Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebiri Memberantas Kekerasan Seksual, Mungkinkah?

13 Juli 2024   08:30 Diperbarui: 15 Juli 2024   20:35 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebiri Memberantas Kekerasan Seksual, Mungkinkah?

Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag

Kekerasan seksual telah menjadi momok yang menakutkan bagi perempuan di masa kini. Bagaimana tidak menakutkan jika angka kasus kekerasan seksual terus merangkak naik bahkan hampir di setiap kasusnya perempuan lah yang menjadi korban. Angka kasus kekerasan seksual terus bertambah setiap tahunnya.

Menurut data dari Kemenpppa, sepanjang tahun 2019 kasus kekerasan seksual berjumlah 20.530 kasus, tahun 2020 berjumlah 20.499 kasus, tahun 2021 berjumlah 25.210 kasus, tahun 2022 berjumlah 27.593 kasus, dan tahun 2023 berjumlah 29.883 kasus. Bahkan belum genap dua bulan di tahun 2024, kasus kekerasan seksual telah menyentuh angka 2.388 kasus. Diantara ribuan kasus yang terdata tersebut, mayoritas diantaranya menimpa perempuan dan anak-anak. Kebanyakan kasus kekerasan seksual terjadi dalam rumah tangga. (kekerasan.kemenpppa.go.id 13/2/2024).

Tingginya angka kekerasan seksual telah membuat pemerintah menggalakkan berbagai upaya masif dalam rangka mencegah atau mengurangi kasus kekerasan seksual. Berbagai upaya tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Program/Kegiatan dalam Upaya Perlindungan Perempuan di Kantor Kemenko PMK. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda, Woro Srihastuti Sulistyaningrum atau yang disapa Lisa menyampaikan bahwa sosialisasi mengenai pemahaman tentang kekerasan seksual akan terus dijalankan secara masif, penyiapan dana anggaran untuk korban, dan pelatihan bagi aparat penegak hukum. (kemenkopmk.go.id 17/1/2024)

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Robert Parlindungan menyampaikan bahwa penegakan hukum selalu mengutamakan pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak, perlindungan saksi dan korban, peradilan yang ramah dan kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas. (kemenkopmk.go.id 17/1/2024)

Maraknya kasus kekerasan seksual jugalah yang menjadi alasan bagi Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kaliman Timur untuk melakukan aksi damai menyikapi perkembangan kasus kekerasan seksual di Bumi Etam. Aksi ini digelar di Taman Samarenda, Kota Samarinda pada Jum'at, 2 Februari 2024 lalu. TRC PPA Kaltim merasa ironis akan masifnya kekerasan seksual yang pelakunya justru dari orang-orang terdekat korban. (headlinekaltim.co 2/2/2024)

Rina Zainur, Ketua TRC PPA Kaltim menegaskan tujuan aksi damai tersebut adalah untuk mendorong agar hukuman kebiri diberlakukan kepada para pelaku kekerasan seksual. Ia menyebutkan, hingga saat ini timnya aktif bekerja sama dengan pihak kepolisian melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak serta Dinas Sosial untuk penanganan kasus serta pendampingan psikologis terhadap korban kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak. (headlinekaltim.co 2/2/2024)

Puluhan ribu kasus yang tercatat tentu membuat hati bergidik ngeri. Itu baru yang terdata, bagaimana yang tidak terdata? Tentu jumlahnya jauh lebih banyak lagi. Sungguh kita patut merasa khawatir akan kekerasan seksual yang nampaknya seperti gelombang pandemi yang bisa menimpa siapa saja sekalipun korbannya adalah orang-orang terdekat kita. Lantas apa akar masalah dari maraknya kasus kekerasan seksual? Cukupkan dengan hukuman kebiri, kasus kekerasan seksual akan berkurang bahkan habis?

Akar Masalah Kasus Kekerasan Seksual

Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di seluruh daerah di negeri ini telah menandakan bahwa negeri ini darurat kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual adalah permasalahan sistemik yang artinya kasus ini tidak hanya menimpa individu semata melainkan menimpa semua kalangan di negeri ini. Sistem kehidupan yang kapitalis sekuler liberal inilah yang menjadi akar permasalahan dari maraknya kasus kekerasan seksual.

Sistem kapitalis membuat negara tak mampu memblokir industri-industri media yang menampilkan konten-konten sampah berbau pornografi., menutup kelab-kelab malam atau lokalisasi, memberangus peredaran miras dan melarang tindak perilaku LGBT. Negara tidak mampu menutup semua itu karena terbukti membawa pendapatan yang besar untuk negara. Padahal semua ini adalah faktor akan maraknya kekerasan atau pelecehan seksual. Inilah corak negara kapitalis sekuler yang selalu mementingkan keuntungan tapi meminggirkan peran agama. Asal keuntungan didapat tak peduli mudharat yang menimpa masyarakat.

Sistem liberal (serba bebas) hari ini juga menjadi penyebab setiap orang merasa bebas dalam berperilaku asal tidak merugikan orang. Padahal kemaksiatan yang mereka lakukan sejatinya telah merusak kehormatan mereka, menimbulkan penyakit menular seksual, dan trauma berat bagi korban hingga berujung pada bunuh diri. Bahkan anehnya kasus kekerasan seksual ini akan disebut kekerasan seksual jika salah satu pihak atau korban tidak sama-sama mau. Namun jika keduanya setuju (consent), maka tidak dapat disebut pelecehan atau kekerasan seksual. Naudzubillah.

Berbagai upaya yang digalakkan pemerintah di atas juga seakan tak punya taring dalam memberantas maraknya kasus kekerasan seksual. Lihatlah bagaimana upaya-upaya pemerintah yang hanya berfokus kepada penanganan korban namun tidak berfikir tentang akar masalah mengapa banyak pelaku kekerasan seksual. Oleh karenanya hukuman kebiri saja tidak cukup jika sistem kapitalis sekuler nan liberal masih menghiasi kehidupan ini. Perlu sistem yang tepat nan lengkap untuk mengubah gaya hidup dan aturan rusak di negeri ini. Apa sistem yang tepat tersebut?

Sistem Islam Memberantas Kekerasan Seksual

Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa Islam bukan sekedar agama yang mengatur hubungan ritual namun juga agama sekaligus ideologi yang mengatur hubungan sosial antar manusia agar terwujud hubungan yang sehat, bermoral, dan saling melestarikan keturunan untuk menjadi khalifah fil ardh. Sayang tidak banyak manusia sekalipun dari umatnya sendiri yang mengetahui, memahami kemudian mengamalkan aturan-aturan dalam Islam. Padahal aturan-aturan ini berasal dari sang Pencipta yang Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.

Terkait kasus kekerasan seksual, Islam telah memberikan serangkaian langkah jitu jauh sebelum adanya korban. Serangkaian langkah jitu tersebut diantaranya, pertama, Islam mendorong setiap individu agar memiliki ketakwaan kepada Allah sehingga takut ketika ingin bermaksiat dan terjaga dari perbuatan buruk lainnya. Kedua, dalam kehidupan umum, Islam memberi batasan antar laki-laki dan perempuan untuk tidak ber-ikhtilat (campur baur di suatu tempat) kecuali pada kondisi-kondisi yang diboleh kan syariah seperti hubungan muamalah, kesehatan, pendidikan dan ibadah. Selain keempat kondisi tersebut maka Islam melarang tegas aktivitas ikhtilat seperti melarang adanya konser, pesta-pesta, kelab-kelab malam, bioskop yang tidak terpisah antar laki-laki dan perempuan, dan sebagainya yang tidak ada kepentingan dalam hukum syara'.

Ketiga, Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan agar menutup auratnya, menjaga pandangannya (QS An-Nur ayat 30-31), perempuan tidak boleh ber-tabarruj (QS Al-Ahzab ayat 33), dan tidak boleh berkhalwat (berdua-duaan tanpa disertai mahram) (QS Al-Israa' ayat 32). Sebagaimana dalam Hadis Nabi saw., "Janganlah seorang pria ber-khalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya karena sesungguhnya yang ketiganya adalah setan." (HR Ahmad).

Keempat, Islam juga memerintahkan kepada negara agar menutup berbagai celah pintu kemaksiatan seperti kelab-kelab malam, tempat-tempat pelacuran, tempat-tempat penginapan yang memfasilitasi perzinaan, dan industri media yang menampilkan hubungan syahwat tak bermoral. Semua ini akan ditutup selamanya oleh negara demi menjaga kehormatan dan nasab mulia setiap insan. Inilah corak negara Islami yang mementingkan rida Allah dalam memberikan kemaslahatan pada rakyatnya. Hal ini tak akan ditemukan pada negara yang menganut sistem kapitalis sekuler liberal yang lebih menuhankan materi.

Kelima, negara memastikan tegaknya serangkaian langkah jitu di atas dan tetap mengawasi rakyatnya jika ada yang berani melanggar, maka akan dikenakan hukuman cambuk bagi yang belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah agar timbul rasa jera di hati setiap manusia dan pada akhirnya tidak berani melakukan kemaksiatan.

Demikianlah beberapa strategi jitu Islam dalam memberantas kekerasan seksual hingga terwujud suasana keimanan yang kondusif dan masyarakat yang senantiasa beramar makruf nahi mungkar. Semua langkah ini hanya bisa diterapkan pada negara yang mengambil prinsip Islam dalam mengatur urusan-urusan politiknya. Sudah saatnya umat mengarahkan pandangannya pada sistem Islam, mendakwahkan dan memperjuangkannya agar tegak di kehidupan ini kemudian mencampakkan sistem kapitalis sekuler yang wataknya akan terus menyuburkan maksiat. Wallahu 'alam bis shawab.

Sumber: https: (//narasipost.com/opini/02/2024/kebiri-memberantas-kekerasan-seksual-mungkinkah/) 23 Februari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun