Sampai hari ini, frasa 'wanita & usia' masih terus diperdengarkan. Selain itu, budaya yang mengikat dari generasi ke generasi menjadikannya tolok ukur dalam dinamika kehidupan bermasyarakat.
Ungkapan-ungkapan seperti, "Jadi perempuan nggak usah sekolah tinggi-tinggi, toh, nantinya cuma diam di rumah jadi ibu rumah tangga."
"Beres SD langsung menikah saja, menghindari zina."
"Usia kamu sudah cukup untuk memiliki anak, cepetan hamil nanti susah punya anak kalau terlalu tua."
"Jangan terlalu sukses jadi wanita, nanti gak ada laki-laki yang mau deketin karena minder duluan."
Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat bernada serupa yang dijadikan tekanan berkedok saran dalam pola kehidupan yang kurang relevan di zaman sekarang.
Lantas, bagaimana peran budaya mempengaruhi identitas suatu gender? Apakah budaya tersebut dapat pupus seiring dengan perkembangan zaman?
Di era modern, pemikiran masyarakat mulai berkembang yang secara tidak langsung mempengaruhi pandangan tiap-tiap individu maupun kelompok masyarakat. Sudah banyak wanita meraih gelar sarjana, mengejar pendidikan setinggi yang ia bisa. Telah banyak lahir tokoh-tokoh terkemuka yang merupakan seorang perempuan yang bisa mendongkrak panggung-panggung yang biasanya hanya diisi oleh kaum laki-laki saja. Seperti ilmuwan, insinyur, arsitek, sutradara, artis dan lain sebagainya.
Tidak sampai di situ, sejak masifnya penggunaan teknologi di berbagai bidang dan kalangan, secara perlahan masyarakat di wilayah pedesaan mulai meninggalkan budaya-budaya lama. Wanita berusia 20 tahunan belum menikah tidak lagi menjadi bahan pergunjingan, wanita yang tidak hanya diam di rumah dalam artian bekerja, sudah tidak lagi menjadi hal tabu.
Tentu saja teknologi informasi memiliki peranan sangat penting dalam hal ini. Dunia yang serba cepat dan dinamis mengantarkan umat manusia pada era perubahan yang cepat, tidak terduga, serta menuntut kesiapan bagi siapa pun juga.
Pemikiran kuno yang seringkali menyudutkan posisi seorang wanita terkhusus dalam kehidupan berumah tangga sudah mulai tergerus oleh gagasan-gagasan yang terus dikemukakan. Lambat laun pemikiran masyarakat mulai terbuka serta menerima adanya perubahan bahwa langkah seorang individu bergelar wanita tidak hanya berkutik sebatas urusan sumur, dapur, dan kasur. Karena hal tersebut, pola kehidupan yang berubah membuka banyak pasang mata di seluruh dunia, menyadarkan betapa pentingnya pendidikan, pengetahuan serta wawasan bagi seorang wanita sebagai salah satu bentuk bekal membangun peradaban yang maju di masa mendatang.
Panggung besar yang diberikan untuk wanita menjadi kesempatan lebih untuk membangun kehidupan yang ideal dan seimbang tanpa membedakan ras, gender, dan kepercayaan.
Kepekaan sosial yang tercipta dari adanya budaya baru mendukung adanya perubahan ke arah yang lebih baik untuk membangun identitas serta citra yang baru bagi banyak wanita di seluruh dunia.
Demikian artikel ini dimuat, semoga menjadi refleksi diri serta pembuka pikiran bagi banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H