Semangat pagi, Bapak/Ibu guru hebat di seluruh Indonesia.
Perkenalkan, saya Hanifa Rahmawati Rachman, guru Biologi Kesehatan di SMKS Bina Harapan Sumedang -- Jawa Barat. SMKS Bina Harapan Sumedang memilik dua kompetensi keahlian, yaitu Farmasi Klinis dan Komunitas serta Kimia Industri. SMKS Bina Harapan Sumedang berdiri sejak 2004 dan menjadi sekolah kejuruan farmasi tertua di kabupaten Sumedang.
Biologi Kesehatan adalah mata pelajaran Muatan Peminatan Kejuruan C1 (Dasar Bidang Keahlian) bagi kelas X Kompetensi Keahlian Farmasi Klinis dan Komunitas. Dalam praktik baik ini, saya akan membagikan aksi nyata yang sudah saya lakukan pada hari Sabtu, 12 November 2022 di kelas X Farmasi dengan topik Peran Jamur dan Kesehatan Manusia.
Pandemi Covid-19 memaksa pendidikan berpindah, dari belajar di sekolah secara tatap muka menjadi belajar di rumah secara daring. Hal ini yang juga saya alami di sekolah saya. Pembelajaran dilaksanakan secara daring, kemudian bertahap menjadi Blended Learning, lalu menjadi Pertemuan Tatap Muka (PTM) Terbatas, hingga akhirnya bisa kembali bertatap muka dengan segala aturan protokol kesehatan yang perlu dipatuhi dan dijalankan.
Hampir tiga tahun pembelajaran di masa Pandemi dilaksanakan. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi kebiasaan dan aktivitas belajar mengajar. Ada yang hilang, sejak kembali bisa mengajar bertatap muka dengan para peserta didik di kelas. Ada hal yang saya amati mengalami kemunduran dalam proses pembelajaran. Kami, para guru menyebutnya, Learning Loss.
Berdasarkan hasil pengamatan, sejak Pandemi Covid-19, pembelajaran peserta didik mengalami kemunduran baik dari segi kompetensi maupun kemandirian. Hal ini teridentiifikasi dari hasil asesmen diagnostik, proses observasi, refleksi diri, diskusi dan proses eksplorasi penyebab masalah yang menemukan banyaknya gejala pengetahuan awal peserta didik yang rendah, kurangnya motivasi terlihat dari gairah belajar peserta didik di kelas yang rendah, ditambah pendekatan Teacher Centered Learning yang masih saya lakukan membuat proses pembelajaran menjadi monoton, sehingga hasil belajar yang didapatkan pun rendah.
Hal lainnya ditemukan, bahwa fasilitas sarana prasarana pendukung pembelajaran di sekolah saya tidak sebanding, dengan jumlah guru dan peserta didik yang melakukan pembelajaran setiap harinya. Hal ini memaksa kami para guru untuk kembali belajar dengan buku paket, papan tulis dan spidol. Hal ini juga menjadi penyebab pelaksanaan pembelajaran di kelas jarang berbasis teknologi informasi, sehingga kurang menarik.
Dalam situasi pembelajaran seperti ini, saya berperan dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah yang saya temukan di kelas untuk segera dibenahi dan diperbaiki. Sebagai fasilitator belajar di kelas, saya bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan menyediakan perangkat pembelajaran inovatif serta menerapkan strategi pembelajaran yang tepat guna meningkatkan motivasi belajar biologi peserta didik.
Â
Dalam situasi pembelajaran yang mengalami Learning Loss, bagi saya ada beberapa hal yang menjadi tantangan untuk mencapai tujuan tersebut, dalam hal ini meningkatkan motivasi belajar biologi peserta didik. Adapun tantangan tersebut yaitu:
- Pembelajaran Berdiferensiasi
Kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang beragam menjadi tantangan bagi saya untuk menemukan strategi pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan mereka sesuai karakternya masing-masing.
- Pengetahuan awalÂ
Pengetahuan awal peserta didik tentang biologi, khususnya dalam materi Peran Jamur dan Kesehatan Manusia, masih kurang. Peserta didik saya mengenal peran jamur sebagai makanan, sehingga pengetahuan awal terkait peran jamur dalam bidang kesehatan masih sangat sedikit.
- Student Centered Learning
Penggunaan pendekatan Teacher Centered Learning yang biasa saya lakukan harus diubah menjadi Student Centered Learning. Mengubah kebiasaan ini menjadi tantangan tersendiri karena saya perlu banyak belajar untuk menerapkan pembelajaran inovatif, khususnya dalam pemilihan pendekatan, model dan metode pembelajaran yang bisa mengoptimalkan potensi belajar peserta didik.
- Pembelajaran Inovatif
Tidak hanya mengkolaborasikan proses pembelajaran antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik lain, tetapi, tantangan besar lainnya adalah mengkolaborasikan perangkat pembelajaran inovatif dengan pendekatan TPACK serta keterampilan abad 21 (Critical Thinking, Creativity, Collaboration, Communication).
Tantangan-tantangan ini teridentifikasi berdasarkan refleksi, eksplorasi, analisis dan juga wawancara yang melibatkan saya sendiri sebagai guru, peserta didik, rekan sejawat, kepala sekolah dan ahli pendidikan.
Berdasarkan tantangan yang teridentifikasi, saya merencanakan proses pembelajaran yang dapat menghadapi tantangan tersebut. Adapun langkah-langkah yang saya ambil untuk menghadapi tantangan di kelas saya, yaitu:
- Memilih pendekatan saintifik dan TPACK, hal ini guna menciptakan kondisi belajar yang inovatif.
- Model pembelajaran yang digunakan adalah Problem Base Learning, karena dengan memberikan permasalahan kontekstual, diharapkan dapat memantik motivasi belajar peserta didik dan diharapkan dapat melatih kemampuan Problem Solving peserta didik.
- Metode yang digunakan adalah metode diskusi, presentasi dan tanya jawab dengan tipe Snowball throwing. Metode ini dipilih dengan harapan proses pembelajaran yang berlangsung dapat interaktif, komunikatif, kolaboratif dan menyenangkan.
- Menyediakan beragam media pembelajaran, seperti PowerPoint Presentation, Virtual Reality, video, artikel, E-Bahan Ajar, E-LKPD dan mengkolaborasikan media-media tersebut dengan aplikasi Google Docs, Canva, Youtube dan Whatsapp dengan konsep paperless.
- Melakukan evaluasi, refleksi dan survei kepuasan belajar dengan aplikasi Google Form untuk memudahkan proses pengolahan data yang didapat selama proses pembelajaran.
Proses aksi nyata yang saya lakukan terdiri dari tiga bagian. Pertama adalah pendahuluan. Dalam pendahuluan, proses pembelajaran diawali dengan mengkondisikan peserta didik dan kelas dalam keadaan siap belajar. Lalu diawali dengan salam, menanyakan kabar, berdoa, presensi, memberikan semangat untuk memulai pembelajaran, apersepsi, motivasi dan menyampaikan kepada peserta didik terkait KD, tujuan, langkah-langkah dan penilaian pembelajaran yang ditayangkan melalui salindia serta melakukan Pretest dengan Google Form.
Bagian kedua adalah kegiatan inti. Kegiatan dalam aksi nyata yang saya lakukan mengikuti sintak dari model Problem Base Learning. Dalam sintak pertama ini, saya lebih dulu mengorientasikan peserta didik terhadap masalah kontekstual yaitu dengan menayangkan gambar permasalahan rambut berketombe pada remaja, yang memang permasalahan ini dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Masalah selanjutnya diambil dari artikel pasien transplantasi yang tubuhnya menolak organ baru. Hal ini sejalan dengan kasus gagal ginjal pada anak, yang mana kerusakan ginjal ini bisa mendorong dilakukannya tindakan medis yaitu transplantasi organ, namun masalah berlanjut ketika tubuh pasien menolak organ baru yang telah ditranspalantasikan tersebut.
Masalah lainnya, saya ambil dari video pasien lupus yang mengalami delusi dan halusinasi karena lupus bersarang di otaknya. Permasalahan-permasalahan ini dikembangkan dengan pertanyaan pemantik yang membuat pembelajaran interaktif dan peserta didik berpikir kritis saat menjawab pertanyaan pemantik tersebut.
Dalam sintak kedua, saya mengorganisasikan peserta didik ke dalam tiga kelompok dan membagikan tautan E-LKPD, E-Bahan Ajar dan Virtual Reality melalui Whatsapp Group. Dalam sintak dua ini, saya juga menyampaikan terkait intruksi pengerjaan E-LKPD dan penggunaan Virtual Reality Glassess.
Sumber: dokumentasi pribadi
Pembelajaran berlanjut ke sintak ketiga yaitu, peserta didik melakukan penyelidikan dengan berkolaborasi bersama teman kelompoknya Mereka menggunakan sumber belajar dari video Youtube, artikel, E-Bahan Ajar dan juga menggunakan Virtual Reality serta sumber lainnya yang dapat mereka gunakan untuk penyelidikan. Dalam prosesnya saya juga melakukan bimbingan kepada setiap anak dan kelompok.
Sumber: dokumentasi pribadi
Pada sintak keempat, peserta didik mulai menyajikan hasil karya mereka dalam E-LKPD juga desain infografis yang didesain melalui aplikasi Canva. Mereka juga menyiapkan E-LKPD untuk dipresentasikan. Di sintak kelima, peserta didik mengevaluasi dan menganalisis hasil karya kelompok lain yang melakukan presentasi. Proses tanya jawab juga dilakukan dengan Snowball Throwing yang berlangsung aktif dan menyenangkan. Saya juga melakukan evaluasi dan penilaian sikap dan keterampilan selama proses pembelajaran.
Sumber: dokumentasi pribadi
Bagian terakhir pembelajaran adalah penutup. Melaksanakan Ice Breaking di bagian penutup membuat suasana belajar kembali segar. Setelahnya, sebagai guru saya memberikan ulasan dan penguatan atas proses pembelajaran dan materi yang telah dikomunikasikan oleh peserta didik. Untuk selanjutnya pemberian penghargaan kepada kelompok terbaik, melakukan Posttest, refleksi dan survei kepuasan belajar dengan menggunakan Google Form. Diakhiri dengan menyampaikan informasi pembelajaran untuk minggu selanjutnya, yaitu latihan soal dan review materi untuk persiapan Penilaian Akhir Semester Ganjil, lalu doa dan salam penutup.
Sumber: dokumentasi pribadi
Â
Aksi nyata yang telah saya lakukan ini memberikan dampak yang positif untuk proses pembelajaran. Peserta didik teramati lebih bergairah, interaktif dan komunikatif. Peserta didik yang pendiam juga terlihat lebih kolaboratif. Motivasi belajar peserta didik teramati muncul dan meningkat.
Peserta didik teramati aktif dan gembira sepanjang proses pembelajaran, khususnya saat penggunaan media Virtual Reality dan saat momen tanya jawab dengan tipe Snowball Throwing. Hasil belajar pun meningkat dilihat dari Pretest dan Posttest yang telah dilakukan peserta didik. Hasilnya menunjukkan peningkatan dari rata-rata nilai 60 menjadi 80 (di atas KKM 75). Didapatkan pula data hasil survei kepuasan belajar peserta didik yang menunjukkan 58,1% sangat menyenangkan, 38,7% menyenangkan dan 3,2% netral. Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran pun adalah baik.
Berdasarkan analisis hasil pengamatan observasi dan tes dalam aksi nyata ini, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran berjalan efektif. Hal ini karena tujuan pembelajaran tercapai, yaitu meningkatnya motivasi belajar ditandai dengan gairah pembelajaran yang meningkat serta proses pembelajaran yang interaktif, komunikatif dan kolaboratif, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik yang juga ikut meningkat.
Terdapat banyak faktor yang membuat strategi pembelajaran yang telah dilakukan ini berhasil. Selain dari pembelajaran inovatif yang diterapkan, pemanfaatan sarana prasarana yang dimaksimalkan, usaha dari peserta didik untuk dapat mengikuti proses pembelajaran dengan strategi yang sebetulnya asing bagi mereka, ini juga menjadi faktor utama keberhasilan dalam pembelajaran.
Penerapan model Problem Base Learning dengan pendekatan Saintifik dan TPACK, membuat situasi belajar menjadi lebih aktual, kontekstual dan mendorong bahkan memaksa sebagian peserta didik untuk berani dalam hal berpikir dan berkomunikasi, sehingga, potensi belajar mereka keluar secara bertahap hingga maksimal.Â
Proses pembelajaran yang telah saya lakukan ini tentu jauh dari kata sempurna. Melalui aksi nyata ini, saya menemukan fakta bahwa, "Sebenarnya tidak ada peserta didik yang tidak pintar, yang ada adalah saya sebagai guru yang belum mampu mengoptimalkan potensi mereka."
Dengan menerapkan pembelajaran inovatif, saya menemukan fakta bahwa proses pembelajaran dan hasil belajar bisa lebih optimal, serta menyenangkan untuk peserta didik di kelas saya. Semoga praktik baik yang saya bagikan ini dapat menjadi gambaran dan inspirasi untuk Bapak/ Ibu guru hebat di seluruh Indonesia.
Bapak/ Ibu guru, mari terus belajar dan berbagi!
Semua murid, semua guru.
~ Jangan lupa bahagia ~
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H