Mohon tunggu...
Hanif Alwasi
Hanif Alwasi Mohon Tunggu... -

(Masih) aktif di Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia sebagai redaktur artistik. Selain itu, tercatat sebagai anggota perguruan Pencak Silat Merpati Putih.\r\n\r\nSering bercinta dengan senggang sehingga melahirkan puisi.\r\n\r\nPengasuh di blog sendiri, lengkunghanif.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku, Kamu, dan Perahu

16 Oktober 2014   07:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:49 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seingatku, aku dan kamu sudah sepakat mendayung perahu. Lalu sekejap jadi aneh, aku dan kamu malah beradu punggung. Bagaimana bisa melaju? Perahu cuma diam di lautan.

Setelah kejadian itu, aku dan kamu sepakat untuk membelah perahu. Daripada sama sekali tak melaju. Aku mengayunkan kapak, kamu menangis terisak.

Perahu sudah terbelah. Anehnya, perahu belum juga karam. Aku melaju ke timur, kamu ke barat.

Jarak aku dan kamu makin jauh, dan dari kejauhan aku menatap mentari mengambang di lautan. Kamu dan perahu menghitam, tiada beda siluet dengan bayangan.

Perahu belum juga karam.

Sesaat kemudian aku tercengang. Ada empat biji dayung dalam perahuku. Sejak kapan kamu meninggalkan dayung dalam perahu ini? Lantas kamu melaju dengan apa? Apa kamu tidak tahu kalau mentari akan membakar perahu dan kamu? Harusnya dayung ini yang membelokkan perahu.

Aku tak mungkin menangisi kejadian ini. Begitu juga kamu. Air mata hanya akan membuat karam perahuku dan -mu.

Aku lihat kamu sudah menghilang. Mungkinkah kamu karam? Sementara aku sudah berciuman dengan daratan.

Lagi-lagi aku menahan air mata. Aku tak ingin daratan ini tenggelam.

Beburung baru saja mengabarkan, kamu hidup hanya perahu yang karam. Aku tak perlu melempar dayung ke lautan karena sebenarnya kamu sedang berenang menuju daratan ini.

Air kelapa yang aku teguk tak akan aku habiskan sebelum kamu merangkul daratan. Lekas minum bersama dengan bibir-bibir asin saling bersentuhan.

Setelah itu aku dan kamu menumpahkan air mata dan air kata sepuas-puasnya. Sebelum aku, kamu, dan perahu pelan-pelan karam.

Sleman, 21 Agustus 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun