Islam Mengatasi Polemik Kelangkaan Bahan Bakar
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi)
Tidak habis-habisnya penderitaan yang dialami rakyat pada beberapa bulan terakhir ini. Mulai dari kenaikan bahan-bahan pokok, kenaikan pajak, hingga pada puncak penderitaan yaitu kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak), pembatasan subsidi hingga penggunaan aplikasi My Pertamina yang menyulitkan rakyat. Pasalnya pada 10 Juli 2022 kemarin Pertamina mengumumkan kenaikan harga BBM non subsidi yang ketiga kalinya akibat dampak perang Rusia dan Ukraina.
Perlu diketahui kebutuhan BBM di Indonesia didapatkan dari impor dan bergantung pada harga minyak dunia sehingga untuk menekan harga dalam negeri, pemerintah masih memberikan subsidi melalui anggaran subsidi dari APBN. Namun pada 2022 anggaran APBN mengalami kenaikan yang semula direncanakan hanya Rp 140 triliun, naik menjadi Rp 280 triliun. Hal inilah yang menjadi penyebab Pemerintah membatasi BBM subsidi dan menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban APBN.
Dampak pembatasan BBM subsidi dan kenaikan harga BBM dirasakan di berbagai wilayah dalam negeri termasuk di wilayah Kaltim yang mengalami kelangkaan BBM. Sudah sejak satu bulan terakhir BBM jenis Pertalite mulai langka di Kota Samarinda sehingga para pengendara roda dua dan empat harus rela mengantri panjang hingga memakan badan jalan dan menimbulkan kemacetan demi mendapatkan pertalite. Kondisi ini mau tidak mau memaksa para pengendara untuk merogoh kocek lebih dalam dengan membeli BBM non subsidi yakni pertamax yang harganya cukup mahal.
Adi, salah satu driver online mengeluhkan beratnya kelangkaan BBM subsidi ini sehingga ia terpaksa harus membeli BBM pertamax agar ia bisa bergerak cepat untuk mencari orderan. Ismail, salah satu petugas SPBU mengaku bahwa pasokan BBM selalu ada setiap hari sebanyak 8.000 hingga 16.000 liter yang disalurkan ke setiap SPBU yang ada di Samarinda namun persedian ini terus habis dalam waktu yang cepat bahkan banyak kendaraan yang tidak mengalami kebagian.
Kelangkaan BBM jenis pertalite dan bio solar juga terjadi di wilayah Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Bahkan dari 4 SPBU yang ada di kota Sangatta, stok ketersediaan pertalite dan bio solar hanya tersedia di jam-jam tertentu saja. Menyikapi kelangkaan tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim memberikan solusi dalam mengatasi kelangkaan pertalite dan bio solar di Kutim.
Zaini, Kepala Disperindag Kutim mengatakan "Sudah ada kesepakatan, Disperindag bagian ekonomi setkab Kutim akan mengeluarkan surat edaran terkait BBM bersubsidi dan pertalite ini. Khususnya bagi SPBU tidak boleh menjual solar subsidi dan pertalite kepada pengetap dan pertamini. Selain itu, kami meminta agar Pertamina dann BRI (Bank Rakyat Indonesia) untuk menerbitkan kartu bahan bakar, sebagai kartu kendali konsumsi BBM bersubsidi jenis solar dan pertalite di Kutim." Zaini juga akan menindak tegas dan bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk melakukan penertiban terhadap Pertamini yang ilegal dan menjamur di Kutim.
Salah Kelola Minyak ala Kapitalisme
Problem kenaikan BBM tentu tidak bisa dipandang remeh karena kenaikan BBM justru berakibat buruk bagi permasalahan ekonomi masyarakat. Harga-harga barang dan jasa tentu juga akan ikut-ikutan naik. Problem ini tidak terlepas dari sistem yang mengatur pengelolaan BBM di dalam negeri yaitu sistem Kapitalisme yang dasarnya meniadakan agama. Sistem Kapitalisme yang diterapkan dalam semua bidang seperti di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan SDA (Sumber Daya Alam) menjadikan setiap individu masyarakat bebas menguasai SDA dengan tujuan komersial. Akhirnya hubungan pemerintah dan rakyat hanya sekedar sebagai pedagang dan pembeli bukan sebagai pelayan rakyat.
BBM yang harusnya dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk menyejahterakan rakyat justu malah diserahkan dan dikuasai oleh korporasi semisal Pertamina, sehingga lumrah jika Pertamina mengambil untung dari bisnis BBM ini tanpa mengindahkan halal dan haram. Padahal kekayaan tambang Indonesia cukup banyak dan termasuk yang terbesar se-Asia Tenggara namun herannya rakyat yang hidup di dalamnya sulit mendapatkan energi dari SDA ini dan kemiskinan makin subur setiap harinya.
Inilah akibat penerapan sistem Kapitalisme liberal yang menjadikan para pemimpinnya nampak tidak peduli terhadap urusan rakyat dan selalu mengkomersilkan kebutuhan rakyat seperti kesehatan, pendidikan termasuk BBM. Dalam kehidupan kapitalisme, apapun yang menghasilkan manfaat akan diambil dan yang tidak menghasilkan manfaat akan dibuang. Itulah mengapa rakyat berusaha mencari materi sebanyak-banyaknya namun di satu sisi mereka jauh dari agama sehingga tidak mengenal konsep halal dan haram. Jelaslah sudah bahwa kapitalisme adalah akar masalah dari sempit dan rusaknya kehidupan saat ini.
Islam Mensejahterakan Rakyat
Peliknya kehidupan saat ini dan beratnya beban rakyat atas ketidakstabilan ekonomi yang terjadi membuat sebagian besar rakyat pesimis jika kesejahteraan bisa di dapat dalam sistem kehidupan saat ini. Rakyat sudah terlalu lelah mendengar janji-janji manis pemimpin saat kampanye. Karena pada akhirnya para pemimpin yang telah duduk di kursi kekuasaan, nampaknya justru melupakan rakyat bahkan selalu mempersulit kehidupan mereka. Sulit rasanya berharap kepada penguasa untuk menanggung kebutuhan mereka, yang ada rakyat akan dipersekusi jika berani mengkritik pemerintah dengan terang-terangan.
Sudah saatnya rakyat membuka mata dan menggali lebih dalam lagi akan kehebatan sistem Islam dalam mengatur urusan rakyat. Paradigma sistem Islam adalah mengurusi umat, bukan seperti Kapitalisme yang hanya berasas manfaat. Dalam mengatur sumber daya energi contohnya, Islam mengatur bahwa SDA adalah kepemilikan umum yang pengelolaannya dimanfaatkan langsung oleh masyarakat atau Negara sebagai perwakilan sebagaimana sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam "Sesungguhnya umat Islam berserikat dalam tiga perkara: air, api dan padang gembalaan." (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).Â
Sedangkan BBM termasuk dalam api karena merupakan sumber energi yang menghasilkan panas. Oleh sebab itu dalam Islam Sumber Daya Energi ataupun SDA lainnya tidak boleh dimonopoli oleh sekelompok orang karena hakikat bendanya yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan Negara wajib mengembalikan hasil pengelolaan SDA dalam bentuk fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan lainnya dengan harga yang murah bahkan gratis.
Pengelolaan SDA juga harus memperhatikan mekanisme syari'at agar tidak menimbulkan kerusakan alam seperti polusi, pemanasan global, dan bencana-bencana lainnya sehingga nyawa yang hidup di dalam nya terjamin kehidupannya bahkan hewan dan tumbuhan tidak dirusak habitatnya.
Demikianlah pengelolaan Islam dalam mengatur manusia. Aturannya lahir dari Pencipta yang paling tahu ciptaannya sehingga tidak mungkin menimbulkan kerusakan dan kezaliman. Sudah seharusnya umat Islam memperjuangkan Islam agar diterapkan dalam kehidupan sehingga Islam Rahmatan lil 'alamin bisa terwujud dengan segera. Wallahu 'alam bis shawab. []
Sumber: Koran Swara Kaltim Edisi 27 Juli 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI