untuk membangun peradaban yang inklusif.
* Kepemimpinan yang Bijaksana: Pemimpin yang bijaksana dan beretika adalah kunci untuk membangun peradaban yang berkelanjutan. Pemimpin harus menunjukkan teladan dalam penerapan nilai-nilai Islam dalam tindakan dan kebijakan mereka.
* Peran Masyarakat Sipil: Masyarakat sipil memiliki peran penting dalam memastikan peradaban Islam yang kuat. Organisasi non-pemerintah, kelompok aktivis, dan individu harus memainkan peran aktif dalam memonitor pemerintah, memperjuangkan hak-hak warga, dan mempromosikan nilai-nilai Islam yang benar.
* Perkembangan Teknologi dan Inovasi: Islam mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, peradaban Islam harus membuka diri terhadap inovasi dan teknologi modern untuk meningkatkan kehidupan masyarakat.
* Kepedulian Sosial dan Lingkungan: Memelihara lingkungan dan peduli terhadap kesejahteraan sosial adalah nilai-nilai yang tertanam dalam Islam. Peradaban Islam yang berkelanjutan harus memprioritaskan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial.
* Penghormatan terhadap HAM: HAM universal harus dihormati dan diintegrasikan dalam struktur peradaban Islam. Ini termasuk hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan hak-hak individu lainnya.
Membangun peradaban Islam yang berpusat pada nilai-nilai Islam bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga seluruh masyarakat Islam. Ini memerlukan kesadaran kolektif dan kerja sama untuk menciptakan peradaban yang berkelanjutan, adil, dan manusiawi.

referensi tambahan: http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tsaqafah DOI: http://dx.doi.org/10.21111/tsaqafah.v11i1.258

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun