Mohon tunggu...
Hanifah Salma Muhammad
Hanifah Salma Muhammad Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis merupakan seorang pascasarjana yang mengambil fokus pada bidang hukum keluarga yang memiliki hobi meneliti, menulis dan berolahraga. Dalam web ini, tulisan-tulisan yang akan di posting lebih fokus dalam membahas terkait hukum, keluarga, perekonomian dan anak yang diharapkan bermanfaat untuk masyarakat luas. Karya penulis dalam jurnal juga dapat di lihat dalam GoogleSchoolar. Mari tumbuh, berkembang, dan maju bersama untuk bangsa dan negara.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengakhiri Bullying di Sekolah: Pentingkah Peran Restorative Justice dalam Pencegahan dan Pemulihan?

6 Oktober 2024   17:36 Diperbarui: 6 Oktober 2024   17:46 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bullying di sekolah masih menjadi masalah serius di banyak negara, termasuk Indonesia. Kasus-kasus kekerasan fisik dan verbal yang dialami siswa tidak hanya berdampak pada kesehatan mental dan emosional korban, tetapi juga bisa merusak lingkungan sekolah secara keseluruhan. Meskipun demikian, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah bullying, namun pada kenyataannya fenomena ini masih kerap terjadi. Salah satu pendekatan yang kini mulai dapat dibicarakan sebagai solusi adalah restorative justice atau keadilan restoratif, yang menekankan pada penyembuhan dan tanggung jawab bersama antara pelaku, korban, dan komunitas sekolah. Namun perlu kita ketahui terlebih dahulu, sejauh mana efektivitasnya dalam konteks pencegahan dan pemulihan bullying di sekolah melalui Restorative Justice?

Apa yang dimaksud Restorative Justice?

Restorative justice adalah pendekatan yang berfokus pada pemulihan hubungan yang rusak akibat kejahatan atau tindakan buruk, termasuk bullying. Berbeda dengan pendekatan hukuman tradisional yang hanya menekankan pada pemberian sanksi, restorative justice melibatkan dialog terbuka antara pelaku, korban, dan pihak-pihak terkait untuk memahami dampak dari tindakan yang dilakukan, memulihkan kerugian yang ada, dan menciptakan rencana untuk memperbaiki hubungan.

Dalam konteks bullying di sekolah, restorative justice memberi kesempatan bagi pelaku untuk memahami sepenuhnya dampak dari tindakan mereka, baik bagi korban maupun lingkungan sekolah. Hal ini diharapkan bisa menumbuhkan empati pada pelaku dan mencegah mereka untuk mengulangi tindakan serupa. Sementara itu, korban bullying juga dapat memperoleh ruang untuk menyuarakan pengalaman dan mendapatkan keadilan dengan cara yang lebih sehat, tanpa perlu melihat pelaku dihukum secara fisik atau diasingkan.

Mengapa Restorative Justice Diperlukan?

Pentingnya restorative justice dalam pencegahan dan pemulihan bullying tidak dapat diabaikan. Hal ini karena memiliki beberapa alasan mengapa pendekatan ini dibutuhkan di lingkungan sekolah adalah:

  1. Mengubah Pola Pikir Pelaku: Sering kali pelaku bullying tidak menyadari betapa besar dampak dari tindakan mereka. Dengan dialog terbuka dalam restorative justice, mereka diajak untuk memahami secara emosional dampak dari perilaku mereka terhadap korban. Proses ini mendorong rasa empati dan tanggung jawab, yang dalam jangka panjang dapat mengurangi perilaku bullying.

  2. Pemulihan bagi Korban: Korban bullying kerap merasa terisolasi dan tidak berdaya. Dengan pendekatan ini, mereka tidak hanya dipandang sebagai "korban," tetapi juga diberikan peran aktif dalam proses penyembuhan. Mereka bisa berbicara tentang bagaimana mereka merasakan dampak dari bullying tersebut dan memberikan masukan terkait cara memperbaiki situasi.

  3. Membangun Komunitas Sekolah yang Lebih Kuat: Dengan melibatkan seluruh komunitas sekolah dalam penyelesaian masalah bullying, restorative justice membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung, di mana semua pihak merasa bertanggung jawab untuk menjaga kedamaian dan keselamatan bersama. Ini bukan hanya masalah individu antara pelaku dan korban, tetapi juga melibatkan para guru, orang tua, dan siswa lain.

Contoh Kasus di Indonesia

Kasus bullying di sekolah memang menjadi perhatian serius di Indonesia. Salah satu contohnya terjadi di tahun 2023, di mana Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melaporkan bahwa ada 16.720 kasus bullying yang terjadi di sekolah-sekolah. Kasus-kasus ini tidak hanya melibatkan ancaman fisik, tetapi juga verbal dan sosial, yang berdampak pada kesehatan mental para siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun