Disclaimer:
Ini catatan harian yang konteks penulisannya sesuai dengan waktu tulisan ini dibuat. Mudah-mudahan saja masih ada manfaatnya. Terima kasih.
*
Peringatan Nuzulul Qur'an di Kantor DPP PKB dihadiri Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, Ketua Umum PBNU. Momen ini menarik karena sesaat sebelumnya posisi PKB dan Kiai Said berseberangan. Dalam Pilpres 2014 ini, PKB menjadi partai pengusung pasangan Capres/Cawapres Jokowi-JK, sementara Kiai Said secara pribadi mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Nahdlatul Ulama (NU) secara organisasi tidak mengambil sikap politik dan membebaskan warganya memilih Capres/Cawapres yang dipandang tepat.
Tapi malam peringatan Nuzulul Qur'an di PKB tidak menyinggung sama sekali, apalagi membahas masalah itu. PKB dan Kiai Said sama-sama paham posisi masing-masing. Tidak saling mempersoalkan, tidak saling mengadili pilihan politik masing-masing. Pidato Cak Imin selaku Ketua Umum PKB sama sekali tidak menyinggung posisi politik yang berbeda antara Kiai Said dan PKB. Demikian juga dengan Kiai Said. Seolah keduanya sama paham bahwa kepentingan besar keduanya sama. Hanya cara dan pilihannya saja yang berbeda dalam konteks Pilpres.
Dalam pidatonya, Cak Imin memperkenalkan visi baru PKB kepada Kiai Said. Visi yang akan diluncurkan saat Muktamar PKB akhir Agustus mendatang itu disebutnya sebagai "membangun politik rahmatan lil'alamin". PKB hendak menjadi rahmat, menjadi berkah bukan saja buat Islam dan Indonesia, tetapi lebih dari itu untuk seluruh alam semesta.
Mengutip Qur'an Surat Ibrahim ayat 24, Cak Imin mengibaratkan PKB sebagai pohon yang baik (sajarotin toyyibatin, a goodly tree) yang akarnya kokoh (asluhaa tsabit, its root set firm) dan cabang-cabangnya menjulang ke langit (wafar'uhaa fissama, its branches reach to the sky). Pohon yang seperti itu, kata Cak Imin, adalah pohon yang bermanfaat. Buahnya muncul di setiap musim dan memberikan manfaat pada dunia.
Begitulah gambaran PKB masa depan dlm pemikiran Cak Imin. Berakar pada tradisi pemikiran dan politik NU, tetapi memiliki performa modern dan menjangkau lapisan masyarakat yang kosmopolit. Kuat memegang tradisi kebudayaan Islam Indonesia dan memiliki jangkar politik ke komunitas paling tertindas di republik, tetapi bisa diterima di kalangan masyarakat modern perkotaan dan komunitas sosial lain yang multikultural.
Pada saat memberikan tausiyah Nuzulul Qur'an, Kiai Said melengkapi gagasan Cak Imin seputar visi PKB masa depan. Menurut Kiai Said, PKB memang harus menjadi pohon yang kokoh dan baik. Oleh karenanya, gerak politik PKB harus dilengkapi dengan misi kemaslahatan umat. Tanpa itu, relevansi PKB dengan persoalan kemasyarakatan dan kebangsaan akan sulit diwujudkan.
Dengan merujuk pada Qur'an Surat an-Nisa 114, Kiai Said menggariskan misi perjuangan PKB ke dalam tiga wilayah pokok. Pertama, menggerakkan sedekah melalui kebijakan publik (amaru bisodaqotin). Kedua, menyeru kepada kebajikan publik (amaru bima'rufin). Ketiga, mengokohkan solidaritas kemanusiaan (islah baina an-naas).
Menggerakkan sedekah dalam pemikiran Kiai Said adalah meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat melalui kebijakan publik yang berpihak kepada mereka yang lemah (mustadh'afin, the oppressed). Isu-isu seperti pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, kedaulatan pangan dan energi, pemerataan kemakmuran hingga pemberantasan korupsi masuk pada wilayah ini. Kebijakan yang baik dan berpihak pada kepentingan rakyat adalah sedekah politik yang dampaknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat.
Menyeru pada kebajikan publik ditujukan untuk menata sistem ketatanegaraan secara keseluruhan, sehingga dapat mendorong warga negara melakukan kebajikan dan mencegah mereka dari melakukan hal-hal yang melanggar norma agama maupun hukum. Termasuk dalam hal ini juga adalah penataan sistem pendidikan yang berorientasi pada penguatan karakter dan kepribadian bangsa. Kiai Said percaya bahwa bangsa yang kuat adalah bangsa yang ditopang oleh karakter yang kuat.
Mengokohkan solidaritas kemanusiaan, dalam pandangan Kiai Said, merupakan jalan untuk menguatkan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Dikatakan demikian karena solidaritas kemanusiaan harus didahului oleh solidaritas kebangsaan. Tak akan ada solidaritas kemanusiaan tanpa solidaritas kebangsaan.
Bagi Kiai Said, jika solidaritas kebangsaan dan kemanusiaan itu tumbuh kuat di tanah air, maka keterlibatan setiap komponen bangsa dalam pembangunan akan meningkat. Lebih dari itu, Indonesia juga bisa meningkatkan pengaruhnya dalam percaturan dunia internasional lewat isu-isu kemanusiaan dan perdamaian dunia.
Begitulah gagasan Kiai Said dan Cak Imin bersambungan ketika membicarakan PKB masa depan. Pemikiran mereka juga sama-sama berbasis pada ilmu al-Qur'an. Perbedaan politik tidak pernah melampaui kesepahaman mereka terhadap masalah-masalah dasar kita sebagai bangsa. Sungguh senang menikmati suguhan Nuzulul Qur'an di DPP PKB yang penuh dengan inspirasi dan kebersamaan yang berkualitas. ***
Raden Saleh, 20 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H