Pohon kokoh
Bak cinta kita, katamu
Tak goyah walau beliung menyapa
Putih-abu saat itu jadi gerbang pembuka
Seakan menghirup rindu sang pujaan
Yang masih bimbang terbawa kisah
Empat tahun berlanjut bertujuan, gelar
Di gedung megah itu tawa tercipta
Susah bersama, tamat bersama
Angan tak lagi angan
Meninggalkan gedung kokoh jadi tujuan
Tak hanya aku, kau jua harus
"Kerja yang benar!" kata si bos
Si galak bahkan tak membuat getir
Tak terpisah pula aku-kau di sini
Entah takdir entah romansa
Tak jelas apa yang merasukiku
Tak sedetik pun bosan kantuk hadir
Sebab kau selalu melempar
Senyuman
Persiapan bak lomba lari
Bagi aku, kau, ayah, ibu, saudara
Orang asing ikut andil kali ini jua
Pelaminan mendekat bak jam dinding berbaterai baru
Gugup menggema tak ada suara, dan
berkawanlah aku dengan kata "sah"
Jari manisku kini tampak semakin manis
Kusaksikan rasa tulusnya menyeruak
Cinta yang kurasa pun tak kunjung kandas
Benarkah sekarang satu atap tak apa?
Seharusnya jangan kubayangkan rasanya
Mati aku, dia terlalu manis
Tanpa paksa aku-kau di sini
Di gubuk dua lantai tak terisi
Tanpa paksa kutemani berputar-putar
Entah lima menit entah lima jam
Aku bergumam pikirkan hal lain, bukan ragu hanya tanya
Seperti apa bentuk kasih?
Tentu tak ragu
Akan kujaga bentalaku
Jatuh hati seribu kali pun, dia yang satu
Jadilah ia tameng untukku jua
Sedikit lara, tetap pemenangnya rasa
Jalan hampa, tetap bantu ia
Kuingat, angkara tak pernah menang
Keriput pun tak pernah tunjukkan iblisnya
Sabarmu perlakukan si hawa
Bagaimana bisa tak jatuh cinta?
Tanpa api beribu hari
Tentu si hawa tak kuasa lari
Apakah maut betul iri?
Bahagia ini harusnya tak berhenti
Bentuk kasih beri manusia mati
Bukan tak sanggup, hanya menepi
Kusadar tinggal sendiri          Â
Kini nisan itu rinduku, aku bebas dan mati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H