Mampukah Mencetak Generasi Qur'ani Berprestasi di Negeri Sekuler?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM Kukar di bidang ilmu Al-Qur'an dan mencetak qori, qoriah, hafiz, dan hafizah yang berprestasi dan berkualitas. Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Kutai Kartanegara (Kukar) sekaligus Ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ), Sunggono, menegaskan pentingnya alokasi anggaran LPTQ lebih besar untuk pembinaan. Sunggono menyampaikan bahwa Pemkab Kukar telah menyiapkan insentif menarik seperti hadiah rumah atau perjalanan umroh bagi para juara MTQ.
Sunggono meminta para pembina untuk menyampaikan kabar ini kepada para peserta agar mereka lebih bersemangat dalam berlatih dan berkompetisi. Sunggono juga menyarankan agar para camat di Kukar untuk segera mendirikan dan mengelola Rumah Qur'an di setiap kecamatan sebagai bentuk pembinaan yang lebih terstruktur.
Harapannya Rumah Qur'an ini akan menjadi wasilah pencarian dan pembinaan bakat generasi muda yang berpotensi menjadi qori, qoriah, hafiz dan hafizah. Bahkan juga untuk membangun SDM yang bermanfaat bagi masyarakat semisal menjadi imam masjid, pengajar ilmu agama dan pelaksana fardhu kifayah. Sunggono memastikan, bahwa kegiatan MTQ ke-45 tidak hanya menjadi ajang kompetisi, melainkan juga sebagai sarana pembinaan dan pengembangan potensi generasi muda dalam memahami dan mengamalkan Al-Qur'an.
Mampukah?
Sejatinya, apa yang disampaikan Sunggono beserta harapannya patut kita apresiasi karena hal ini adalah bentuk perhatian pemerintah dalam mendukung program Satu Desa Satu Hafiz, yang maknanya tidak hanya mencetak generasi penghafal Qur'an, namun juga membangun SDM yang bermanfaat bagi masyarakat. Akan tetapi, ada beberapa hal yang mesti kita kritisi dari kebijakan Pemkab Kukar dalam upayanya yang berusaha mengembangkan potensi generasi muda dalam bidang Al-Qur'an.
Beberapa hal tersebut yaitu, pertama program pembinaan generasi Qur'ani nan berprestasi yang diusung oleh Sekkab Kukar belumlah cukup untuk mencetak generasi mulia dan berakhlakul karimah apalagi sampai berkontribusi untuk pembangunan daerah. Mengapa? Hal ini karena program tersebut hanyalah seremonial belaka yang penghargaannya sebatas medali dan materi. Seharusnya jika Sekkab Kukar mau jeli, program tersebut haruslah menjadikan setiap peserta memiliki cara pandang bahwa ridha Allah adalah penghargaan tertinggi yang di mana saat mereka digelari sebagai qari, dan qari'ah, atau hafiz dan hafizah, mereka memastikan setiap aktivitasnya sejalan dengan ayat-ayat Qur'an yang telah mereka hafal.
Kedua, Walaupun harapan Sunggono mereka dapat mengamalkan Al-Qur'an juga, namun karena sistem pendidikan di negeri ini yang berasas sekuler (memisahkan agama dari kehidupan), banyak generasi hari ini yang tidak paham tujuan penciptaannya dan hanya berfokus kepada mencari materi dari setiap ilmu yang didapat.
Tujuan mencari ilmu bukan lagi untuk mendapat ridha Allah dan menjadi sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Melainkan tujuan tersebut bergeser ke sekedar mencari materi semisal mendapat pekerjaan yang bagus. Alhasil, selama proses mencari ilmu, tidak sedikit generasi yang hidup bebas dan tidak menjadikan ridha Allah sebagai standar dalam beraktivitas. Betapa banyak para penghafal Qur'an yang hafalannya hanya sampai tenggorokan dan tidak memberikan pengaruh apapun ke diri mereka?