"Gue dah sabar sama dia, dianya ga tau diri" "Padahal gue udah sebaik ini, dia ga ada tuh niatan buat bales kebaikan gue" "Gue udah berusaha sekeras ini, masa si ga berhasil juga" "Gue udah coba intropeksi, dia malah ga tau diri " dan masih banyak hal lagi, keluhan orang-orang yang berusaha menjadi budak..
Yaps, budak! sesuatu hal yang ga bisa kita kendalikan bagaikan seorang budak yang tidak bebas dan tidak merdeka. Ini adalah istilah dari bukunya Kak, Pak atau apa ya ? intinya ini istilah yang ada di bukunya Kak Henry Manampiring selaku penulis dari bukunya filosofi teras. Jujur saya belum selesai membaca bukunya beliau, hehe. Ya masih berjalan lah.Â
Tapi luar biasanya, saya banyak mendapat banyak ilmu dari setengah bukunya yang saya baca. Yang saya selalu ingat dan sedang saya usahakan sampai hari ini adalah "Yang bisa kamu kendalikan adalah dirimu, pikiranmu, perilakumu, dan perasaanmu. Apapun itu, hanya dirimu. Yang tidak bisa kamu kendalikan adalah semua hal selain apa yang bisa kamu kendalikan"Â
Sederhannya, kendalikan dirimu jangan kendalikan selain dirimu. Dua hal yang terdengar sederhana, namun minta ampun susahnya. Gimana engga? walaupun terdengar simpel, namun pada kenyataannya ketika kita mendapatkan perilaku yang tidak mengenakan oleh orang lain, di buku filosofi teras mengatakan bahwa kita harus membiarkannya. Ga perlu marah sama tindakan orang yang menyebalkan itu karena pada nyatanya hal itu di luar kendali kita di mana kita tidak bisa mengatur tindakan si orang menyebalkan ini. Yang harus kita lakukan adalah mengendalikan diri kita, emosi, pikiran dan perilaku. Jangan sampai semua hal itu malah jadi timbul masalah yang besar dan bikin kamu jadi stres sendiri.
Gimana? pusing ga tuh? masa iya orang nyebelin kita diemin? ya bales nyebelin lah, timpuk pake batu bata kek? Masa harus diem aja. Ya singkatnya seperti itu, tapi tentunya dengan penjelasan seperti itu saja, akan banyak orang yang salah paham dengan filosofi teras ini. padahal saya sendiri mengakui bahwa filosofi teras ini cukup membantu saya agar tidak berlarut padahal yang di luar kendali saya. Kok bisa? diem aja pas dijahatin karena bukan kendali kita?
Haha. Oke jadi gini, di buku filosofi teras pun dijelasin juga. Stres itu bukan karena seberapa berat stimulus yang muncul, tapi seberapa berlebihannya kita merespon stimulus stres itu. Contohnya nih, kamu lagi happy banget hari ini tiba-tiba ada yang pas keluar rumah ada teman atau kenalan kamu yang ngomong dan julid perihal style baju kamu " Ih warna bajunya ga cocok deh, keliatan gendut di kamu" atau " keliatan pendek deh kamunya". Otomatis dengan julidan si orang ini, kalo kamu ga nerapin filosofi teras, tentunya kamu bakal marah banget, kepikiran sama omongannya, dan gedek banget tuh sama orang itu.Â
Kamu terus mikirin kejadian itu, dan mikir kok bisa orang sejulid itu, kok bisa orang sengurusin hidup orang itu, urusannya sama dia apa? emang gue dibiyayain hidup sama tu orang. Right ? Kamu terus mikirin kenapa si orang ini begini dan begitu, tanpa sadar semuanya malah jadi Ovt kamu seharian. Padahal hal itu udah jelas bukan hal yang harus dikendalikan, dan yang bisa dikendalikan adalah perasaan kamu, pikiran kamu, DIRI KAMU. Dengan cara memaklumi orang itu kek ya yaudah semua orang punya selera, kamu nyaman dengan hal itu ya terus apa masalahnya? kamu nyaman dengan itu, kamu senang dengan itu, orang julid tadi cuma nyari validasi bahwa dia merasa lebih baik dari kamu padahal engga sama sekali.Â
Atau contoh lainnya, ketika kamu sudah berbuat baik sama orang lain, eh orang lainnya malah ga tau diri, orang lainnya malah ga balas budi. Yaps sekali lagi, walaupun memang terdengar sederhana, filosofi teras ini sulit dilakukan. Tapi seharusnya jika kamu sudah mengerti filosofi teras, kamu tidak akan berharap dengan orang lain di mana orang lain adalah salah satu hal yang tidak bisa kamu kendalikan.Â
Kebaikan adalah kewajiban, dan balas budi orang lain bukan lagi jadi bagian tanggung jawab kamu atau pengendalian kamu. "Tapi gue udah sebaik itu sama dia, masa dia ga nyadar diri?". Yaps ga bosen-bosen saya nyadarin ini ke kalian. Stop mengharapkan apa yang ga bisa kamu kendalikan, hal yang bisa kamu kendalikan dari kejadian ini adalah, keikhlasan kamu dalam berbuat baik dan pikiran kamu bahwa orang lain belum tentu melakukan persis apa yang kamu lakukan. Stop mengendalikan sesuatu hal yang ga bisa kendalikan adalah, kamu berhenti memikirkan perilaku orang lain, kamu berhenti berharap terhadap orang lain, kamu berhenti menyalahkan orang lain, dan kamu berhenti untuk memikirkan kenapa semuanya terjadi.Â
Terus kalo gitu harus pasrah aja dong? diem aja? kalo gitu nanti dimanfaatin sama orang yang ga tau diri. Waa jadi melebar ya bahasnnya. Oke, stop mengendalikan apa yang tidak bisa kendalikan bukan berarti kita diam pada seluruh permasalahan yang ada di dunia ini. Tidak mengendalikan bukan beda dengan tidak melakukan apapun di setiap kejadian.Â
Filosofi teras ini hadir untuk mengurangi perasaan dan perilaku manusia yang saat ini cukup berlebihan, masalah kecil selesain masalahnya se-geng, musuhan, dendam, sampe ada bunuh-bunuhan. Yang sering terjadi pun saat ini seperti bunuh diri, depresi, dan banyak hal yang menjadi masalah diri kita sendiri karena respon kita terhadap stimulus ini berlebihan.Â
Iya, saya ga maksud buat menyepelekan masalah setiap orang. Saya sangat mengerti setiap orang memiliki masalahnya yang berbeda-beda. Tapi yang harus diketahui juga Victor frankl bisa bertahan hidup walaupun berada di kamp Nazi di mana dia juga mendapat siksaan dari para nazi ini. Ya ini masuk lagi ke teorinya dia sendiri yaitu "kebermaknaan hidup" tapi yang nyambung dikit-dikit lah ya, hehe.Â
Tapi, manusia kan makhluk yang memiliki perasaan? wajar dong kalo ada yang jahatin mereka marah, wajar dong kalo ada masalah mereka sedih? filosofi teras ga masuk akal, masa masalah datang kita masih harus nahan emosi kita? kalo misal orang tua kita meninggal nih, itu kan ga bisa kita kendalikan. maka dari itu? apakah kita tidak boleh berperilaku berlebihan dengan nangis ? atau bahkan ada lho yang sampe pingsan karena sedihnya kehilangan.Â
Yaps kalo itu nanti kita bahas di artikel saya selanjutnya, karena pada nyatanya filosofi teras ini masih memiliki kekurangan.Â
Pengalaman saya sendiri adalah, saya awalnya meragukan pernyataan penulis filosofi teras ini. Baru nyoba sehari wah rasanya capek sekali, malah jadi stres sendiri. Setiap hari setiap ada masalah saya menanamkan filosofi teras ini dan ujung-ujungnya gagal. Tapi tanpa sadar, ketika ada kendala-kendala lain saya seperti otomatis dengan filosofi teras ini dan menenangkan diri saya sendiri. Walaupun memang sulit, pada nyatanya tanpa saya sadari hal itu sangat membantu untuk saya sendiri. Memang, tidak semua saya terapkan filosofi ini, tapi tidak ada salahnya untuk selalu memperbaiki diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H