Sekitar tiga-empat bulan belakang, saya memang sangat mengurangi intensitas bermain sosmed. Saya uninstall Instagram, Path, dan BBM. Saya juga lebih pilih menggunakan Line Lite. Praktis, saya hanya menyisakan WhatsApp saja karena saya tidak tinggal di gua sehingga butuh aplikasi untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berada di daerah berbeda.Â
Tapi saya tidak mungkin menanggalkan semuanya karena saya punya relasi yang harus dijaga silaturahminya. Sesekali saya buka Facebook untuk melihat siapa yang berulang tahun, log in Instagram juga, tapi hal itu amat jarang. Saya menempatkan porsi sosmed pada tempatnya, hanya untuk hiburan.
Sebagai generasi kekinian bagaimana rasanya menarik diri dari geliat gaya hidup update status? Â Empat bulan berlalu ternyata tidak ada rasanya.Â
Justru lebih banyak manfaatnya.Â
Saya merasa lebih banyak waktu untuk diri sendiri. Enggak kepoin orang lain, setidaknya enggak ngurusin hidup orang lain. Dia sekarang dimana, pacarnya siapa, kerja dimana, sukses apa enggak, liburan ke mana? Saya enggak update kegiatan orang lain. Malahan merasa lebih berfokus pada proses diri. Hidup saya hanya seputar keluarga, relasi, dan teman-teman dekat saja.Â
Kalau dirangkum kira-kira ini dia manfaatnya:
1. Dengan cara demikian, hidup saya konsisten waras. Saya tidak pernah membandingkan diri saya dengan orang lain. Â
Tentu saja orang-orang yang update di sosial media pastilah ingin membagikan hal-hal yang baik saja. Achievement, marriage, holiday, and so on. Ketika mengamati jalan hidup orang lain, mustahil rasanya untuk tidak berkaca dan membandingkannya dengan kondisi diri sendiri. Hal tersebut kadang memicu depresi karena merasa "I'm not good enough" walaupun setiap orang memang punya jalannya masing-masing.Â
2. Tidak ada strata pertemanan. Sebelum ini, tidak dapat dipungkiri saya punya standar untuk kegiatan layak post dan tidak. Dengan siapa saya makan, dimana, ngobrolin apa, semua haruslah bermomen untuk dapat muncul dalam jejaring media sosial saya. Tanpa hadirnya sosmed, praktis semua update status menjadi none. Saya tidak punya kewajiban untuk posting kala ngobrol dengan teman yang followernya ribuan. Makan di tempat hitz dengan di kaki lima sama saja enaknya.Â
3. Mengurangi hal-hal yang tidak penting. Dulu, saya bisa scrolling mulai dari harga jam tangan Syahrini, gaya rambut Ayu Ting-Ting, sampai foto-foto jadul artis yang sebenarnya tidak terlalu berarti buat hidup saya. Namun, kadang, informasi seperti itu yang saya klik. Apalagi dari judul-judul di kanal berita salah satu aplikasi chat dengan trik mengundang pembaca meng-klik tautan tersebut.
4. Lebih menghargai diri sendiri. Saya merasa tidak memiliki kewajiban untuk tampil glamor atau melakukan aktivitas hebat agar bisa membagikan kegiatan saya kepada orang lain di media sosial. Semua proses yang saya alami benar-benar ditujukan untuk saya. Hal itu secara tidak langsung menambah kadar percaya diri saya.Â