Mohon tunggu...
Hanifa Fadilazahra
Hanifa Fadilazahra Mohon Tunggu... Seniman - Hanifa Fadilazahra XI MIPA 4 - SMAN 28 Jakarta

SMAN 28 Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cerpen: Ribuan Matahari Terbenam

25 November 2020   15:11 Diperbarui: 25 November 2020   15:15 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Nii... aku pulang," kata Kevin versi masa depan memanggil istrinya. Mendengar hal itu, Marsha kecewa setengah mati.

Walaupun mungkin Kevin tidak menyadarinya, tetapi Marsha selama ini diam-diam menyimpan perasaan untuk Kevin, tetapi ia berusaha sekuat mungkin agar tidak menunjukkannya karena Marsha yakin Kevin hanya menganggapnya sebatas sahabat. Tapi Marsha selalu berharap agar Kevin tidak menganggapnya sebagai teman. Jadi, setelah mendengar Kevin versi masa depan memanggil istrinya dengan panggilan Ni, pupuslah harapannya, karena nama Marsha sama sekali tidak mengandung unsur Ni. Perasaanya campur aduk. Baru saja ia menangis, tetapi sudah dibuat tambah sedih. Marsha segera melepas genggaman tangan Kevin. Toh mereka akhirnya juga tidak akan menjadi pasangan, jadi untuk apa bergandengan.

Kevin yang menyadari ketidaknyamanan Marsha segera menekan tombol yang sama. Sensasi tadi terulang kembali, tetapi kali ini mereka dihadapkan dengan kenyataan yang lebih pahit.

Rumah Kevin sudah seperti kapal pecah. Jendela rumahnya pecah. Semua furnitur berserakan di lantai. Debu melapisi semua barang, yang menandakan rumah ini sudah tidak dihuni dalam kurun waktu yang cukup lama.

Marsha melihat ke arah jam digital yang menyertakan tahun.
   Sekarang tahun 2060.
   Untuk menghilangkan rasa sesak, mereka memutuskan untuk keluar rumah. Tetapi hal yang mereka lihat malah menambah kadar sesak keduanya.

Di sepanjang jalanan, mereka melihat sekerumunan orang yang saling berteriak, memukul, menginjak, dan menyakiti satu sama lain hanya untuk mendapatkan setetes air yang semakin langka. Jarak pandang mereka mungkin hanya sebatas 1 m, karena tebalnya asap di udara. Keadaan bumi ini sangat kacau.

Hal ini membuat Marsha mundur beberapa langkah, lalu ia merasa menginjak sesuatu yang empuk. Saat ia melihat ke arah pijakan kakinya, ia melihat jasad yang sudah membusuk tergeletak di bawahnya. Sontak Marsha berteriak. Ia mulai menangis tidak karuan.

"Vin, aku mau pulang. Semua ini mebuatku muak. Tolong Vin, bawa aku pulang," kata Marsha diiringi isak tangis.

"Sedang aku usahakan Sha, sabar ya," Kevin yang merasa bertanggung jawab atas semua ini sangat tertekan. Apalagi saat melihat keadaan Marsha yang sangat menderita.

Setelah berpikir selama beberapa menit, akhirnya Kevin menekan tombol start berwarna merah, ia berharap semoga hal ini dapat membuat mereka kembali ke awal.

Keberuntungan berada di pihak mereka. Mereka mulai merasakan sensasi yang sama dan akhirnya mereka kembali berpijak di ubin rumah Kevin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun