Dampak Kontroversi Kenaikan Uang Kuliah Tunggal
Dalam beberapa minggu terakhir, perdebatan mengenai kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) telah menjadi topik hangat di kalangan mahasiswa, orang tua, dan pemerhati pendidikan. Biaya kuliah yang seharusnya mempermudah proses pembelajaran dan meringankan beban mahasiswa, kini justru menjadi momok yang begitu menakutkan bagi keluarga.
Kenaikan uang kuliah tunggal yang tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi akibat krisis global, mengakibatkan disparitas pendidikan yang semakin lebar. Ini berpotensi mengurangi kesempatan bagi mahasiswa berprestasi untuk meraih cita-cita dan ambisi.
Pasalnya, bagaimana aturan kenaikan uang kuliah tunggal memberatkan bagi orang tua mahasiswa yang berpenghasilan menengah ke bawah. Banyak yang menyatakan kekhawatiran bahwa kenaikan biaya kuliah akan semakin mempersempit akses kesempatan pendidikan di Indonesia, menghambat mobilitas sosial dan membatasi kesempatan belajar bagi mereka yang kurang mampu secara finansial. Ini dapat menciptakan kesenjangan pendidikan di masyarakat.
Sebagai latar belakang, Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024, Keputusan Mendikbud Nomor 54/P/2024 tentang Besaran Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) memuat kenaikan uang kuliah tunggal bagi mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri.
Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) adalah biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi selain investasi dan pengembangan, yang menjadi dasar bagi kementerian dalam mengalokasikan anggaran pendapatan dan belanja negara untuk perguruan tinggi negeri.
Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, mengatakan bahwa kenaikan biaya kuliah hanya akan berlaku untuk mahasiswa baru. Keputusan yang bagaimanapun tidak datang tanpa menuai kontroversi, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mataram Nusa Tenggara Barat, Herianto, menyuarakan kekecewaan terhadap narasi yang mengklaim bahwa kenaikan uang kuliah tunggal hanya akan berlaku bagi orang tua dengan penghasilan menengah ke atas.
Universitas Sumatera Utara menjadi salah satu contoh perguruan tinggi negeri yang mengalami kenaikan uang kuliah tunggal mencapai sekitar 30%. Bahkan, calon mahasiswa baru Universitas Sumatera Utara bernama Naffa Zahra Muthmainnah yang memilih mengundurkan diri.
"Saya kecewa tidak bisa kuliah," ujarnya dalam wawancara bersama BBC News Indonesia, Kamis (23/05/2024).
Dengan biaya kuliah yang kian mahal, pendidikan tinggi barangkali benar menjadi harapan yang hanya sia-sia. Tidak hanya menjadi beban finansial yang berat bagi mahasiswa dan keluarga, kenaikan biaya kuliah akan berdampak psikologis seperti stres keuangan. Ketika mereka terus-menerus mengkhawatirkan pembayaran kuliah dapat mengganggu fokus belajar dan berpotensi merusak kesehatan mental.
Tentu saja, pemerintah harus menyadari bahwa investasi pendidikan adalah tujuan jangka panjang pembangunan bangsa. Negara maju telah membuktikan bahwa dengan menyediakan pendidikan yang terjangkau atau bahkan gratis, mampu mencetak sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi.