Aku menarik napas panjang. Ternyata, game kedua dimulai dengan sesuatu yang sama sekali tidak kuperkirakan---kakak kelas memberi perintah agar kami semua berdiri dan membentuk dua barisan panjang seperti kereta api.
Aku melirik sekeliling dengan cemas. Beberapa teman langsung berdiri dengan semangat, sementara yang lain masih duduk, tampak ragu-ragu seperti aku.
"Kenapa harus berbaris seperti ini? Apa yang akan terjadi sekarang?" pikirku, bingung dan sedikit khawatir.
Aku ikut berdiri, mencoba meniru gerakan teman-teman di sekitarku, meskipun dalam hati aku masih bertanya-tanya. Keringat dingin mulai terasa di telapak tanganku, dan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Di belakang saja," pikirku sambil melangkah perlahan ke barisan belakang. Dari sana, aku bisa mengamati tanpa terlalu banyak menarik perhatian.
"Oke, bagus! Semua sudah berdiri dan berbaris?"
Ucap kakak kelas, suaranya terdengar agak tegas dan penuh semangat. Aku yang sudah merasa pasrah akhirnya berdiri di barisan ketiga.
Untungnya, dua teman di depanku cukup tinggi, jadi aku bisa sedikit merasa tenang. Aku mengambil napas dalam-dalam dan bersiap. Game ini ternyata adalah tes kefokusan dan kekompakan yang sudah sering dimainkan sejak SD. Kakak kelas menjelaskan aturan dengan serius.Â
"Setiap kali kakak memberi perintah, kalian harus bergerak bersama-sama. Jika kakak bilang maju, kalian maju. Kalian harus kompak!"
Aku yang masih sedikit kebingungan langsung merasakan tekanan. Jika kami salah gerakan, bisa-bisa barisan kami kacau. Aku harus fokus, tapi rasa gugup ini tetap saja tak kunjung hilang.
Barisan kami harus melawan barisan lain, dan masing-masing barisan berisi delapan orang. Rasanya seperti ujian besar---aku hanya berharap bisa bergerak sesuai instruksi tanpa membuat malu.
Akhirnya, kami berhasil! Barisan kami menang! Kami semua tertawa bersama. Tidak ada yang menyadari bahwa meskipun belum saling mengenal, kami sudah merasa seperti teman akrab.
Tawa kami masih bergema ketika terdengar suara adzan dzuhur dari masjid. Itu menandakan akhir dari acara ini.
Aku kira aku akan berjalan ke asrama dengan satu teman, tapi mereka langsung berlarian ke sana. Aku lihat ada dua teman yang sudah terlihat sangat akrab. Aku pikir mereka pasti satu sekolah waktu SD, jadi wajar saja mereka bersama.
Tapi, setelah memikirkan itu, aku baru sadar kalau teman-teman SD-ku tidak ada yang satu SMP denganku. Jadi, aku merasa kalau aku harus bisa mencari teman baru di sini.