Pada dasarnya, dalam proses pengobatan tradisional suwuk ini, dukun akan melakukan proses yang terdiri dua tahap: pertama, dukun akan mendiagnosa pasien terlebih dahulu, kedua, penerapan metode pengobatan dalam hal ini metode pengobatan suwuk.
Di Jatiarjo, cara mendiagnosa pasien oleh dukun suwuk dapat dilakukan dalam beberapa teknik. Teknik tersebut seperti halnya pijatan-pijatan di ruas-ruas jari kaki dan tangan, analisis laporan medis dari pasien, penggunaan benda pusaka (misal keris), hingga komunikasi batin antara sang dukun dengan penunggu desa tempat pasien berasal. Seluruh teknik diagnosa tersebut dilakukan salah satu atau kombinasi oleh sang dukun.
Setelah dilakukan teknik diagnosa, tahap selanjutnya adalah penerapan dari metode pengobatan suwuk. Pengobatan suwuk di Jatiarjo dilakukan dengan kombinasi teknik pengobatan lain seperti pijat dan pemberian ramuan herbal. Setelah diketahui penyakit yang diderita, pasien dapat disembuhkan melalui teknik pijat dengan menggunakan minyak whisik. Ada pula pasien yang diberi ramuan berbahan tumbuhan obat yang diracik si dukun maupun diracik sendiri.
Selain ramuan herbal tersebut dikonsumsi oleh pasien, ramuan tersebut juga dapat diusapkan (bobok) dibagian tubuh yang sakit. Seluruh proses pengobatan baik pijat maupun pemberian ramuan berbahan alami tersebut dilakukan sembari ditiupkan rapalan doa-doa oleh sang dukun. Rapalan doa-doa pun juga diberikan pada pasien dalam bentuk fisik yakni berupa tulisan-tulisan arab yang ditulis dilembaran kertas.
Pengobatan suwuk dengan kombinasi ramuan herbal misalnya, digunakan oleh Bapak Kamin saat mengobati pasien Vina, bayi berusia lima bulan yang mengalami sakit panas. Racikan ramuan herbal ini terdiri dari parutan dringu (lempuyang) yang diusapkan (bobok) pada si bayi. Bahkan, tidak hanya si bayi yang diobati, racikan ramuan herbal serta segelas air putih yang telah diberi doa pun juga dikonsumsi oleh si ibu.
Terdapat tiga elemen penting dalam sebuah proses pengobatan yakni: obat itu sendiri, mantra, dan menurut Malinowski, seorang tokoh antropologi kenamaan, adalah kondisi atau kemampuan pemberi obat. Di Jawa, aspek keadaan pemberi obat dianggap sebagai elemen yang penting sekali. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa pengobatan tradisional seperti halnya suwuk ampuh dan masih menjadi pilihan bagi masyarakat di Jatiarjo.
Kondisi pemberi obat inipun ditunjukkan dengan sikap yakin selama proses pengobatan. Selain itu, sang dukun mempercayai jika kesembuhan yang dirasakan pasien tidak hanya berdasarkan kemampuan dirinya, namun senantiasa atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. “makane teko iku, berangkate teko yakin”ujar Bapak Kamin.
Perihal sikap dan kondisi pemberi obat ini secara ilmiah dapat dijelaskan sebagai faktor sugesti yang terjadi dalam proses pengobatan tradisional. Keampuhan pengobatan tradisional sejatinya terletak pada adanya faktor sugesti yang terjadi selama proses pengobatan.
Sugesti berasal dari keyakinan si penyembuh maupun si pasien. Selain itu, sugesti dibuat dengan memberikan Unen-Unen (komentar, saran) pada pasien yang dinyatakan secara implisit maupun eksplisit. Media air, doa, dan obat-obatan herbal menjadi upaya untuk meningkatkan sugesti pasien tentang penyembuhan.
Dengan demikian, pengobatan tradisional suwuk di Jatiarjo masih memiliki tempat dihati masyarakat sebagai salah satu piilihan pengobatan meski fasilitas medis telah memadai. Sejatinya pengobatan tradisional yang merupakan wujud keluhuran dan kekayaan budaya Indonesia masih diakui hingga saat ini.