Mohon tunggu...
Hanifah Nailatun Naafiah
Hanifah Nailatun Naafiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Universitas Airlangga yang sangat suka dengan dunia fiksi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Senioritas di Dunia Perkuliahan: Tradisi Positif atau Budaya Usang?

31 Mei 2024   19:46 Diperbarui: 31 Mei 2024   20:56 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia perkuliahan Indonesia identik dengan berbagai tradisi dan budaya yang diwariskan turun-temurun. Salah satu tradisi yag masih berdiri adalah senioritas, yaitu sistem yang membedakan mahasiswa berdasarkan angkatan atau tingkat semester. Senioritas sering dikaitkan dengan kegiatan kegiatan penerimaan mahasiswa baru yang melibatkan berbagai aktivitas, mulai dari pengenalan lingkungan kampus hingga pelatihan kedisiplinan. 

Biasanya, senior atau kakak tingkat yang lebih berpengalaman membantu juniornya atau adik tingkatnya beradaptasi dengan lingkungan kampus dengan cara memberikan tips akademik, dan menanamkan nilai-nilai positif, dan sharing pengalaman. Namun, di sisi lain, senioritas juga sering disalahgunakan untuk tindakan negatif seperti perundungan, kekerasan, dan penekanan.

Lalu, bagaimana seharusnya kita memandang senioritas di dunia perkuliahan? Apakah tradisi ini perlu dilestarikan atau justru perlu dihapuskan?

Senioritas memiliki beberapa sisi positif. Misalnya, budaya senioritas yang terdapat dalam program pengenalan lingkungan bagi mahasiswa baru dapat menjadi sarana untuk mengenal budaya dan tradisi kampus. Melalui interaksi dengan kakak tingkat dalam program ini, mahasiswa baru dapat memperoleh informasi dan bimbingan yang bermanfaat dalam menjalani perkuliahan. 

Selain itu, adanya kakak tingkat yang berperan sebagai pembimbing membantu membangun rasa solidaritas dan persaudaraan di kalangan mahasiswa baru. Dalam interaksi positif ini, kakak tingkat dapat menanamkan nilai-nilai positif seperti disiplin, tanggung jawab, dan kerjasama kepada mahasiswa baru melalui berbagai kegiatan dan program pengembangan diri. Peran kakak tingkat pembimbing di sini sangatlah penting sebagai panutan dan sandaran mahasiswa dalam menyesuaikan diri terhadap dunia perkuliahan.

 Budaya senioritas positif ini akan bermakna dalam bagi mahasiswa yang merantau jauh tanpa sanak saudara. Merantau jauh ke daerah baru dan asing membutuhkan penyesuaian yang tidak instan. Penyesuaian diri ini dapat dibantu oleh senior pembimbing yang akan memberikan support sehingga tanah rantau tidak terasa menakutkan dan menjadi rumah kedua bagi mahasiswa. 

Senioritas juga memiliki sisi negatif yang sudah lama diperdebatkan sejak dulu. Sisi negatif senioritas salah satunya yaitu kekerasan. Dewasa ini, perundungan di kalangan mahasiswa tidak selalu dalam bentuk fisik. Kekerasan verbal malah lebih sering dijumpai karena cenderung lebih sulit dibuktikan apabila korban melaporkan kekerasan tersebut. 

Semua ujaran negatif dari kakak tingkat yang sifatnya menekan dan memberikan pengaruh buruk terhadap psikis adik tingkat termasuk kekerasan verbal. Kekerasan verbal ini bahkan seringkali berlindung dibalik label pendisiplinan junior. Tidak salah jika seorang senior memang tulus berniat untuk mendisiplinkan junior yang membuat kesalahan fatal dan harus diluruskan, karena pada konteks pembinaan mahasiswa baru, senior bertanggung jawab dalam pembentukan karakter adik tingkat. 

Namun, hukuman yang diberikan juga tidak boleh salah sasaran. Apa jadinya ketika adik tingkat yang tidak bersalah juga dikenai hukuman? Tentunya hal ini akan memberikan memori buruk bagi mahasiswa tersebut. Pada skenario terburuk, kejadian seperti itu memberikan trauma pada mahasiswa. Coba kita pikirkan, hubungan akademik macam apa yang bisa dibangun dari trauma? Disamping itu, penting untuk memahami bahwa tidak semua manusia lahir dengan fisik atau mental yang kuat.

Hal seperti itu sungguh mengherankan. Bagaimana caranya dalam budaya senioritas ini seorang adik tingkat bisa bertumbuh karakternya dan menghormati kakak tingkatnya ketika senior itu sendiri gagal memperlakukan adik tingkat mereka layaknya manusia pada umumnya; yaitu dengan hormat dan penuh keramah-tamahan, serta dengan menjunjung hak asasi manusia.

Budaya senioritas yang kebablasan seperti ini dapat menciptakan lingkungan belajar yang tidak kondusif, penuh rasa takut, dan menghambat perkembangan mahasiswa. Rasa hormat yang muncul secara terpaksa karena adanya rasa takut juga akan menghambat kebebasan berpikir, berpendapat, dan berkreasi mahasiswa.  

Disamping itu, rasa takut ini akan menciptakan hubungan yang tidak sehat dan tidak harmonis antar kakak tingkat dan adik tingkat. Bahkan, dalam beberapa kasus, hampir seluruh mahasiswa dari sebuah angkatan memiliki hubungan yang buruk dan berlandaskan rasa takut dengan sekelompok kecil kakak tingkat. 

Pada situasi tersebut, adik tingkat akan merasa sungkan dan takut untuk berinteraksi dengan kakak tingkatnya mengenai perkuliahan. Sangat disayangkan ketika kakak tingkat yang lebih berpengalaman dan berpengetahuan sehingga seharusnya mampu memberikan arahan dan dukungan kepada adik tingkatnya, malah bersikap jauh dari yang diharapkan. 

Seandainya tidak ada hubungan seperti itu, maka pertukaran ide dan pengetahuan lebih memungkinkan untuk terjadi antar junior dan senior. Dunia pendidikan tinggi Indonesia tentunya akan sulit untuk berkembang apabila budaya senioritas yang merugikan seperti ini masih ada.

Melihat sisi positif dan negatifnya, senioritas di dunia perkuliahan perlu dikaji ulang. Kita perlu mencari keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Senioritas di dunia perkuliahan tidak harus dihapuskan, tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Tradisi positif  senioritas seperti mentoring dan sharing pengalaman perlu dilestarikan. 

Sedangkan, tradisi negatif senioritas yang membangun hubungan berdasarkan rasa takut perlu dihapuskan. Penting untuk membangun budaya saling menghormati antar mahasiswa, terlepas dari angkatan atau tingkat semesternya. Senioritas harus menjadi sarana untuk saling membantu dan mendukung, bukan untuk menindas dan merendahkan.

Penting bagi seluruh sivitas akademika, mulai dari rektorat, dosen, hingga para mahasiswa, untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman, kondusif, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Senioritas harus dimaknai sebagai bentuk pembinaan dan pendampingan, bukan sebagai alat untuk menekan dan mempermalukan. Senioritas di dunia perkuliahan merupakan fenomena yang kompleks. 

Kita perlu menyikapinya dengan bijak dan mencari solusi untuk meminimalkan dampak negatifnya. Dengan kerjasama dari seluruh pihak, senioritas dapat diubah menjadi tradisi yang positif dan bermanfaat bagi seluruh mahasiswa. Pihak kampus perlu mengambil peran aktif dalam mencegah penyalahgunaan senioritas ini dengan membuat regulasi yang jelas dan tegas. 

Kampus perlu membuat peraturan untuk melarang tindakan perundungan dan kekerasan atas nama senioritas. Pelaksanaan regulasi ini juga harus terus diawasi agar tidak ada celah terjadinya pelanggaran. Kemudian, kampus harus membangun budaya dialog. Budaya dialog terbuka dan konstruktif antara kakak tingkat dan adik tingkat akan berguna dalam penyelesaian masalah dan membangun hubungan yang lebih baik. Sekali lagi, pelaksanaannya perlu diawasi dengan ketat.

Tidak hanya dari pihak kampus, mahasiswa juga perlu terlibat dalam usaha pencegahan ini. Mahasiswa sebaiknya belajar melawan budaya perundungan senioritas. Caranya yaitu dengan melaporkan tindakan perundungan dan kekerasan kepada pihak berwenang seperti pihak kampus dan tidak diam saja. 

Namun, ada kalanya ketika mahasiswa merasa takut sehingga tidak berani melapor. Karena itu, dibutuhkan adanya komunitas positif. Adanya komunitas berupa kelompok pertemanan atau organisasi di lingkungan kampus yang menjunjung nilai-nilai positif dan memiliki solidaritas yang kuat akan mendukung dan menjadi sandaran mahasiswa untuk belajar membela dirinya sendiri dan mempertahankan haknya. 

Selain itu, bagi senior atau kakak tingkat dapat berupaya menjadi role model yang baik. Kakak tingkat yang bertanggung jawab harus menjadi role model bagi adik tingkatnya dengan menunjukkan perilaku yang positif dan suportif. Ketika adik tingkat melakukan kesalahan, sebaiknya kesalahan tersebut diluruskan dengan cara yang humanis dan baik. 

Senioritas di dunia perkuliahan dapat menjadi tradisi yang positif dan bermanfaat jika dilakukan dengan benar. Namun, jika disalahgunakan, senioritas menjadi budaya yang merugikan dan menghambat perkembangan mahasiswa. Penting bagi kampus dan mahasiswa untuk bekerja sama dalam membangun budaya senioritas yang sehat dan positif, sehingga dunia perkuliahan menjadi tempat yang aman, nyaman, dan kondusif bagi semua orang untuk belajar dan berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun