Mohon tunggu...
hanifatul ismadi
hanifatul ismadi Mohon Tunggu... MAHASISWA -

PGRA UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Seorang Anak Berkhayal

4 September 2017   18:45 Diperbarui: 4 September 2017   18:53 5142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika mendengar kata "Bermain" pasti yang muncul dibenak kita adalah sesuatu yang menyenangkan. Bermain merupakan seuatu kegiatan yang menyenangkan yang bertujuan untuk menyanangkan hati dan melakukan kegiata tanpa adanya paksaan memang murni muncul dari kesadaran diri sendiri. "Bermain mempunyai fungsi untuk memulihkan tenaga manusia setelah bekerja sehari penuh".  (mayke, 2001). Manusia membutuhkan istirahat ketika pekerjaan mulai membebani mereka salah satunya dengan kegiatan melakukan suatu permainan tujuannya untuk mengembalikan mood agar berkonsentrasi dalam bekerja.

          Menurut para ahli bermain dalam teori modern bermain tidak hanya menjelaskan tentang perilaku bermain tetapi bagaimana dengan suatu permainan tersebut dapat meningkatkan perkembangan anak.  (mayke, 2001)

Teori-teori Modern tentang Bermain menurut para ahli berupa teori psikoanalitik, konitif-Piaget, kognitif-Vygotsky, Kognitif-Bruner/Sutton-Smith Singer, teori-teori lain: Aurosal Modulation, bateson. (mayke, 2001).  Di artikel kali ini akan membahas sebagian teori bermain anak menurut para ahli diantaranya seperti berikut:

Teori Psikonalisa (Sigmund Freud)

Freud memandang bahwa bermain merupakan suatu khayalan atau fantasi. Ketika seseorang melakukan suatu permainan mereka akan mengeluarkan harapan-harapan yang tidak terjadi dalam suatu realita, mengeluarkan perasaan negatif melalui bermain. Freud percaya bahwa bermain memegang penting dalam perkembangan emosi anak. Melalui bermain anak dapat memindahkan prasaan negatif ke objek lain. 

Misalnya ketika seorang anak mendapat hukuman fisik dari gurunya, anak tersebut akan melakukan suatu permainan dengan pura-pura memukul boneka berulang-ulang maka akan timbul  perasaan lega pada anak. Dalam hal ini Freud tidak mengemukakan pengertian bermain, tetapi memandang bermain sebagai cara yang digunakan untuk mengatasi masalah. Pandangan Freud tersebut memberi ilham kepada ahli ilmu jiwa menggunakan bermain sebagai terapi bermain untu mengatasi masalah pada anak.

Teori Kognitif-Jean Piaget

Piaget mengemukakan bahwa bermain tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mempraktekkan ssuatu yang baru diperoleh. Contohnya ketika seorang anak melihat ibuya sedang menggoreng telur, saat bermain anak akan menggunakan simbolik balok sebagai telur kemudian anak menggorengnya. Piagt menyadari bahwa perana praktek dan penguatan mealui bermain sangat penting karena ketika seorang anak mendapatkan sesuatu hal yang baru maka harus dipraktekkan agar tidak mudah lupa. Piaget juga berpendapat bahwa bermain itu dipengaruhi oleh tingkat kecerdasa anak. 

Ketika seseorang berumur 17 tahun tetapi anak tersebut memiliki kecerdasan dibawah rata-rata maka pola pikir dalam bermain anak akan sama seperti anak yang berusia enam tahun. Begitupun juga ketika seorang anak berusia 6 tahun dan memiliki kecerdasan diatas rata-rata maka kegiatan bermain yang dilakukan anak sudah mampu melakukan kegiatan permainan yang membutuhkan strategi misalnya catur.

Teori Kognitif-Vygotsky

Vygotsy berpendapat bermain adalah memajukan berpikir abstrak yang kaitannya ZPD dalam penguatan diri. BermaIn memajukan ZPD anak untuk mmbantu mereka mencapai tingkatan yang lebih tinggi untuk memfungsikan kemampuannya. Potensi dalam ZPD adalah dimana seorang anak akan membutuhkan bantuan atau scaffolding untuk meraih apa yang akan dicapai. Scaffoldingharus membutuhkan dukungan orang terdekat misalnya orang tua, kerabat, keluarga. 

Ketika anak melakukan kegiatan bermain maka anak akan menciptakan scaffolding secara mandiri dalam penggunaan bahasa, daya pikir, kontrol diri dannkerja sama antar teman. Misalnya ketika seorang anak dalam kehidupan nyata ketika disuruh tidur anak akan rewel dan menangis, tetapi ketika bermain anak akan berpura-pura naik ketempat tidur kemudian dia tidur tanpa harus menangis, anak juga bisa mengontrol ketika anak sedang menagis dan tiba-tiba terhenti dari tangisannya.

Kognitif-Jerome Bruner

Jerome Bruner memberi fungsi bermain sebagai sarana kreativitas dan penyesuaian perilaku.  Didalam bermain yang terpenting adalah makna dalam suatu permainan bukan hasil akhir yang hendak dicapai. Misalnya ketika bermain bola seorang anak mampu berlari menendang bola, kemudian mengatur strategi agar lawan tidak bisa menembus gawang, meskipun seseorang tersebut belum bisa menembus gawang dari lawan dan belum memenangkan pertandingan.

Kognitif-Sutton Smith

Smith percaya bahwa transformasi simbolik itu akan muncul dalam bermain khayal pada diri anak. Misalnya ketika bermain anak akan berpura-pura menggnakan balok sebagai kue, balok sebagai telur, balok sebagai lauk pauk yang kemudian simbol-simbol tersebut akan memunculkan ide ktreatif pada diri anak .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun