Mohon tunggu...
Hanifah Fitriyani
Hanifah Fitriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

@hanifahfiya_

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan "Sistem" dalam Sistem Peradilan Pidana

24 Juni 2021   11:45 Diperbarui: 24 Juni 2021   12:45 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara normatif peradilan pidana di Indonesia merupakan suatu "Sistem", yang disebut dengan Sistem Peradilan Pidana" tetapi kalau dilihat dari gambaran mengenai fungsi dan tugas serta tujuan dari masing-masing sub-sistem sebagaimana telah diuraikan diatas, tampaknya peradilan pidana kita sebagai suatu sistem masih belum terpenuhi. 

Hal ini terlihat dari masing-masing sub-sistem tersebut mempunyai tujuan yang berbeda-beda dalam kerangka penegakan hukum dan kita sering kali menemukan didalam praktek antara sub-sistem tersebut kurang ada kerjasama yang baik, masing- masing dari mereka seolah-olah berjalan sendiri-sendiri (Kepolisian bertugas melakukan penyidikan, Kejaksaan melakukan penuntutan, Pengadilan memeriksa dan memutus, LP melakukan pembinaan dan rehabilitasi dan advokat bagaimana caranya membela kliannya). Padahal kalau kita cermati, sebenarnya sistem memiliki ciri yang sangat luas dan bervariasi.

Menurut Salman dan AntonF.Susanto, menjelaskan sebagai berikut:

1. Sistem itu bersifat terbuka, atau pada umumnya bersifat terbuka. Suatu sistem dikatakan terbuka jika berinteraksi dengan lingkungannya. Dan sebaliknya, dikatakan tertutup jika mengisolasikan diri dari pengaruh apapun;

2. Sistem terdiri dari dua atau lebih sub sistem dan setiap sub sistem terdiri lagi dari sub sistem lebih kecil dan begitu seterusnya;

3. Sub sistem itu saling bergantung satu sama lain dan saling memerlukan;

4. Sistem mempunyai kemampuan untuk mengatur diri sendiri (selfregulation);

5. Sistem mempunyai tujuan dansasaran.

Dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana seharusnya pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yaitu pendekatan yang mempergunakan segenap unsur yang terlibat didalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling berhubungan (interelasi) dan saling mempengaruhi satu sama lain. 

Dalam konteks penegakan hukum yang mempergunakan pendekatan sistem, terdapat hubungan pengaruh timbal balik yang signifikan antara perkembangan kejahatan yang kini bersifat multi-dimensi dan kebijakan criminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum. 

Penegakan hukum yang baik terjadi apabila sistem peradilan pidana bekerja secara obyektif dant tidakbersifat memihak serta memperhatikan secara seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut tampak dalam wujud reaksi masyarakat terhadap setiap kebijakan criminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum.

Kalau kita cermati pelaksanaan peradilan pidana kita dalam praktek, hubungan timbal balik dan saling tergantung antara sub-sistem dalam sistem peradilan pidana di Indonesia sangatlah sulit terjadi. Kemudian dikaitkan dengan KUHAP yang selama ini dijadikan pedoman dalam melaksanakan peradilan pidana di Indonesia, maka sebenarnya di dalam praktek hukum peradilan pidana kita lebih mendekati kepada suatu proses, yang dilaksanakan melalui tahapan-tahapan tertentu, yaitu:

1. TahapPenyelidikan;

2. TahapPenyidikan;

3. TahapPenuntutan;

4. Tahap Pemeriksaan di Sidang Pengadilan;

5. Upaya hukum biasa dan luar biasa;

6. PelaksanaanPutusan.

Di negara demokrasi tampak bahwa aparat kepolisian selalu dihadapkan pada dua konflik kepentingan yaitu kepentingan memelihara ketertiban di satu sisi dan kepentingan mempertahankan asas legalitas di sisi lain. 

Di lain pihak ada pendpat bahwa "police reform" tidak diartikan, bahwa tingkah laku polisi ada kaitannya dengan perubahan karakter dan tujuan dari ogranisasi kepolisian itu sendiri dimana kewajiban polisi adalah mewujudkan sistem yang berlandaskan pada "keadilan hukum" atau "legal justice". Apabila demikian halnya, maka masalah pokok bukan terletak pada masalah baik atau buruknya petugas polisi, melainkan pada sistem yang dipolakan sebagai kerangka pelaksanaan tugas seorang polisi. 

Menurut Muladi model sistem peradilan pidana yang cocok bagi Indonesia adalah model yang mengacu kepada: "daad-dader strafrecht" yang disebut: model keseimbangan kepentingan. 

Model ini adalah model yang realistik yaitu yang memperhatikan pelbagai kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum pidana yaitu kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana, dan kepentingan korban kejahatan. 

Komponen sistem peradilan pidana yang lazim diakui, baik dalam pengetahuan mengenai kebijakan pidana (criminal policy) maupun dalam lingkup praktik penegakan hukum, terdiri atas unsur kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun