Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cara Islam Mencegah dan Memberantas Pelecehan Seksual

13 Maret 2024   22:18 Diperbarui: 13 Maret 2024   22:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cara Islam Mencegah dan Memberantas Pelecehan Seksual

Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi Ilmu Al Qur'an dan Tafsir UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda)

Semakin hari kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual tidak pernah berhenti. Bagai fenomena gunung es, kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual terus bermunculan bahkan menimpa lembaga pendidikan yang notabene adalah sebuah lembaga yang berfungsi mencetak generasi-generasi cerdas dan berakhlak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang Januari-Juli 2022, terdapat 12 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di lembaga pendidikan.

Retno Listyarti, Komisioner KPAI menyebutkan "Kasus-kasus kekerasan seksual terjadi di sekolah dalam wilayah KemendikbudRistek sebanyak 25 persen dan 75 persen berada di satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama." (Kompas TV, 23/7/2022). Ini baru yang tercatat, bagaimana dengan kasus-kasus lain yang tidak terungkap? tentu lebih banyak lagi.

Kasus pelecehan dan kekerasan seksual juga menimpa lembaga perguruan tinggi. Bahkan perguruan tinggi menempati urutan pertama dalam hal terjadinya kasus kekerasan seksual terbanyak antara tahun 2015-2021 dengan total kasus mencapai 299.911 kasus. Sepanjang tahun 2020 saja, berdasarkan survei yang dilakukan oleh KemendikbudRistek terdapat 63 persen kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan demi menjaga nama baik kampus. Sementara pada tahun 2022 kasus kekerasan seksual meningkat menjadi 338.496 kasus.

Kasus pelecehan seksual juga menimpa salah satu mahasiswa perguruan tinggi Islam di Kalimantan Timur. Kasus dugaan pelecehan tersebut membuat terduga pelaku pelecehan seksual mengundurkan diri dari organisasinya karena desakan sejumlah mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa mengecam dugaan pelecehan seksual.

Berbagai pihak terkait di perguruan tinggi tersebut terus berupaya meningkatkan perlindungan dalam hal mencegah kasus kekerasan dan pelecehan seksual seperti memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku dan memberikan pendampingan psikologis terhadap korban pelecehan seksual seperti yang dilakukan oleh PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak). Sejumlah mahasiswa di perguruan tinggi tersebut juga mendesak kampus agar melaksanakan Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendis Nomor 5494/2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.

Pemuda Terjebak Pergaulan Bebas

Sungguh mengherankan bagaimana kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di negeri ini seakan tidak pernah surut padahal negeri ini adalah mayoritas Muslim terbesar dan penduduknya sangat menjunjung tinggi nilai moral. Ratusan ribu kasus pelecehan seksual mengindikasikan bahwa negeri ini mengalami darurat kekerasan seksual. Kasus-kasus ini harus segera ditangani penyelesaiannya hingga ke akar. Solusi-solusi yang ditawarkan oleh berbagai pihak nampaknya hanyalah solusi pragmatis yang hanya berfokus kepada cabang masalah namun tidak menyentuh akar permasalahan.

Jika kita lihat, kasus-kasus yang terjadi disebut pelecehan atau kekerasan jika salah satu pihak atau korban tidak setuju atas perlakuan pelaku atau tidak sama-sama suka dan mau. Namun jika keduanya sama-sama suka (consent) maka tidak dapat disebut pelecehan atau kekerasan seksual. Inilah yang menjadi akar masalah terjadinya kasus pelecehan seksual. 

Hubungan seksual hanya dilegalisasi dengan konsep consent yang akhirnya banyak pemuda terjebak pergaulan bebas dengan dalih keduanya sama-sama consent. UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) yang baru disahkan pada tahun 2022 nampaknya juga sulit menyelesaikan banyaknya kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual bahkan sehari setelah pengesahannya muncul kasus seorang anak yang diperkosa oleh bapaknya sendiri.

Solusi yang digalakkan oleh Permendikbud dan berbagai satgas pencegahan pelecehan seksual justru hanya melindungi liberalisasi pergaulan, bukan mencegah apalagi memberantas. Mereka hanya berfokus memberikan perlindungan terhadap korban namun tidak memberantas tuntas mengapa korban-korban pelecehan seksual terus berjatuhan. 

Andai mereka dapat berpikir dengan jernih bahwa kasus-kasus seksual yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh individu-individunya yang bermasalah namun lonjakan kasus ini disebabkan karena sistem kehidupan di negeri ini yang jauh dari Islam sehingga generasi-generasinya tidak takut kepada Sang Pencipta dan memenuhi syahwatnya dengan sebebas-bebasnya.

Oleh sebab itu kasus-kasus pelecehan seksual atau yang serupa dengan itu seperti HIV/AIDS, eljibiti dan perzinahan sesungguhnya adalah permasalahan sistemik dan solusinya juga harus bersifat sistemik yang menyentuh dan mengubah sistem kehidupan bermasalah yang telah bercokol lama di negeri ini.

Langkah Islam Mencegah dan Memberantas Pelecehan Seksual

Sesungguhnya Islam mempunyai berbagai langkah kuratif dan preventif dalam mencegah tindak pelecehan dan kekerasan seksual. Sebelum munculnya kasus-kasus pelecehan seksual, Islam telah memberikan sejumlah langkah preventif yang harus dilakukan dari masing-masing individu agar kasus-kasus pelecehan seksual berkurang bahkan hilang. Langkah preventif tersebut diantaranya:

1.Islam mendorong setiap individu Muslim untuk tetap bertakwa kepada Allah sehingga muncul rasa takut kepada Allah dan jauh dari aktvitas maksiat.

2.Pada kehidupan umum, Islam memerintahkan muslimah yang keluar rumah harus memakai pakaian secara syar'i sebagaimana Allah berfirman dalam QS Al Ahzab ayat 59 yang artinya "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu"

3.Islam menjaga interaksi antar laki-laki dan perempuan dengan melarang berkhalwat dan ikhtilat (campur baur).

4.Islam memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. "Katakanlah kepada laki-laki/perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya." Lihat QS An-Nur ayat 30 dan 31.

5.Islam melarang tabarruj bagi perempuan. "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu..." (QS Al Ahzab ayat 33)

Negara juga akan mendorong masyarakatnya untuk melakukan amar ma'ruf nahi mungkar sehingga jika ada yang berani melakukan perbuatan kriminal maka masyarakat yang lain akan berani menegur langsung. Tidak seperti di kehidupan sekarang yang masyarakatnya justru bersikap individualis.

Negara juga wajib menutup berbagai celah yang bisa mendorong seseorang untuk melampiaskan syahwat yang tidak sesuai syariat seperti film, pornografi atau media-media digital lainnya yang menampilkan kebebasan interaksi antar laki-laki dan perempuan. Negara juga akan menutup tempat-tempat yang memfasilitasi kemaksiatan seperti diskotik atau kelab malam. 

Selain itu dalam dunia pendidikan walaupun ikhtilat diperbolehkan, Negara tetap akan mengawasi generasinya untuk tidak melakukan ikhtilat dan khalwat seperti memisahkan gedung atau kelas laki-laki dan perempuan dan mencegah kondisi untuk laki-laki dan perempuan berkhalwat semisal ruang konsultasi mahasiswa dengan dosen yang tidak tertutup.

Demikianlah langkah preventif Islam dalam menuntaskan kasus kekerasan dan pelecehan seksual. Langkah-langkah ini tentu akan mewujudkan suasana keimanan yang tinggi sehingga akan mencegah para mahasiswa dan akademisi kampus untuk melakukan hal-hal yang dilarang Islam. Berbagai langkah ini tidak dapat diterapkan jika Negara tidak mendukung dan justru abai dari menjaga rakyatnya untuk tetap tunduk terhadap syariat. 

Jika kasus pelecehan seksual terlanjur terjadi maka Negara akan memberikan langkah kuratif seperti hukuman cambuk bagi yang belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah agar timbul efek jera sehingga tidak ada yang berani melakukan kemaksiatan. Sudah seharusnya Negara mengambil Islam menjadi ideologi bangsa karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR Ahmad dan Bukhari). Wallahu 'alam bis shawab. []

Sumber: Koran Swara Kaltim Edisi 6 Oktober 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun