Mohon tunggu...
Hanifah TryEvelina
Hanifah TryEvelina Mohon Tunggu... Lainnya - Nama saya Hanifah Try Evelina, saya mahasiswa yang berkuliah di Universitas Islam Negeri Sumatra Utara dengan jurusan Tadris Bahasa Indonesia

hobi saya menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu di Ujung Mimpi

26 Oktober 2024   16:16 Diperbarui: 26 Oktober 2024   17:02 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Adi, dengan tekad bulat, terus berlatih bola setiap hari. Ia berlatih di lapangan dekat rumahnya, bahkan saat hujan deras. Ia seringkali pulang dengan tubuh lelah dan penuh luka, tetapi semangatnya tak pernah padam. Ia bermimpi suatu hari bisa bermain di stadion besar, mengenakan seragam tim nasional, dan membanggakan keluarga.

Namun, jalan Adi menuju impiannya tidaklah mudah. Ia seringkali dihina dan diremehkan karena berasal dari keluarga miskin. Ia bahkan pernah ditolak oleh klub sepak bola karena dianggap tidak memiliki bakat. Tapi Adi tidak menyerah. Ia terus berlatih keras, dan akhirnya, bakatnya mulai terlihat.

Suatu hari, seorang pelatih dari klub sepak bola ternama melihat Adi bermain di lapangan. Terkesan dengan bakatnya, pelatih itu mengajak Adi untuk bergabung dengan klubnya. Adi sangat gembira. Ia akhirnya mendapat kesempatan untuk mewujudkan mimpinya.

Adi berlatih dengan giat di klub barunya. Ia belajar banyak hal dari pelatih dan rekan-rekannya. Ia juga harus beradaptasi dengan kehidupan baru di kota besar, jauh dari keluarga.

Beberapa tahun kemudian, Adi berhasil menjadi pemain sepak bola profesional. Ia bermain di liga utama dan bahkan dipanggil untuk bergabung dengan tim nasional. Ia selalu mengingat pesan orang tuanya untuk tidak melupakan keluarga. Setiap kali ia mencetak gol, ia selalu menunjuk ke langit, seolah-olah ingin menunjukkan kepada orang tuanya bahwa ia telah mencapai impiannya.

Namun, ketika Adi kembali ke kampung halamannya, ia mendapati rumah itu kosong. Tetangga berbisik, Pak Ahmad telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu, dan Ibu menyusulnya tak lama kemudian. Maya, yang telah menjadi dokter, sedang bertugas di daerah terpencil.

Adi terduduk lemas, air matanya mengalir deras. Ia merasa kehilangan segalanya. Ia telah meraih cita-citanya, tetapi ia tidak dapat berbagi kebahagiaan itu dengan keluarga yang paling dicintainya.

Adi berjanji untuk selalu mengenang keluarga yang telah memberinya segalanya. Ia akan mendedikasikan hidupnya untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, seperti yang selalu dilakukan orang tuanya.

Cerita ini berakhir dengan kesedihan yang mendalam, tetapi juga dengan pesan tentang kekuatan cinta keluarga dan pentingnya menghargai setiap momen yang kita miliki bersama mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun