Mohon tunggu...
Konsentrasi Jurnalistik
Konsentrasi Jurnalistik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jurnalisme Konvergensi Kel. 6 (IK5)

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Antara Gaji dan Hati Nurani Seorang Guru Honorer

15 Mei 2024   18:30 Diperbarui: 15 Mei 2024   18:32 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Sudah menjadi rahasia umum, bahwa gaji guru honorer di Indonesia berada jauh di bawah UMR. Tidak sedikit upaya bahkan teriakkan para tenaga pendidik bergelar pahlawan tanpa tanda jasa tersebut agar bisa mendapatkan kesempatan memiliki penghasilan yang lebih manusiawi.

   Pada Rabu, (15/05/24) tim liputan kelompok 6 IK5 mendatangi rumah seorang guru Honorer yang sudah mengabdi selama lebih dari 10 tahun di sebuah sekolah swasta daerah pinggiran Bandung Barat, tepatnya ada di Desa Bunijaya, Kecamatan Gununghalu. Guru tersebut bernama Ibu Sri Astuti, guru honor di Madrasah Ibtidaiyah Al-Ikhsan. Beliau bercerita bahwa sejak 2014 gajinya di sekolah tidak pernah mengalami perubahan, Ia digaji per 3 bulan dengan nominal sebesar 900.000,-. Saat disinggung perihal 'upahnya' yang tidak seberapa itu, Bu Sari menjawab dengan ramah, "Kalau soal gaji, dibilang kecil ya memang kecil jika dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti pekerja pabrik atau pegawai toko. Tapi, dicukup-cukupkan saja. Saya tetap bersyukur terhadap rezeki dari Allah."

Bukan tidak pernah Guru berusia 32 tahun tersebut merasa sedih dan berkecil hati dengan penghasilannya, bahkan ia mengaku pernah memutuskan untuk resign dari pekerjaannya sebagai guru di sekolah kemudian bekerja menjadi buruh pabrik di kota. Namun demikian, terjadi pergolakan batin dalam dirinya. "Saya waktu itu sudah mengajar selama 4 tahun. Tapi karena tuntutan ekonomi dengan berat hati saya keluar. Akhirnya dapat pekerjaan di Pabrik Roti. Pas kerja di pabrik kadang kepikiran sama anak-anak di sekolah. Saya juga kadang kangen bersenda gurau bersama anak-anak dan rekan seperjuangan. Akhirnya, selang beberapa bulan, saya kembali ke kampung, melanjutkan profesi sebagai guru," papar Guru Madrasah Ibtidaiyah tersebut. 

   Sebelumnya, Bu Sri sudah pernah beberapa kali mendaftar sertifikasi supaya mendapat tunjangan dari pemerintah, akan tetapi takdir belum berpihak padanya sehingga sampai saat ini gajinya dari sekolah masih belum bisa lebih baik. Kendati demikian, Bu Sri sempat memberikan pandangannya terhadap pekerjaan yang sudah 10 tahun beliau geluti tersebut, yakni, "Selagi kita berniat bekerja untuk mendapatkan pahala dari Allah, maka akan selalu ada jalan keluar di setiap permasalahan hidup." Beliau lalu menambahkan supaya anak-anak muda jangan minder dan ragu jika memiliki cita-cita menjadi seorang guru, karena meskipun gajinya tidak seberapa, tetapi berkahnya selalu terasa.

   Berdasarkan cerita dan pengalaman seorang guru honorer di atas, sudah selayaknya para tenaga pendidik di Indonesia mendapatkan gaji/tunjangan yang layak demi bisa terus menyambung keberlangsungan hidup tanpa harus mengesampingkan hati nuraninya untuk tetap mengabdi demi bisa mencerdaskan anak bangsa. Sudah sepantasnya pemerintah mengambil tindakan nyata untuk memberikan kebijakan yang bisa membuat para guru mendapatkan kesejahteraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun