Mohon tunggu...
Hanisha
Hanisha Mohon Tunggu... -

Penikmat bacaan...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apa Maunya KDI 2015?

27 Mei 2015   09:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:33 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_420614" align="aligncenter" width="275" caption="sumber:sindonews.com"][/caption]

Saya tidak habis pikir dengan kontes dangdut saat ini, khususnya Kontes Dangdut Indonesia(KDI) yang ditayangkan oleh MNC TV. Entah apa tujuannya, acaranya seperti tidak berkonsep. Jam tayang tidak teratur. Peraturan kompetisi yang sering berubah. Konsep eliminasi yang aneh. Andai saja saya jadi pesertanya, mungkin saya memilih mundur. Aturannya tidak mencerminkan fair play. Pemenangnya mungkin bisa dikatakan orang yang beruntung saja.

Hal ini diawali dengan konser eliminasi, yang waktu itu konsepnya sekitar 10 peserta dieliminasi dan diambil hanya 2 orang per episode saja. Peserta diminta bernyanyi beberapa potong lirik saja, kemudian satu per satu juri memberi lampu hijau atau lampu merah, jika mendapat minimal 3 lampu hijau dari juri maka peserta itu berhasil membuka gerbang dan berkesempatan untuk masuk 2 besar yang melaju ke tahap berikutnya. Konsep ini hanya bertahan kalau tidak salah sekitar 2 atau 3 episode saja. Besoknya konsepnya berubah, jumlah pesertanya pun berubah. Kasihan yang tampil pada awal episode, tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan teman-temannya di episode yang lain dengan konsep yang berbeda yang lebih mengeksplor kemampuan peserta.

Setelah itu tahap Gerbang KDI tidak ada masalah pada konsep, karena tidak ada perbahan konsep di tengah episode, hanya yang perlu dikritisi di sini adalah juri yang berbeda-beda, dan tidak setiap peserta dikomentari juri yang sama. Contohnya salah satu episode juri yang ada adalah Mbak Bertha, Denada, Tri Utami, Joel Kriwil dan Eri Susan. Satu peserta dikomentari oleh Denada dan Eri Susan, satu peserta lagi dikomentari oleh Mbak Bertha, Tri Utami dan Joel Kriwil, tentu saja pendapat dan standar mereka sangat berbeda. Dan hal itu sangat menggiring opini masyarakat yang berpengaruh terhadap SMS peserta.

Dan sekarang di konser final KDI, sungguh saya ingin menertawakan tim kreatifnya. Waktu peserta berjumlah 28, tiap episode yang tereliminasi adalah 2 orang per episode, kemudian tiba-tiba jadi 4 orang per episode. Sehingga sampailah 10 besar, kemudian tiap harinya 1 orang peserta tereliminasi, sampailah peserta tinggal 6 orang. Tiba-tiba ada wildcard yang memasukkan peserta 4 orang, sehingga jadi 10 orang lagi. Dan episode tadi malam semakin membuat saya ingin menulis artikel ini. Setelah berubah-ubahnya jumlah yang tereliminasi, kemudian tiba-tiba ada wildcard yang tak tanggung-tanggung memasukkan 4 peserta, dan tadi malam saat 5 besar, tidak ada yang tereliminasi. Oh betapa rumitnya aturan konsepnya. Sungguh tidak fair!

Kekacauan bukan hanya masalah pada jumlah eliminasi, tetapi ketergesa-gesaan tiap sesi komentar peserta yang tampil. Terkadang satu orang juri yang komentar, terkadang 2 juri, terkadang sangat singkat sekali seperti terburu-buru, sehingga tidak semua peserta mendapat komentar yang fairdari setiap dewan juri.

Penampilan peserta seperti terkalahkan oleh Drama Juju dan Mumu. Dan juga pesan sponsor setiap sesi acara. KDI 2015 ini seperti bersaing rating dengan D’Academy, yang akhirnya menjadi follower dan tak berkonsep sama sekali.

Entah doktrin apa yang diberikan kepada para peserta yang tengah berjuang meraih mimpi mereka, mungkin iming-iming popularitas yang harus diraih dengan kerja (sangat) keras (tetapi tidak cerdas) atau mereka sudah terlanjur basah dengan kontrak yang mengikat. Entah! Yang saya lihat peserta seperti sapi perah yang harus tampil prima setiap hari! Wajah mereka semakin tidak bersinar walau memakai baju bagus dan make up. Kasihan…!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun