Mohon tunggu...
Hani Azzahra
Hani Azzahra Mohon Tunggu... -

visual-thinker | nature-lover

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Euforia Batik: Perayaan Batik sebagai Budaya Populer

21 Oktober 2012   01:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35 1151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 2 Oktober 2012, tanda pagar (hashtag) BatikDay (#BatikDay) menjadi topik yang paling banyak dibicarakan di jejaring sosial Twitter untuk kawasan Indonesia. Di hari itu muncul gerakan Batik Day dengan tagline: Celebrating a National Pride and a Cultural Heritage of Indonesia. Batik Day adalah sebuah gerakan sosial yang dibentuk untuk melestarikan dan lebih mempopulerkan batik di skala nasional maupun internasional. Untuk lebih memeriahkan Hari Batik Nasional, gerakan Batik Day melalui websitenya http://batikday.com mengadakan Portal Cover Page Competition. Pada kompetisi ini terdapat 30 media online dan portal nasional yang ‘menghias diri’ dengan nuansa batik dan memperebutkan suara untuk menjadi pemenang. [caption id="attachment_212412" align="aligncenter" width="509" caption="Portal berita nasional Kompas.com dalam nuansa batik"][/caption] Asal kata batik belum terlacak. Inger McCabe Elliott menuliskan “The word batik does not belong to the old Javanese language; in fact, its origin is not at all clear. Most likely batik is related to the word titik...”. Dari kemiripan bunyi terdapat beberapa dugaan tentang asal kata batik. Salah satu sumber, menyebutkan bahwa batik berasal dari bahasa jawa yaitu “kata ‘ngembat’ dan ‘titik’ yang berarti membuat titik”. Namun belum terdapat bukti yang menguatkan dugaan tentang asal kata batik tersebut. Selain itu, terdapat dua pendapat tentang asal-muasal batik. G.P. Rouffaer, seorang ilmuwan Belanda yang meneliti soal batik, mengatakan teknik serupa batik dibawa dari India dan Srilangka. Namun J.L.A Brandes, seorang arkeolog Belanda, percaya bahwa membatik adalah tradisi kuno asli Nusantara. Pendapat ini juga didukung oleh Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc, budayawan yang juga Guru Besar di Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Batik memang berkembang dan maju di tanah Jawa. Namun, batik juga tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia mulai Sumatera hingga Papua dengan kekayaan ragam hias dan corak khas tiap-tiap daerah. Karena dipercaya sebagai tradisi kuno Nusantara dan sifatnya yang menasional, batik dijadikan ikon budaya nasional dengan istilah ‘Batik Indonesia’.

Sebagai ikon budaya nasional, batik menjadi strategi pemerintah dalam memasarkan Indonesia. Terlihat para pejabat tinggi negara yang berpakaian batik dalam berbagai acara kenegaraan. Pemerintah juga sangat berperan besar dalam kampanye cinta batik. Untuk memuluskan strateginya, pemerintah mendorong industri-industri batik untuk berkembang dan maju. Pemerintah juga mengadakan event batik berskala internasional: World Batik Summit.

Kemunculan batik pada pagelaran dan pameranfesyentingkat internasionaljuga telah mencuri perhatian dunia.  Kemudian Batik ditemukan dipakai oleh beberapa selebritis dan tokoh dunia. Puncak apresiasi dunia pada Batik adalah pengakuan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Batik Nasional dan Hari Batik Sedunia.

[caption id="" align="aligncenter" width="528" caption="Selebritis dunia dalam balutan batik"][/caption] Beberapa waktu lalu muncul reaksi atas klaim batik oleh Malaysia. Reaksi tersebut  akibat ideologi masyarakat Indonesia bahwa batik adalah ekslusif milik mereka. Padahal apabila berdasarkan definisi batik dari Heather Griffin dan Margaret Hone, masyarakat Indonesia tidak seharusnya naik pitam ketika Malaysia mengklaim batik. Persebaran budaya adalah hal yang sangat lumrah, mengingat kedekatan geografis kedua negara. Namun, terdapat perbedaan antara batik Malaysia dan batik Indonesia dari segi sejarah, motif, teknik dan nilai-nilai yang dikandung. Batik Indonesia menggunakan canting dan atau cap dengan motif khas daerah asal, sedangkan batik Malaysia menggunakan kuas dengan motif yang khas negeri jiran. [caption id="" align="aligncenter" width="675" caption="Komik Strip 'Maling-siah' oleh Sweta Kartika"][/caption]

Apresiasi yang sangat besar oleh dunia internasional terhadap batik, kampanye cinta batik oleh pemerintah, dan klaim Malaysia atas batik, telah menjadi pemicu euforia nasional terhadap batik. Batik dipakai berbagai kalangan di berbagai waktu dan kesempatan dalam berbagai gaya pakaian. Dengan berpakaian batik, seseorang berusaha menunjukan citra nasionalisme pada dirinya, bahwa dirinya turut mengapresiasi budaya bangsa.

Masyarakat Indonesia boleh berbangga atas batik. Ironisnya, industri batik tanah air sempat sekarat menghadapi gempuran produk tekstil impor, salah satunya batik print. Harga batik print yang terjangkau menjadikan produk ini laris manis di pasaran. Hal ini membuktikan masyarakat Indonesia belum memahami esensi batik. Heather Griffin dan Margaret Hone mendefinisikan Batik sebagai “…a method of applying a coloured design on to textiles by waxing those part that are not to be dyed”. Definisi ini menjelaskan bahwa batik adalah metode atau proses atau teknik pewarnaan kain. Keseluruhan proses ini menghasilkan motif batik. Oleh sebab itu batik print hanya sekedar kain bermotif batik, bukan batik karena tidak melalui proses membatik.

Disisi lain, kehadiran batik print telah meningkatkan ekslusifitas batik dari proses tulis dan atau cap. Batik dari proses tradisional terasa lebih manusiawi dan humanis. Walaupun sekilas terlihat sama, namun sentuhan tangan manusia membuat tiap-tiap goresan adalah berbeda. Berlawanan dengan batik dengan proses print, yang mana mesin menciptakan keseragaman yang monoton.

[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Badan pesawat Batik Air yang berhias motif batik"]

[/caption] Euforia batik di tanah air terus bergulir. Motif batik tidak lagi hanya diaplikasikan pada bahan fabrik, namun juga non-fabrik. Pada Februari 2011, PT Kereta Api Indonesia meluncurkan gerbong bermotif batik. Pada September 2012, PT Lion Mentari Airlines, perusahan pemilik maskapai penerbangan Lion Air, meluncurkan Batik Air yang disebutkan akan berhias motif batik baik di eksterior dan interior pesawat. Aplikasi batik yang berlebihan kadang mengesampingkan estetika dan kenyamanan visual. Selain itu juga melunturkan nilai yang dikandung motif batik, karena motif batik terkesan sekedar menjadi hiasan.

Euforia batik juga berdampak pada pejualan produk bermotif batik. Batik telah menjadi komoditi. Artikel di Kompas.com pada Kamis, 29 September 2011 menuliskan: "Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, industri batik pada tahun 2010 telah menyerap tenaga kerja sebanyak 916.783 orang. Nilai produksinya mencapai Rp 3,9 triliun". Momen euforia batik telah dimanfaatkan dengan baik untuk meraup keuntungan. Pada Maret 2011, menuju peringatan Hari Kartini, diluncurkan Nokia Themes: Batik Indonesia. Aplikasi ini telah diunduh jutaan kali, membuat developer aplikasi tersebut mengantongi hingga puluhan juta rupiah.

[caption id="" align="aligncenter" width="288" caption="Nokia theme: Batik Indonesia"][/caption] Motif-motif batik kontemporer juga semakin memeriahkan euforia batik, salah satunya yang mencuri perhatian adalah Batik Fraktal. Batik Fraktal muncul berdasarkan sebuah riset pada 300 motif batik. Riset tersebut membuktikan bahwa motif-motif batik memiliki pola fraktal yaitu pengulangan, dimensi, literasi, dan pecahan. Riset ini kemudian dikembangkan menjadi sebuah software yang memungkinkan semua orang menciptakan motif batiknya sendiri. Kemunculan batik kontemporer memang telah menggeser nilai-nilai yang dikandung batik tradisional. [caption id="" align="aligncenter" width="290" caption="Aplikasi batik fractal"]

[/caption]

Batik asalnya digunakan eksklusif di kalangan Keraton. Membatik merupakan pekerjaan elit yang dilakukan para perempuan Keraton. Kedatangan para pedagang di daerah pesisir utara Jawa membuat bahan baku batik lebih terjangkau oleh rakyat. Asimilasi budaya yang dibawa para pedagang dan budaya lokal menciptakan motif batik khas daerah pesisir.  Bila menilik ke sejarah batik tersebut, keberlangsungan batik hingga saat ini tidak lepas dari kemampuan batik yang aplikatif dan adaptif terhadap berbagai perubahan. Pergeseran nilai pasti terjadi dan perubahan-perubahan pada batik saat ini adalah hal yang sangat lumrah.

[caption id="attachment_212414" align="aligncenter" width="402" caption="Pebedaan nilai pada Batik Tradisional dan Kontemporer"]

1350782199887494108
1350782199887494108
[/caption] Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa batik telah memasuki era posmoderenismenya. Batik telah bergeser dari budaya tinggi menjadi budaya populer. Ekonomi adalah motif utama dalam perkembangan batik, menjadikan batik sebagai komoditi. Euforia batik menunjukan bahwa batik dirayakan di permukaan. Masyarakat Indonesia lebih mengutamakan penampilan dan kesenangan daripada substansi. Reaksi atas klaim batik oleh Malaysia menunjukan masyarakat Indonesia memaknai batik dengan dangkal, hanya sebagai simbol dan gaya hidup untuk menunjukkan citra diri.

Euforia batik memang tidak terbendung. Kepopuleran batik Indonesia di dunia internasional akhirnya memunculkan batik-batik pesaing dari negara-negara lain seperti Malaysia, Cina dan Jepang. Batik telah menjadi komoditi global. Masyarakat Indonesia harus mengedukasi diri akan makna, sejarah, teknik, motif dan nilai-nilai batik agar dapat menampilkan ‘The Real Batik Indonesia’.

Inger McCabe Elliott, Batik: Fabled Cloth of Java (Singapore: Periplus Edition, 2004) h.22 Iwet Ramadhan, Sekilas Sejarah Batik Nusantara, http://id.she.yahoo.com/sekilas-sejarah-batik-nusantara.html diakses 19 Oktober 2012 Heather Griffin &Margaret Hone, Introduction to Batik (Tunbridge Wells, Kent, Great Britain: Search Press, 1998) h. 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun