Negara yang menerapkan sistem kapitalis juga telah berlaku sewenang-wenang untuk mencari keuntungan yang besar. Salah satunya dengan meloloskan regulasi yang lebih berpihak kepada oligarki seperti UU Omnibus Law pada bab Bank Tanah yang di mana disebutkan dalam bab tersebut bahwa negara berhak menguasai tanah untuk Pembangunan PSN seperti jalan tol, ataupun infrastruktur lainnya dan adanya Peraturan Presiden (Perpres) No. 78 Tahun 2023 tentang penanganan dampak sosial kemasyarakatan dalam rangka penyediaan tanah untuk pembangunan nasional. Inilah bukti negara sangat memudahkan investor asing untuk menguasai lahan demi kepentingan bisnis semata atas nama PSN.
Atas dasar semua ini, dimana posisi sila keempat yang berbunyi 'kemanusiaan yang adil dan beradab', jika lahan rakyat selalu dirampas sewenang-wenang demi proyek PSN atau investasi yang hanya menguntungkan oligarki? Apalagi konflik perampasan lahan ini tidak hanya terjadi di satu dua daerah saja. Menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terdapat 2.710 konflik agraria selama kepemimpinan Joko Widodo. Bahkan sejak 2015-2022, ribuan kasus agraria itu telah berdampak pada 5,8 juta hektare tanah milik masyarakat dan korban yang mencapai 1,7 juta keluarga di seluruh wilayah Indonesia. Astagfirullah.
Penyelesaian atas berbagai konflik agraria tersebut nyatanya juga jauh dari rasa keadilan. Masih banyak warga yang dirampas lahannya namun sering tidak mendapat ganti rugi yang memadai bahkan hilang begitu saja seperti tanah warga yang dipakai untuk membangun jalan tol di Semarang-Demak. Alhasil masihkah kita berharap terhadap negara hari ini yang lebih berpihak kepada oligarki dibanding rakyatnya sendiri? Telah nyata kita melihat sikap negara yang seharusnya menentramkan kehidupan rakyat dan menjadi pelindung justru bersikap sebaliknya yaitu bersikap represif dan kian zalim saja setiap harinya. Lantas bagaimana seharusnya penyelesaian ini dalampandangan Islam?
Pemindahan Ibu Kota dalam Islam
Dalam Islam pemindahan IKN memang tidak dilarang selama pemindahan tersebut membawa kemaslahatan untuk rakyat. Namun jika pemindahan IKN tersebut justru banyak menyebabkan kezaliman bagi rakyat seperti adanya perampasan lahan maka hal ini jelas terlarang. Tercatat dalam sejarah, kekhilafahan dulunya cukup sering berpindah-pindah ibu kota. Seperti pada masa kekhilafahan Abbasiyah saat itu ketika ibu kotanya sempat berpindah. Awalnya ibu kotanya berada di Damaskus selama kurang lebih 90 tahun. Kemudian berpindah ke Baghdad dengan alasan bahwa Baghdad adalah lokasi yang strategis, berada di tepi Sungai Tigris yang subur dan dilalui jalur perdagangan antar bangsa Arab.
Pemindahan ibu kota dalam Islam tentunya juga tidak akan mengorbankan harta rakyat atau sampai merampas lahan rakyat. Sebabnya dalam Islam, tanah adalah hak seluruh kaum muslim yang pengelolaannya bebas dimanfaatkan oleh siapa pun jika tanah tersebut tidak terkait dengan kemaslahatan umum. Tanah-tanah yang terkait dengan kemaslahatan umum seperti gunung, pantai, lembah, dan tanah-tanah mati yang tidak dimiliki individu, kepemilikannya diserahkan kepada negara dan tidak boleh dikuasai secara individu.
Oleh karenanya, di luar tanah-tanah milik umum dan negara, maka tanah tersebut artinya milik individu. Tanah milik individu tentunya dimiliki dengan kepemilikan yang sah menurut syariat. Pemiliknya boleh menjual tanah miliknya atau melakukan tindakan lain terhadap tanahnya yang dibenarkan oleh syariah. Tentunya tanah-tanah milik individu tersebut haram diambil paksa oleh negara atau siapapun sekalipun atas nama PSN tanpa kerelaan pemiliknya. Nabi saw., bersabda "Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, Allah akan mengalungkan tujuh lapis bumi kepada dirinya. (HR Muttafaq 'alaih).
Dengan demikian pemindahan ibu kota dalam Islam tentu akan menyejahterakan semua pihak dan jauh dari intervensi asing sehingga negara bisa mandiri dalam pemindahannya tanpa menzalimi rakyatnya. Pemindahan ibu kota dalam Islam jelas bersumber dari beberapa pos pendapatan negara seperti dari pos pengelolaan SDA yang tepat, jizyah, kharaj, usyr dan dan sebagainya. Alhasil pembangunan ibu kota akan berjalan dengan berkeadilan dan tidak akan merusak lingkungan karena berjalan di atas syariat-Nya. Bahkan pembangunan sarana dan infrastuktur tidak hanya terpusat di ibu kota namun akan merata di seluruh wilayah sehingga rakyat akan sejahtera tanpa merasa iri terhadap wilayah ibu kota yang lebih lengkap fasilitasnya. Sudah saatnya penyelesaian konflik agraria dan pemindahan IKN mesti membutuhkan kekuatan sistem islam politik yaitu khilafah. Semoga tak lama lagi umat Islam akan menyongsongnya. Wallahu 'alam bis shawab. []
Sumber: Nusantara News 10 Mei 20224 (https://www.nusantaranews.net/2024/05/bagaikan-ngontrak-di-tanah-sendiri.html?m=1)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H