Tokoh baru juga direkrut oleh Cak Imin untuk menambah energi politik dan sekaligus meneguhkan ideologi PKB yang inklusif dan terbuka. Bos Lion Air Rusdi Kirana, Raja Dangdut Rhoma Irama dan Musisi Ahmad Dhani digandeng untuk memantapkan konsolidasi dan gerak politik partai.
Gaya kepemimpinan Cak Imin yang dingin, cerdas dan kreatif itu memantik kegairahan baru warga NU dalam ber-PKB. Semangat ber-PKB tumbuh dimana-mana. Kebanggaan pada PKB menguat di kalangan warga NU yang merupakan captive market partai ini. Puncaknya, pada Pemilu 2014 PKB mengalami reborn, terlahir kembali sebagai kekuatan politik nasional yang besar dan diperhitungkan.
Pada pemilu yang dianggap paling brutal pasca reformasi itu, PKB meraup sekitar 11,3 juta suara, 47 kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 144 kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) propinsi dan 1.302 kursi DPRD kabupaten/kota. Total persentase kenaikan suara PKB secara nasional mencapai sekitar 115 persen.Â
Di daerah, PKB secara rata-rata mengalami kenaikan di atas 100 persen. Prestasi ini dilengkapi dengan keberhasilan Cak Imin membawa PKB dalam koalisi politik yang memenangi Pilpres 2014, koalisi partai pengusung pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Kebangkitan PKB pada Pemilu 2014 itu disebabkan banyak faktor. Mulai dari struktur partai yang solid, sinergi NU-PKB, kegigihan para calon anggota legislatif, opini partai yang makin positif, peranan kiai kampung dan pesantren, rekonsiliasi yang maksimal hingga kehadiran tokoh-tokoh baru di partai "anak kandung" NU itu.Â
Namun di atas semua itu, capaian politik PKB adalah prestasi kepemimpinan Cak Imin. Direktur Indo Barometer M. Qodari menyebutnya sebagai "leadership effect", pengaruh dari kepemimpinan Cak Imin. Sementara budayawan-politisi Erros Djarot mentasbihkan kepemimpinan Cak Imin sebagai kepemimpinan dengan "kepiawaian Gus Dur".
Lantaran itulah maka terpilihnya Cak Imin secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PKB 2014-2019 bukan hal aneh. Keterpilihan itu menjadi semacam reward politik pada Cak Imin yang telah berhasil memimpin dan mengembalikan kebesaran PKB. Jika ada suara sumbang terkait aklamasi itu dipastikan tidak berpijak pada fakta dan nalar yang obyektif. Jika ada, suara sumbang itu lebih mewakili cara pandang yang like and dislike belaka.
Selain terkait reward politik karena berprestasi, aklamasi Cak Imin dalam Muktamar sesungguhnya juga mencerminkan dua hal penting. Pertama, refleksi kader-kader PKB atas sejarah konflik yang cukup lama menyandera partai dalam stagnasi dan kemunduran. Kedua, koreksi atas mekanisme politik liberal dalam suksesi kepemimpinan partai.
Sejarah konflik internal di PKB telah menciptakan trauma politik tersendiri yang membuat setiap kader berhati-hati dalam menilai diri sendiri, melihat momentum dan menyikapi perbedaan. Ada pembelajaran konflik yang dapat dirasakan bersama sebagai semacam nilai-nilai baru yang harus dipegang teguh. Nilai-nilai baru itu adalah keyakinan bahwa konflik itu merusak dan tidak menguntungkan siapapun termasuk pihak yang menang. Konflik hanya akan membuka ruang orang lain untuk intervensi dan mengacak-acak internal partai dan pada gilirannya mengkerdilkan partai.
Dari pembelajaran konflik itu, kader-kader PKB menjadi semakin dewasa dalam berpolitik. Egoisme personal ditekan di bawah kepentingan besar partai agar tetap solid dan kompak. Demikian pula, nalar politik yang obyektif menjadi kian dominan dalam menyikapi momentum dan perbedaan. Pembelajaran akan konflik ini menyumbang mulusnya sesi pleno pemilihan Ketua Umum DPP PKB dalam Muktamar tahun ini.
Di luar masalah itu, aklamasi Cak Imin dalam Muktamar juga merupakan koreksi atas praktik demokrasi liberal di dalam partai. Sebagaimana diketahui, forum-forum permusyawaratan tertinggi partai politik di Indonesia senantiasa diwarnai oleh konflik antar kandidat yang acap membelah partai dan fenomena politik uang yang memprihatinkan.Â