Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Proyek IKN semakin jor-joran dibangun oleh Pemerintah. Terbaru, pemerintah membangun bandara VVIP di IKN yang cukup berdampak sosial bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah IKN. Di tengah kesibukan pemerintah dalam membangun infrastruktur-infrastruktur IKN, ada fakta miris yang menimpa masyarakat Kaltim yaitu sulitnya warga dalam mengakses air bersih. Seperti yang terjadi di Desa Perangat Selatan, Kec. Marangkayu, Kab. Kutai Kartanegara, yang warganya kembali mengeluhkan sulitnya akses air bersih. Hal tersebut diakibatkan karena dalam dua bulan terakhir fasilitas air bersih di Desa Perangat Selatan tidak berfungsi maksimal.
Padahal fasilitas air bersih tersebut dibangun dengan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) sebesar Rp 600 juta. Bupati Kukar Edi Damansyah pun telah meresmikan BKKD Sarpras Peningkatan Fasilitas Air Bersih Program Kukar Idaman Tahun 2023 ini. Saat peresmian oleh Bupati Edi Damansyah, air mengalir lancer. Namun sayangnya, dua bulan belakangan, aliran air ke salah satu RT di Desa Perangat Selatan itu justru terhambat.
Warga yang mulai kesulitan air bersih sejak dua bulan lalu, terpaksa harus membeli air dengan harga Rp90 ribu per tandon. Bagi yang tak punya cukup uang, mereka harus mengangkat air dari sungai atau rumah keluarga untuk keperluan sehari-hari mereka. Syaiful, warga Desa Perangat Selatan yang mempunyai usaha warung makan, mengeluhkan sulitnya air bersih ini. Ia mengatakan air mulai macet sebelum lebaran. Pihak pengelola air mengatakan debit air berkurang, sementara pemakaian meningkat karena menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Sebenarnya Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) untuk infrastruktur air bersih ini telah diusulkan kepada Bupati Edi Damansyah dan cair pada Desember 2023 lalu. Namun proses pengerjaannya mengalami kendala karena kondisi sumur yang belum bersih 100 persen hingga insiden pompa sumur terbakar karena ada kendaraan yang menabrak tiang listrik di desa tetangga (Perangat Baru). Belum lagi kendala lainnya seperti komunikasi antar perangkat desa yang mengalami kesalahpahaman dalam pengerjaan proyek dan alokasi BKKD. Semua ini menjadi penyebab macetnya air bersih sampai ke Desa Perangat Selatan.
Air Bersih Sulit
Peristiwa sulitnya warga dalam mengakses air bersih ini juga tidak hanya terjadi di Desa Perangat Selatan, melainkan juga terjadi di Kota Balikpapan dan PPU (Penajam Paser Utara). Purwadi Purwoharsojo, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman sampai angkat bicara mengenai minimnya ketersediaan air bersih di sekitar wilayah IKN. Purwadi mengatakan, kondisi krisis air bersih tidak jauh berbeda dengan kebutuhan dasar publik lainnya semisal BBM yang juga langka.
Purwadi pun juga menyinggung mengenai kondisi air di IKN yang katanya bisa langsung diminum. Sementara dua daerah di depan IKN masih berjibaku soal kebutuhan dasar publik yaitu ketersediaan air bersih. Purwadi menambahkan, apabila Balikpapan dan PPU kesulitan air bersih, lalu bagaimana dengan Mahakam ULU yang belum memiliki layanan PDAM? Mereka selama ini bergantung dari Sungai Mahakam Ulu sebagai suplai air baku.
Purwadi merasa miris ketika melihat Pembangunan IKN yang tampak megah dengan anggaran sangat besar namun di saat yang bersamaan ada rakyat Balikpapan dan PPU yang harus berjuang setengah mati sekedar mendapatkan air bersih. Purwadi pun mengingatkan, pejabat publik mendapatkan gaji dari pajak rakyat. Sudah seharusnya membantu masyarakat dengan berbagai cara. Mereka seharusnya menjadi pelayan rakyat. Bukan justru malah ingin dilayani rakyat.
Pernyataan Purwadi sungguh sangat nyata adanya karena fenomena sulitnya warga Kaltim dalam mengakses air bersih tidak hanya di tiga daerah yang disebutkan di atas. Melainkan juga masih banyak daerah-daerah yang menjadi bagian dari Kaltim namun belum menikmati air bersih. Padahal Kaltim merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, namun ironinya selama bertahun-tahun, rakyatnya masih berjuang mati-matian demi mendapatkan air bersih.
Ini baru bicara kesulitan air bersih di Provinsi Kalimantan Timur. Bagaimana dengan daerah-daerah terpencil lainnya di Indonesia? Tentu mereka pun mengalami hal yang sama. Padahal sejatinya, air adalah kebutuhan primer bagi manusia dan sumber kehidupan makhluk hidup. Tanpa air, makhluk hidup bisa kekeringan bahkan mati. Namun sayangnya, di negara yang menerapkan sistem kapitalisme hari ini, berbagai kebutuhan rakyat seperti halnya pengelolaan air, selalu dikapitalisasi dengan diserahkan pengelolaannya kepada pihak korporasi atau swasta.
Pihak korporasi tentunya hanya mencari keuntungan tanpa menilai halal dan haram. Alhasil rakyat pun mau tak mau merogoh kocek lebih dalam demi mendapatkan 'seember' air. Contoh kapitalisasi air ini dapat kita lihat bagaimana untuk mendapatkan air yang layak konsumsi, rakyat harus membelinya kepada perusahaan-perusahaan air minum atau PDAM. Dengan asas kapitalis, wajar negara kemudian memberikan izin kepada perusahaan ini untuk mengelola dan mendistribusikan air kepada masyarakat secara berbayar. Sementara itu perusahaan-perusahaan air minum juga semakin menjamur.
Kualitas air yang didapat rakyat pun juga tak sebanding dengan mahalnya biaya yang mesti mereka bayar. Sudah banyak rakyat yang mengeluh akan kualitas air yang semakin menurun. Seperti air yang keruh, kekuningan, dan tak layak untuk digunakan. Bahkan penyebab kualitas air yang menurun ini tak terlepas dari tambang-tambang ilegal atau perampasan lahan warga oleh mafia-mafia tanah dan oligarki. Namun anehnya, pemerintah nampak tak bergigi dalam memberantas tambang-tambang ilegal yang aktivitasnya telah membuat rusak sumber air untuk masyarakat.
Inilah akar masalah dari sulitnya warga mengakses air bersih. Yaitu paradigma kapitalis nan liberalis yang membuat negara hanya sekedar menjadi fasilitator antar rakyat dan industri swasta. Dalam sistem kapitalis, rakyat hanya dianggap sebagai objek materi yang berfungsi memperkaya APBN negara beserta jajaran pemerintahnya. Sementara di saat yang bersamaan, pemerintah malah dengan sukarela menyerahkan kekayaaan alam yang begitu besarnya kepada swasta dan asing. Kalau sudah begini, masihkah rakyat berharap bisa mendapatkan air bersih secara berkualitas dan murah jika watak kapitalis sekuler nan liberalis ini masih diterapkan oleh negara?
Air dalam Islam
Dalam Islam, air adalah kepemilikan umum yang artinya haram diprivatisasi oleh individu atau segelintir orang. Negara wajib mengelola semua kepemilikan umum ini dan memberikan manfaatnya kepada rakyat. Rasulullah saw., bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api." (HR Ibnu Majah). Oleh karenanya negara akan mengelola dan mendistribusikan air ke seluruh rakyat baik di daerah perkotaan, pedesaan atau daerah terpencil sekalipun dengan harga yang murah, berkualitas bahkan bisa gratis. Negara juga akan melarang siapapun yang memonopoli atau menghalangi rakyat dari mendapatkan air dan akan memberikan sanksi tegas bagi yang berani melakukannya. Semua ini dilakukan negara karena air adalah kebutuhan primer manusia yang pemenuhannya wajib dipenuhi oleh negara.
Kehebatan sistem Islam dalam mengatur pengelolaan dan pendistribusian air pernah dicontohkan oleh Khalifah Harun ar-Rasyid pada tahun 789M yang membangun waduk di bawah tanah yang berfungsi penampung air hujan dan jalur transportasi di kota Ramla. Sampai saat ini waduk tersebut menjadi situs sejarah yang dikagumi dunia dan memberi manfaat bagi penduduk kota. Ada juga khalifah yang bernama Fannakhusru bin Hasan yang berkuasa pada masa kekhilafahan Abbasiyah yaitu pada tahun 324-372H, yang banyak membangun bendungan untuk mencegah krisis air.
Semua ini merupakan gambaran dari fungsi kepemimpinan dalam Islam yang berdiri di atas asas keimanan dan pelaksanaannya yang dibimbing oleh syariat. Bukan asas kapitalis dan pelaksanaanya yang liberal seperti hari ini. Para pemimpin Islam benar-benar menjaga dirinya dari berbuat zalim kepada rakyat dan berfungsi sebagai pengurus dan penjaga bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Hal ini dilakukan karena mereka paham tentang sabda Rasulullah saw.,
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari). Alhasil hanya dengan Islamlah, solusi air bersih dapat dituntaskan dan kesejahteraan pun akan dirasakan oleh seluruh makhluk hidup di muka bumi. Wallahu 'alam bis shawab.
Sumber: Koran Swara Kaltim Edisi 3 Juni 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H