Mohon tunggu...
Hanif Ardiansyah Setiawan
Hanif Ardiansyah Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Man Jadda Wa Jada! Halo sahabat literasi! Perkenalkan saya Hanif, seorang mahasiswa psikologi di Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Surabaya!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Layar Kecil Membuat Gelisah : Fenomena Social Media Anxiety

18 Desember 2024   15:30 Diperbarui: 18 Desember 2024   15:27 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Media sosial kini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter tak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga tempat memamerkan kehidupan. Namun, alih-alih memberi kebahagiaan, fenomena Social Media Anxiety---kecemasan akibat penggunaan media sosial---justru menjadi momok baru dalam kesehatan mental dan hubungan sosial. Kegelisahan ini muncul seiring meningkatnya ketergantungan terhadap validasi digital serta rasa takut tertinggal (Fear of Missing Out atau FOMO).

Social Media Anxiety bukan sekadar isu kecil, melainkan telah memengaruhi kehidupan sosial secara signifikan, baik dalam interaksi tatap muka maupun kesehatan mental. Penelitian dari Nan et al. (2024) menunjukkan bahwa tingginya penggunaan media sosial berkaitan erat dengan meningkatnya tingkat kecemasan sosial dan isolasi.

Apa Itu Social Media Anxiety?

Social Media Anxiety adalah kecemasan berlebihan yang timbul akibat interaksi di media sosial. Kondisi ini ditandai dengan:

  1. Ketergantungan terhadap validasi online
    Individu merasa cemas ketika konten yang dibagikan tidak mendapatkan "like" atau komentar seperti yang diharapkan (Shabahang et al., 2021). Ketergantungan ini mengikis kepercayaan diri dan meningkatkan ketidakpuasan diri.
  2. Fear of Missing Out (FOMO)
    FOMO terjadi saat seseorang merasa takut tertinggal informasi atau momen penting yang dibagikan orang lain. Ini memicu kecemasan terus-menerus untuk selalu memeriksa media sosial (Daravit, 2021).
  3. Social Comparison
    Tren membandingkan kehidupan sendiri dengan unggahan orang lain menambah kecemasan dan memicu perasaan rendah diri (Verduyn et al., 2012).

Menurut Kuss et al. (2019), fenomena ini diperparah oleh algoritma media sosial yang dirancang untuk mempertahankan atensi pengguna, meskipun dampaknya dapat merusak kesehatan mental.

Bagaimana Social Media Anxiety Mempengaruhi Kehidupan Sosial?

1. Menurunnya Interaksi Tatap Muka

Orang yang mengalami Social Media Anxiety cenderung menghindari interaksi di dunia nyata. Mereka merasa lebih nyaman bersembunyi di balik layar digital. Penelitian Ranabhat dan Marion (2024) menegaskan bahwa meningkatnya penggunaan media sosial secara signifikan mengurangi keterampilan komunikasi interpersonal.

2. Ketergantungan pada Validasi Sosial

Kecemasan muncul ketika individu menggantungkan kebahagiaannya pada respons digital. Misalnya, kurangnya "like" atau komentar memicu rasa cemas dan perasaan tidak berharga (Lin, 2024). Fenomena ini menurunkan kepercayaan diri, menghambat kemampuan untuk berinteraksi dengan percaya diri di dunia nyata.

3. Isolasi Sosial dan Kesepian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun