Mohon tunggu...
Hanifa Salma Nurlaili
Hanifa Salma Nurlaili Mohon Tunggu... Mahasiswa - penyuka indomie dan esteh

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Sunan Kaljaga 21107030009

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Generasi Z: Si Paling Healing, Sebenernya Healing itu Baik Nggak Sih?

6 Juni 2022   12:07 Diperbarui: 6 Juni 2022   12:31 947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
healing yang banyak orang tau adalah berlibur ke suatu tempat seperti pantai (Photo: Asoka Remadja via indonesia.tripcanvas.co)

Kalo kamu mengikuti beberapa topik yang sedang ramai di perbincangkan akhir akhir ini pasti kamu sering banget denger kata ini. Satu kata yang sekarang ini banyak di gaungkan dimana mana, "Healing". 

Banyak faktor yang orang yang "katanya" butuh healing seperti butuh self healing karena capek kerja atau stress karena ada di toxic relationship atau burn out karena kerjaan yang numpuk bikin jenuh yang membuat bikin pengen self healing.

Bahkan banyak beredar di akun Instagram ataupun twitter tentang kegiatanya yang sekarang ia kerjakan malah membuat healing dan self reward menjadi berkurang. Yang menjadi permasalahnnya adalah kenapa ya sekarang banyak orang yang pengen self healing? Apakah generasi Z adalah generasi yang manja? Dan apakah healing itu memang bener di perluin?

Beberapa pertanyaan di atas ini akan dijabarkan dengan sudut yang berbeda yang pastinya bisa sedikit membantu atas keresahan selama ini.


Sudut pandang pertama

Kenapa fenomena self healing menjadi trend dikalangan generasi Z? sebenarnya fenomena ini bisa ditinjau dari sudut pandang yang berasal dari buku Prof Renald Kasali yang berjudul strawberry generation. 

Dalam buku ini Prof Renald dikatakan bahwa, generasi Z merupakan generasi yang kreatif tapi dibalik sisi kreatif itu generasi z ini juga dianggap sebagai generasi yang mudah menyerah dan gampang sakit hati.

Mengapa bisa dikatakan seperti itu? Karena pada saat ini mereka hidup di zaman yang mana perekonomian Sekarang itu lebih sejahtera daripada zaman sebelumnya yang mana itu berdampak pada orang tua yang kemudian cenderung mudah untuk memberikan segalanya untuk anaknya sehingga terjadilah over sharing dan over protecting yang gak dialam oleh anak anak dan akhirnya malah membuat anak sekarang cenderung menjadi "lebih manja" karena mengingkan banyak hal dengan instan.

Dan karena dengan perekonomian yang udah sejahtera, kebanyakan orang tua jadi menaruh ekspetasi yang tinggi buat anaknya, dan kalo gagal akan malah berbalik untuk menyalahkan dan memarahimu karena gak bisa ngerealisasikan harapan itu. 

Karena ekspetasi yang mungkin agak tinggi itulah anak merasa diberikan beban yang berat karena takut akan kegagalan yang akan dialami malah sebaliknya bisa membuat anak menjadi takut untuk mencoba, people pleasure, mudah cemas ketika berhadapan dengan hal yang tidak pasti.

Sudut pandang yang kedua

Katanya sih berhubungan dengan media sosial, kok bisa? Media sosial ini banyak mengubah kehidupan generasi saat ini. Kalo di perhatikan media sosial saat ini tuh cuma dibuat untuk selebrasi keberhasilan, flexing, untuk pamer sesuatu.

Gak ada salahnya untuk membagikan kebahagiaan itu ke orang lain, tapi itu semua malah cenderung buat bikin kamu itu cuma ngelihat dari keberhasilan atau kesukesan karena kan orang lain gak pernah lihat proses dibalik kesuksesan itu. 

Nah karena itu, banyak orang terus malah ngebanding bandingin diri ngerasa kayak dirinya gak seberhasil itu atau ngerasa kamu harus lebih baik dari dia, yang akhirnya malah buat diri kamu jadi stress dan beban hidup makin berat. 

Dampak yang timbul akan fenomena ini yaitu membuat orang generasi sekarang ini pengen sukses dengan cepat dan mudah atau bisa dibilang suskes instan.

ekspetasi orang tua yang bisa memberatkan anak (source by pixabay)
ekspetasi orang tua yang bisa memberatkan anak (source by pixabay)

Seperti yang bisa dirasakan saat ini, orang jadi lebih peduli akan kesehatan mental, walaupun sebenarnya pemahaman tentang menjaga kesehatan mental atau menghadapi stress kurang di sosialisasikan apalagi kan gak ada di bangku sekolah tentang pelajaran yang bahas tentang mental kecuali orang orang yang memang mengambil jurusan yang belajar tentang mental contohnya jurusan psikologi.

Sebenarnya jika dibandingkan dengan zaman dulu pun tidak jauh berbeda, yang membedakan cuma generasi sekarang itu lebih humanis yang mana memandang manusia itu jauh lebih baik daripada dulu dan generasi sekarang juga lebih melek tentang kesehatan mental, jadinya ketika ada gejala yang muncul yang dulunya cuma dianggap sepele sekarang udah bisa cari tau walaupun ujung ujungnya self diagnosis atau malah merasa butuh penyelesaian dengan bantuan psikologis butuh yang namanya stress coping.

Apa itu stress coping?

Coping adalah suatu upaya individu untuk menanggulangi situasi stres yang menekan akibat masalah yang dihadapi, dengan cara melakukan perubahan kogntif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.

Banyak orang menganggap healing itu berarti harus liburan ke suatu tempat misal bali atau refreshing ke alam atau tempat wisata apapun, well sebenarnya itu juga gak sepenuhnya salah tapi cara menghadapi stress gak cuma dengan liburan seperti itu, tentunya banyak hal mudah yang bisa dikerjakan.

Terus bagaimana penanganan stress yang semua itu gak harus di handle dengan liburan?

Yang pertama, kamu harus tahu bahwa healing itu bukan solusi utama atas permasalahan stress yang kamu hadapai, tapi tanamkan ke diri kamu bahwa "healing" itu hanya salah satu jenis penanganan masalah atau stress coping.

Ada salah satu strategi namanya emotion focused coping. Apa itu?

Emotion Focus Coping merupakan usaha-usaha individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang dirasakannya tidak dengan cara menghadapinya secara langsung, tetapi lebih pada usaha untuk mempertahankan keseimbangan afeksinya.

pengendalian emosi penting untuk penangan stress (source by pixabay)
pengendalian emosi penting untuk penangan stress (source by pixabay)

Di strategi ini kamu hanya fokus buat ngurangin stress atau nyelesain masalah dengan mengalihkan perhatian kamu dari sumber masalah itu. Ada banyak yang bisa dikerjakan seperti meditasi, jurnaling, mindfulness, nangis, atau bahkan curhat ke orang yang bisa bikin kamu nyaman. Ya intinya adalah berfokus untuk ngurangin stress atau menangkan diri sejenak.

nangis bisa mengurangi stress yang menumpuk di pikiran (source by pinterest/sarcastic_belle #GirlPower)
nangis bisa mengurangi stress yang menumpuk di pikiran (source by pinterest/sarcastic_belle #GirlPower)

Tidak ada salahnya jika ingin healing, berlibur ke suatu tempat bahkan sesekali itu diwajibkan untuk mengyegarkan pikiran yang mungkin udah stress banget. Tapi balik lagi, gak semua permasalahan atau stress yang kamu hadapi itu harus ditangani dengan "healing" fokuslah pada pengendalian emosi kamu agar terkontrol dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun