Mohon tunggu...
Hanifa Salma Nurlaili
Hanifa Salma Nurlaili Mohon Tunggu... Mahasiswa - penyuka indomie dan esteh

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Sunan Kaljaga 21107030009

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kuliner: Angkringan yang Kental dengan Nuansa Tradisional di Yogyakarta

14 Juni 2022   19:42 Diperbarui: 14 Juni 2022   19:51 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
proses penggorengan berbagai macam gorengan (dokpri)

Membahas kuliner khas Yogyakarta memang tidak ada habisnya. Bahkan banyak orang yang menganggap bahwa Yogyakarta adalah surga kuliner yang memiliki daya Tarik tersendiri perihal kulinernya. Salah satun yang dapat di coba adalah angkringan.

Siapa yang tak kenal angkringan? Hampir semua orang tahu apa itu angkringan dengan segala menu yang menarik dan wajib dikunjungi. Tapi tak semua daerah terdapat angkringan, banyak ditemukan di daerah jawa khususnya di daerah jawa tengah dan Yogyakarta.

Tapi bagi yang belum tau apa itu angkringan, jangan khawatir. Mari kita jabarkan bersama dalam artikel ini. Istilah angkringan berasal dari bahasa Jawa, angkring yang berarti alat dan tempat jualan makanan keliling yang pikul serta berbentuk melengkung ke atas. Selain melengkung, angkringan juga ada yang berbentuk gerobak dorong, seperti yang sering kita lihat di pinggiran Kota Yogyakarta.

Angkringan lahir dari inovasi Eyang Karso Dikromo, yang masa mudanya akrab dipanggil Jukut. Mbah Karso yang berasal dari Desa Ngerangan, Klaten tahun 1930-an merantau ke Solo saat usianya 15 tahun. Umumnya angkringan ini menyajikan bermacam macam menu tradisional yang bisa dinikmati dengan harga terjangkau.

Menu yang tersaji pada angkringan pada umumnya diantaranya, yaitu nasi kucing, tempe mendoan, ayam bacem, wedang wedangan, STMJ, dan sate angkringan. Menu yang cocok untuk mengisi perut dikala bosan dengan Susana rumah makan biasanya.

Angkringan menjual berbagai macam makanan dan minuman di pinggir jalan, khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Gerobak angkringan biasanya ditutupi dengan kain terpal plastik untuk melindungi dari hujan.

Ada perbedaan penyebutan angkringan di daerah Solo dan Yogyakarta. Jika di Yogyakarta orang mengenal nama angkringan, orang-orang Solo menyebutnya warung hik.

Warung hik dimaknai orang Solo sebagai akronim dari "Hidangan Istimewa ala Kampung". Pemaknaan ini merujuk pada warung makan yang menjual makanan dan minuman dari kampung. Satu gerobak angkringan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Namun sering kita jumpai angkringan yang menyediakan tambahan tikar atau kursi untuk pembeli yang ramai.

Angkringan biasanya beroperasi mulai sore hingga malam hari, bahkan ada beberapa yang sampai pagi hari. Beberapa angkringan yang masih tradisional, senthir menjadi andalan dalam penerangan.

Senthir atau lentera adalah penerangan sederhana di zaman dahulu. Ada yang terbuat dari bekas botol minuman dengan sumbu dan minyak tanah sebagai bahan bakarnya, ada pula dari kaleng sisa makanan atau cat.

Seperti angkringan satu ini yang beda dari yang lain. Pemiliknya yaitu Hadi Subarjo (69 tahun) mengklaim bahwa usaha yang dirintisnya adalah angkringan. 

Bagaimana bisa dikatakan beda dari yang lain, biasanya angkringan menjual diatas gerobak yang ditutupi oleh terpal dan duduk di bangku kayu tetapi tidak dengan yang satu ini.

Berlokasi di daerah seyegan sleman, angkringan ini bertempat di dapur langsung, tempat pembuatan aneka ragam menu yang tersedia. Jadi menu menu yang disajikan masih fresh dari penggorengan, bahkan kadang belum diangkat di penggorengan sudah ada yang mengambil untuk di konsumsi.

bapak Hadi subarjo yang merintis usaha angkringan ini (dokpri)
bapak Hadi subarjo yang merintis usaha angkringan ini (dokpri)

Mulai berjualan pada tahun 1997, Angkringan ini sudah legend dan memiliki banyak peminat dan pengunjung yang tak bosan untuk mampir dan membeli. 

Pada awal dibukanya usaha ini masih terbilang sepi peminat karena memang belum banyak orang tau, mulai tahun 1999 pembeli dan pengunjung mulai berdatangan tidak hanya dari daerah setempat. Tetapi banyak juga yang datang ke daerah seyegan hanya untuk merasakan masakan dari angkringan ini.

Menu menu yang ditawarkan juga tidak jauh berbeda dengan angkringan angkringan lainnya, mulai dari nasi kucing, sate satean seperti sate usus, sate telur puyuh, ada juga lauk laukan yang bisa menjadi penolong dikala saat malas masak seperti ayam goreng, lele goreng, lele sambal, ati ampel baik goreng ataupun bacem, tahu bacem. 

Berbagai gorengan pun tak luput menjadi sorotan para pembeli seperti tahu isi, mendoan, ceker tepung ataupun bacem, gembus. Wedang wedangan yang biasanya di angkringan gerobak juga ada di angkringan ini seperti jahe, es/panas teh, es/panas jeruk, jahe murni, jahe susu. Semua bisa dinikmati dengan harga yang terjangkau dimulai dari harga Rp 600 saja.

tahu isi yang banyak orang rela mengantri untuk mendapatkannya (dokpri)
tahu isi yang banyak orang rela mengantri untuk mendapatkannya (dokpri)

Buka mulai pukul 16.00 WIB hingga malam pukul 21.00 WIB. Pada tahun 1999 hingga 2018-an angkringan ini buka dari sore hingga dini hari menjelang pagi, tetapi semenjak pandemi tidak dilanjutkan sampai dini hari karena satu dan dua hal. 

Modal yang dikeluarkan untuk membuat masakan masakan ini tergolong standar, dikisaran Rp 700.000- Rp 800.000, dengan keuntungan yang dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.

Tetapi saat adanya pandemi keuntungan dan omset penjualan tentunya mengalami dampak yang cukup signifikan. Yang dulunya bisa habis penjualanya saat pandemi mengalami sepi peminat karena adanya lock down dan beberapa kali angkringan ini tutup karena memang tidak ada pembeli. 

Dengan berangsur angsur corona ini menghilang penjualan dan keuntungan sudah menunjukan kestabilan. Dengan masalah virus korona yang hampir terselesaikan muncul masalah lainnya yaitu bahan bahan makanan naik drastis. 

Dengan begitu, angkringan ini tidak mengaikkan harga yang ada dengan tetap pada awalnya, tetapi pada takaran takaran lainnya sedikit dikurangi untuk mengurangi kerugian yang ada.

proses penggorengan berbagai macam gorengan (dokpri)
proses penggorengan berbagai macam gorengan (dokpri)

Suka duka yang dihadapi pasti sangat banyak, apalagi saat cuaca tidak mendukung, penjualan pasti akan menurun drastic dan terkadang tutup lebih awal meskipun dagangan masih tersisa. "semoga kedepannya lebih baik, dengan corona yang cepat menghilang maka perekonomian dan keuntungan yang didapat dapat stabil kembali." Ucap Bapak Hadi untuk harapan kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun