Mohon tunggu...
Hanif Vidi
Hanif Vidi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Analis Kebijakan

Komunitas Studi Politik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa Kabar Ambalat?

6 Oktober 2015   19:10 Diperbarui: 6 Oktober 2015   19:17 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah aspek penting dari wilayah perbatasan, adalah mobilitas penduduk yang berlangsung disana. Mobilitas penduduk di wilayah perbatasan, sebagaimana sebuah lalulintas penduduk yang melintasi batasbatas negara, secara umum bisa dibedakan. Yaitu antara penduduk yang memang telah secara turuntemurun tinggal menetap di kawasan perbatasan tersebut, dan kaum pendatang, yang umumnya datang untuk mencari pekerjaan, baik mereka yang kemudian menetap di kawasan sekitar perbatasan, ataupun mereka yang hanya sekedar melintas kawasan perbatasan dengan tujuan menyeberang ke negara tetangga, atau kemudian menuju negara lain.

Mobilitas penduduk di wilayah perbatasan ini penting untuk dibahas dalam konteks ’memahami Indonesia yang ’asing’’. Untuk itu ada beberapa pertimbangan yang harus kita perhatikan, dimana yang terpenting karena mereka adalah juga warganegara Indonesia yang perlu mendapatkan perlakuan sama dengan warganegara Indonesia lainnya. Kedua, karena keberadaan mereka sering tidak dalam kondisi yang normal berkaitan dengan berbagai alasan yang mendorong mereka melakukan mobilitas. Ketiga, jumlah mereka yang tergolong penduduk pendatang semakin besar, dan meskipun mereka adalah warganegara Indonesia, perlakuan negara terhadap keberadaan mereka tidak hanya minimal, namun justru memprihatinkan, karena mereka justru menjadi target dari perlakuan buruk oleh Negara.

Ambalat Mejelang Pilkada

Pilkada menjadi pesta pertempuran kepentingan entah itu kaum elit ataupun kaum bawah, antara yang dipilih dengan yang memilih. Bagaimana Ambalat? Ambalat sudah jauh populer sebelum Pilkada serentak muncul. Masyarakat Ambalat yang hanya seupil bisa saja menjadi komoditi politik penting bagi para calon untuk “dekat” dengan mereka. Lho bukannya hanya sedikit jumlah warga masyarakatnya? Apakah signifikan untuk penambahan suara? Tidak. Sekali lagi ini komoditi politik, bukan kebutuhan instan. Warga masyarakat Ambalat tidak signifikan dalam perolehan suara, tapi sangat signifikan bagi siapa saja yang mampu menangani atau istilahnya sedikit mengakomodasi kepentingan yang ada disana kemudian memolesnya menjadi suatu prestasi nasional yang otomatis menaikkan branding bagi calon yang berhasil membuat bergainning prestasi disana. Ambalat sudah menjadi komoditi nasional bahkan internasional, sedikit saja sentuhan elit politik local bisa menimbulkan efek yang bisa memancing rasa entertain penduduk Indonesia pada umumnya, maka sedikit permainan media akan melambungkan calon Raja Kecil yang menguasai daerah Ambalat nantinya. Bahkan ini bisa menjadi investasi jangka panjang jika mampu merawatnya dengan baik. Ambalat sudah menjadi komoditi politik penting bagi pertempuran local yang akan diselenggarakan esok.

Letaknya yang susah dijangkau juga bisa melegalkan atau mensahkan akrobatik-akrobatik politik hitam, atau dengan kata lain, “perang pistol sah disini”. Jangankan pengawas pemilu yang sudah pasti susah mengakses pengawasan di Ambalat, kekosongan Sipada Ligitan saja sudah menjadi indikasi bahwa system keamanan yang seolah Semesta di luarnya justru terdapat Black Hole dimana-mana. Bagaimana Pemerintah? Bagaimana TNI? Semoga momentum 5 Oktober mampu menjadi pengingat dinamika Ambalat, khususnya menjelang Pilkada 2015. Negara tidak boleh lengah, tidak ada salahnya kalau semua yang ada di Negara Indonesia ini berpedoman pada prinsip yang berbunyi “Ojo Dumeh (jangan sombong), Ojo Gumunan (jangan heran), Ojo Kagetan (jangan kaget) yang intisarinya adalah agar Negara ini selalu waspada dan mawas diri, tidak boleh sombong seolah kuat tapi lemah ternyata di dalam. Awas Republik !!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun