Wah! Itu kesimpulan yang keras. Tetapi cukup logis jika fenomena menyangkut gaya pemberitaan seperti dijelaskan di atas tidak berubah. Dan jika terus begitu, kita boleh mempertanyakan kontribusi mereka untuk pengokohan demokrasi. Apakah "kegaduhan" berita anonim dan sumir itu tidak setara dengan fitnah?Â
Dan apakah fitnah bisa berkontribusi terhadap demokrasi? Lihatlah fenomena politik kita sekarang. Begitu gaduh tetapi miskin substansi. Ribut tetapi hampir tak menawarkan solusi. Hasilnya pada tingkat publik adalah semakin mengentalnya frustasi publik dan tergerusnya harapan akan masa depan demokrasi.
Tentu kita berharap semua itu tidak terjadi. Bangsa ini akan rugi besar jika pada akhirnya rakyat benar-benar tidak percaya pada demokrasi. Media massa karenanya dituntut untuk semakin profesional dan bertanggung jawab. Tidak sekedar memelihara sensasi isu dan lalu mengolahnya sedemikian rupa hingga kegaduhan dalam realitas media melampaui apa yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat.
Indonesia bangsa besar. Reformasi 1998 sudah memberi tonggak baru bagi tata kelola media yang lebih bebas dan bertanggung jawab. Saatnya kita semua menghargai kemenangan-kemenangan kecil capaian reformasi, dan memajukannya menjadi kemenangan sebenarnya sebagai negara-bangsa yang bebas, demokratis dan beradab.#(MHD)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H