Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemuda: Menjadi Problem Solver atau Trouble Maker?

12 Mei 2023   17:59 Diperbarui: 12 Mei 2023   18:08 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemuda : Menjadi Problem Solver atau Trouble Maker?

Oleh : Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi)

Pemuda adalah tulang punggung bangsa dan salah satu  pilar bagi kemajuan dan pembangunan bangsa. Suatu bangsa dikatakan berhasil dan maju jika para pemudanya juga berhasil dalam merubah masyarakatnya untuk menuju arah perubahan yang lebih baik. Peran pemuda tidak bisa diremehkan karena di masa depan, merekalah yang akan menggantikan tonggak kepemimpinan. Oleh sebab itu  pemuda harus cerdas, inovatif dan memiliki kepribadian yang islami agar masa mudanya tidak habis sia-sia.

Hal inilah yang menjadi alasan bagi Muhadjir Effendy (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) menyampaikan pentingnya menanamkan semangat keislaman dan jiwa nasionalisme dengan seimbang dalam rangka memberikan sumbangan yang besar bagi Indonesia. Ia juga menyampaikan bahwa pemuda harus dibekali dengan mental kebangsaan dan ideologi keislaman yang mantap serta soft skill yang mumpuni sehingga Indonesia Emas dapat terwujud tahun 2045 nanti. Motivasi ini ia utarakan di Muktamar Nasional ke-32 Pelajar Islam Indonesia (PII) yang dihadiri 750 peserta pemuda di Kompleks Asrama Haji Balikpapan, Kalimantan Timur dengan tema "Transformasi Gerakan Pelajar Menuju Indonesia Emas 2045" pada hari Jum'at (5/5/2023).

Muhadjir juga meminta para pelajar memiliki mimpi besar dan cara pandang global yang jauh ke depan serta harus menanamkan jiwa wirausaha sehingga dapat berkontribusi untuk memajukan Indonesia. "Saya berpesan kepada pengurus PII untuk memberikan pembelajaran bagi adik-adik disini agar menjadi seorang enterpreneur (pengusaha) mulai dari yang ringan dulu. Sebagai modal adik-adik untuk memberikan kontribusinya kepada Indonesia ke depan." Tutur Muhadjir. (Kemenkopmk.go.id)

Potensi Pemuda Terbajak

Sekilas pidato yang disampaikan oleh Muhadjir cukup baik dan penuh motivasi bagi para pemuda agar memiliki kreaktivitas, inovasi dan disaat yang bersamaan memiliki rasa cinta tanah air sehingga tumbuh dalam dirinya sebuah tekad untuk memajukan bangsanya sendiri. Namun sayangnya penyampaian Menko PMK tersebut tidak berkorelasi dengan keadaan pemuda sekarang yang banyak mengalami krisis moral. Bagaimana tidak? Di Negeri dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, potret pemudanya justru kian hari kian jauh dari identitasnya sebagai seorang Muslim. Mereka sering bertindak kriminal, bergaul bebas, lemah mental, tak mau bertanggung jawab bahkan iman mereka begitu lemah sehingga mudah melakukan maksiat.

Tidakkah para pemimpin bangsa itu sadar dan peduli akan nasib pemudanya? Apalagi Muhadjir menyampaikan bahwa pemuda harus memiliki jiwa usaha untuk meningkatkan eknomi bangsa. Pernyataan ini sesungguhnya bisa melukai hati rakyat. Mengapa? Karena para pemimpin bangsa menuntut rakyatnya untuk meningkatkan ekonomi dengan menjadi pengusaha, namun disaat yang bersamaan hasil kekayaan sumber daya alam di negeri ini justru dirampok habis-habisan oleh pihak asing dan swasta. Akibatnya kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat tajam dan rakyatlah yang menjadi korban. Sudahlah menjadi korban bukannya diayomi malah disuruh memberikan kontribusi untuk bangsa. Seharusnya yang menjadi pertanyaan adalah kontribusi apa yang diberikan negara untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya?

Pun juga penyatan Muhajir mengenai para pelajar yang didorong memiliki mimpi besar dengan berjiwa usaha, sesungguhnya pernyataan tersebut adalah jebakan dari ideologi kapitalis untuk melemahkan potensi dan kekritisan mereka. Para pemuda dituntut untuk membangun usaha dan menciptakan lapangan kerja padahal tugas ini adalah tugas negara, bukan tugas rakyat. Jika pemuda hanya berfikir menciptakan usaha dan menjadi pengusaha, mereka akan memiliki cara pandang materialistis.

Akibatnya pemuda tumbuh dengan visi hidup yang hanya mengejar materi namun kering secara ruhani. Belum lagi potensi dan tenaga mereka yang besar tentu akan menjadi santapan oleh berbagai industri kapitalis untuk memeras tenaga mereka. Akhirnya potensi dan sikap kritis mereka teralihkan untuk bekerja demi mengejar materi sementara penguasa sibuk menimbun kekayaan negeri hasil kepentingan mereka kepada pihak asing. Sungguh penguasa tidak boleh berdiam diri atas nasib pemuda saat ini apalagi sampai menunggu tahun 2045. Ada kah jaminan pada tahun itu para pemudanya bernasib cerah dan tidak lagi terpuruk? Bukankah pada tahun ini saja banyak diantara pemuda yang menjadi trouble maker dan meresahkan masyarakat? Oleh karenanya butuh solusi tuntas untuk menyelesaikan problem pemuda dan Islam telah memilikinya.

Pemuda Problem Solver

Pada peradaban Islam dahulu peran pemuda sangat dibutuhkan demi tersebarnya dakwah Islam dan kemajuan bagi peradaban. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yang mulia sangat mengetahui potensi pemuda sehingga pada masa awal dakwah beliau banyak diantara kalangan pemuda yang masuk Islam seperti Ali bin Abi Thalib yang berusia delapan tahun, Zubair bin Awwam juga delapan tahun bahkan Arqam bin Abi al-Arqam yang pada saat itu berusia dua belas tahun, rumahnya telah menjadi markas dakwah Nabi dalam mengajarkan Islam dan membina para sahabat.

Sikap Nabi sungguh peduli dan dekat kepada para pemuda. Beliau membina mereka selama kurun waktu tiga tahun dengan meningkatkan aktivitas berfikir di antara mereka mengenai ayat-ayat Allah dan merenunginya secara mendalam terhadap seluruh ciptaan-Nya. Beliau juga membimbing akal mereka dengan pemahaman Islam dan Al-Qur'an  dan membentuk akhlak dan kepribadian mereka mejadi seorang yang sabar dalam beriman kepada Allah, ridha dan ikhlas dalam ketaatan dan siap berjuang bersama Nabi untuk menegakkan dan menyebarluaskan panji Islam.

Oleh karenanya para pemuda pada zaman Nabi tumbuh menjadi seorang pemuda yang berjiwa besar, mental yang kuat dan rela berkorban demi tegaknya agama Islam di seluruh penjuru Arab. Tidak dapat dipungkiri kemampuan dan kecakapan mereka dalam berjuang bersama Nabi sangat diperhitungkan. Contoh saja Usamah bin Zaid yang telah menjadi komandan pasukan perang pada usia delapan belas tahun. Ada Mush'ab bin 'Umair yang menjadi duta pertama Islam di Madinah, Salman Al Farisi yang memiliki kecerdasan dalam strategi perang dan masih banyak lagi. Mereka semua adalah pemuda yang tumbuh menjadi problem solver bagi masyarakat di sekitarnya bukan menjadi trouble maker seperi kebanyakan pemuda saat ini.

Oleh sebab itu jika pengusa ingin nasib pemuda di negerinya seperti para sahabat Nabi yang cerdas nan berakhlak mulia sudah selayaknya aqidah Islam menjadi landasan dalam mengatur arah pergerakan pemuda. Dengan ideologi Islam negara akan melahirkan sosok pemuda yang senantiasa takut kepada Allah dan menjauhi maksiat sehingga potensi mereka yang besar akan dimanfaatkan untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi umat dan agamanya. Walhasil penerapan sistem Islam dalam skala negara tidak dapat ditunda lagi dan umat Islam harus segera menegakkanya demi menyelamatkan nasib pemuda saat ini.

"Sesungguhnya di tangan pemudalah urusan umat dan di kaki-kaki merekalah terhadap kehidupan umat." -Syekh Mustofa al-Ghulayni. Wallahu 'alam bis shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun