Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari benda-benda yang baik (yang halal) yang telah Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika betul kamu hanya beribadat kepadaNya.
 (Al Baqarah 172)
Kutipan ayat di atas menjadi dasar bagi setiap muslim di dunia untuk mengkonsumsi makanan halal. Dengan mayoritas penduduk muslim, bayangkan paling tidak di Indonesia jutaan orang terikat dengan ayat tersebut. Indonesia bukan hanya konsumen, setiap produsen di Indonesia juga mempunyai kewajiban dan semangat yang sama untuk menjaga kehalalan produknya.
Perlu diingat untuk benar-benar menghidupkan industri halal perlu keseriusan yang mumpuni dari sektor-sektor yang menjadi prioritas. Hal tersebut karena industri halal tidak dapat berdiri sendiri, ia adalah rantai yang terus menyambung. Alasannya, sedikit saja campuran dengan bahan non halal menjadikan hukum dasar halal menjadi haram.
Indonesia cukup fokus pada beberapa sektor yang dinilai memiliki keunggulan kompetitif. Sektor tersebut harus berani menjamin kehalalannya saat produksi mulai dari hulu hingga hilir. Berikut adalah tiga sektor yang sangat memungkinkan untuk dapat bersaing dikancah global termasuk juga isu  yang menyertainya.Â
1. Kuliner
Sebenarnya, halal food atau kuliner di sini dapat dibagi menjadi dua hal: yakni gerai makanan halal dan makanan dalam kemasan. Berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia, membuat pengusaha kita alpa untuk mencantumkan label halal dalam setiap produknya. Mengapa? Karena orientasinya masih untuk sektor domestik.
Selain itu, dilihat dari kaca mata produsen mereka meyakini bahwa produknya telah halal. Hal tersebut mengakibatkan mereka enggan mencari sertifikat halal untuk makanannya. Pola pikir tersebut harus diubah oleh pengusaha kuliner di Indonesia karena yang membutuhkan sertifikasi halal adalah konsumen. Apalagi di era globalisasi saat ini dimana kombinasi bahan dalam penyajian menjadi lebih variatif. Kehadiran aneka kecap, minyak, saus, daging, dan berbagai variannya sangat membutuhkan lebel halal untuk meyakinkan  konsumen. Â
Sebagai komoditi, sudah saatnya melirik pasar internasional. Rendang dan gudeg telah memulai debutnya di kancah internasional  dengan hadir dalam kemasan kaleng. Hal tersebut patut disusul oleh produk-produk lain. Agar suatu hari nanti, masyarakat asing dapat menjajal tempe seperti kita menikmati spaghetti yang notabene berasal dari Italia. Memang perlu usaha keras untuk mempromosikan kuliner Indonesia.
2. Pariwisata
Negara-negara seperti Jepang, Italia dan Taiwan justru lebih bersiap dengan wisata halal. Sudah saatnya membidik kota-kota di Indonesia untuk branding wisata halal sehingga masing-masing kota memiliki segmen wisatawannya. Lombok, Yogyakarta, dan Bandung sangat potensial untuk dijadikan kawah destinasi wisata halal. Ketiga wilayah tersebut dapat diarahkan sebagai pioneer geliat wisata halal di Indonesia. Saat ini juga telah banyak hotel yang hadir dengan konsep syariah.
3. Kosmetik dan fashion
Korea Selatan sadar betul jika ia telah menjelma sebagai salah satu kiblat fashion dunia. Korsel telah mengusahakan diri untuk merajai industri halal utamanya dalam bidang kosmetik. Indonesia telah memulainya dengan Wardah. Akan tetapi, Wardah seolah bertarung sebagai pemain tunggal dalam branding kosmetik halal di Indonesia. Mengingat pangsa pasar yang sangat menjajikan, sudah saatnya produsen kosmetik lain melirik label halal untuk menjadi citra produknya. Label halal saja tidaklah cukup karena 'halal' seperti sebuah kebutuhan hidup. Sehingga label halal tersebut perlu dibarengi promosi yang besar agar penggunanya benar-benar teryakinkan. Â Â
 Meski sejumlah nama designer tanah air telah meramaikan industri fashion luar negeri, pada kenyatanya Indonesia tidak cukup banyak berbicara dalam industri "modest fashion". Hal tersebut karena nilai ekspor dari industri ini dirasa masih kurang. Perlu ekspansi besar-besaran untuk mendekatkan buah karya pengusaha Indonesia ke tangan konsumen muslim di dunia.
1. Regulasi halal yang memenuhi standar global
 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal menjadi UU payung yang mewadahi regulasi halal di Indonesia. Pasca lahirnya UU tersebut, Pemerintah melalui Menteri Agama meresmikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada 11 Oktober 2017. Melalui itu, negara hendak hadir untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi masyarakat muslim di Indonesia. Selain itu diyakini jika produk halal tersebut dapat mendatangkan nilai tambah kepada konsumen.
 Dengan lahirnya UU tersebut, pencantuman label halal menjadi sebuah keharusan bagi pengusaha. Hal tersebutlah yang tidak diketahui oleh masyarakat. Untuk dapat mengantongi sertifikat  halal dibutuhkan biaya beragam mulai dari 0 sampai Rp 5.000.000,- tergantung jenis usahanya. Agar kehadiran label halal 'bertaring' pemerintah perlu menerapkan sanksi tegas terhadap oknum yang memalsukan produk halal.
2. Produk berorientasi ekspor
Sudah saatnya Wardah dan brand fashion Indonesia bersaing dalam kontestasi industri global. Label halal sejatinya bisa digunakan oleh siapa pun, hanya saja untuk dapat memenangkan hati penggunanya perlu ditingkatkan lagi kualitas dan promosinya.Â
3. Peran serta masyarakat
 Pemerintah adalah regulator tetapi untuk eksekutornya tetaplah kembali  pada pelaku usaha. Indonesia mempunyai basis masyarakat yang relijius. Hal tersebut adalah modal yang sangat mumpuni bagi Indonesia untuk menyongsong masa depan industri halal. Gerak langkah bisa berasal dari kumpulan pengusaha muslim, pondok pesantren, atau UKM. Hanya saja, pemerintah memang perlu sedikit bekerja keras dalam melakukan pendampingan di awal-awal sosialisasi pentingnya  produksi dan sertifikasi halal ini.Â
4. Konsistensi dan Road Map
Laporan The Global Islamic Economy Indicatordalam laporannya tahun 2016/2017 menyatakan bahwa "Indonesia from an improvement in the Halal Travel indicator, where it improved three places place by virtue of a strong government drive to promote Indonesia as a Halal Travel destination,"Hal itu menunjukkan bahwa pemerintah telah memulai komitmennya untuk mendorong pertumbuhan pariwisata halal di Indonesia. Bukan tidak mungkin jika ke depannya Indonesia dapat menggeser Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Turki dalam bidang Halal Travel.
Akan tetapi untuk memperoleh citra negara yang 'ramah halal' tidaklah cukup hanya bergantung dari sektor pariwisata saja. Industri keuangan, fashion, obat-obatan dan kosmetik perlu ditunjang agar laju perkembangan pariwisata Indonesia memang menuju pada industri yang halal. Selain itu, diperlukan road map agar arah yang ditempuh menjadi terukur.
Akhir kata, meski sedikit terlambat menggarap sektor-sektor perekonomian halal, apabila kita tetap bertahan untuk menggarap industry ini bukan hal mustahil Indonesia dapat memuncaki persaingan industri halal global. Â
Data dan Sumber bacaan:
https://ceif.iba.edu.pk/pdf/ThomsonReuters-stateoftheGlobalIslamicEconomyReport201617.pdf
http://travel.kompas.com/read/2017/04/21/170900127/potensi.wisata.halal.besar.patut.dikembangkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H