Sejarah pada masa sekarang telah dikenal dalam berbagai bentuk. Bentuk bacaan tersebut dapat berupa karya sastra puisi, cerpen, dan novel. Disini saya berfokus kepada salah satu cerpen dari buku kumpulan cerpen karya Idrus yang berjudul "Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma". Buku ini merupakan buku karya Idrus yang berisikan latar belakang sejarah pada masa sejak kedatangan Jepang tahun 1942 dan sesudah 17 Agustus 1945.Â
Buku ini memuat sebelas cerita pendek dan satu drama dalam empat babak yang berjudul "Kejahatan Membalas Dendam". Sehingga dalam buku ini banyak kisah fiksi mengenai masa-masa penjajahan Jepang sampai dengan perjuangan kemerdekaan masyarakat Indonesia. Â
Salah satu cerpen yang dimuat dalam buku itu, adalah cerpen "Heiho" yang dimuat pula dalam buku antologi Cerita Pendek Indonesia (susunan Setyagraha Hoerip, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1984). Cerpen "Heiho" karya Idrus diterbitkan di Pantja Raja. Tulisan ini dianggap sebagai naskah yang kontroversial.
Heiho adalah alat bagi Idrus untuk meningkatkan kesadaran pembacanya tentang bagaimana orang Jepang memanipulasi orang dengan menyerang perasaan propaganda Jepang. Itu sebabnya, dalam cerita Idrus terdengar sinis soal posisinya.Â
Sepanjang jalan cerita, Idrus menggambarkan Heiho sebagai posisi yang dihormati. Tokoh utama, Kartono bergabung dengan Heiho berdasarkan idenya bahwa itu adalah cara untuk memperjuangkan bangsanya (Harendika dkk, 2017, hlm. 137). Makna siasat Jepang ini sebenarnya telah digambarkan oleh Idrus didalam cerpen "Heiho" dengan cukup jelas.Â
Pada fakta sejarah pula siasat Jepang ini telah ada dari masa awal mereka datang ke Nusantara. Namun hal tersebut tidak dapat ditemukan dari buku pelajaran, siswa pula tidak dapat mengerti sepenuhnya dengan keadaan tersebut melalui pemaparan dalam buku pelajaran. Maka cerpen "Heiho" ini dapat membantu siswa untuk memahami keadaan masyarakat Indonesia pada masa adanya Heiho.
Didalam cerpen meski tidak mengungkap secara langsung mengenai siasat Jepang, namun kisah dalam cerpen "Heiho" mengandung ironi menjadi seorang Heiho. Hal ini digambarkan dalam sosok Kartono.Â
Didalam cerita Heiho, Kartono yang memiliki keinginan menjadi seorang Heiho, ia percaya bahwa keinginannya tersebut patut dihormati. Namun tidak ada satu pun karakter lain dalam kisah cerpen tersebut nampaknya puas dengan pekerjaan itu.Â
Hal tersebut dapat dilihat dari Bentrokan Kartono dengan bosnya, cara orang bergosip tentang Kartono, dan ketidaksetiaan istrinya menjadi sebuah ironi di mana Idrus secara tidak langsung menggambarkan dua jurang kemasyarakatan di Indonesia: (1) mereka yang fanatik pro-kemerdekaan dan (2) mereka yang pro-kemerdekaan (Harendika dkk, 2017, hlm. 139).
Adapun siasat Jepang tersebut dapat dilihat dari percakapan antara orang tua dan anaknya saat dijalan sambil melihat Kartono dengan seragam Heihonya. Yang jika digambarkan bahwa sang orang tua dan anaknya tersebut sadar betul dengan kemampuan Jepang yang dapat membangun semangat rakyat Indonesia untuk dapat mereka manfaatkan bagi keuntungan mereka sendiri.Â
Sedangkan Kartono yang tidak menyadari hal tersebut tidak sadar akan siasat Jepang dan menganggap bahwa ia melakukan hal tersebut untuk negerinya. Selain dari kutipan diatas, adapun repons istri dari Kartono yang mengatakan jika suaminya terlalu naif dan tidak sadar akan tujuan dari Jepang yang sebenarnya.
Referensi/Sumber Bacaan:
Harendika, M. S., Hapsari, D. E., & Nufiarni, R. (2017). The Apathy Headed For Japanese Propaganda in Idrus’ Heiho: A Comparative Study. Language Circle: Journal of Language and Literature, 11(2), 136-144.
Idrus. (2010). Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Jakarta: Pusat Bahasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H