Mohon tunggu...
Tri Wahyu Handayani
Tri Wahyu Handayani Mohon Tunggu... Dosen - menulis untuk kebaikan

dosen, penulis, narablog di haniwidiatmoko.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Indonesia 4.0 dari Pendidikan Vokasi hingga "Internet of Things"

22 Agustus 2018   00:34 Diperbarui: 22 Agustus 2018   16:30 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bersama para Panelis dan Ketua STTB

Revolusi Industri 4.0 tidak bisa dihindari. Yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan diri untuk menghadapinya.

Begitulah salah satu paparan yang disampaikan pada diskusi publik yang bertema Penyiapan Sumberdaya Manusia dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0. Diskusi ini diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Teknologi Bandung bekerjasama dengan Kementrian Perindustrian pada hari Senin, 20 Agustus 2018 pada pukul 15:00-17:30, di Cafe Parlor Rancakendal Bandung.

Diskusi selama lebih dari dua jam tersebut mengundang 6 pembicara dari berbagai disiplin ilmu dan keahlian, serta dihadiri oleh berbagai kalangan.

Sebelum dimulainya diskusi terlebih dahulu ada sepatah dua patah kata dari Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Bandung, bapak Muchamad Naseer, S.Kom, MT. Beliau memaparkan bahwa STTB merupakan perguruan tinggi yang memperhatikan kelulusannya, sehingga berkolaborasi dengan para praktisi dan dunia industri. Hal ini dilakukan agar alumni STTB merupakan sarjana terampil yang siap kerja dan kompeten.

Revolusi Industri 4.0 yang melanda dunia, terasa imbasnya juga ke Indonesia, oleh sebab itu ada 5 fokus pembangunan agar Indonesia di tahun 2030 masuk ke dalam 10 besar penggerak ekonomi dunia. Adapun 5 fokus pembangunan tersebut adalah di sektor makanan-minuman, tekstil, otomotif, kimia, dan elektronik.

Menyikapi perkembangan zaman tersebut inilah keenam panelis memaparkan presentasi yang berkaitan dengan #Making Indonesia 4.0. Presentasi pertama disampaikan oleh panelis bapak Drs. Mujiyono, MM, Kepala Pusdiklat Industri Kementerian Perindustrian. 

Dengan ringan dan jenaka, bapak Mujiyono menyampaikan bahwa untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0 adalah melalui pendidikan vokasi. Karena dengan pendidikan vokasi, lulusannya lebih terampil. Tentunya bila dilengkapi dengan peralatan praktek yang up to date dan memenuhi tuntutan zaman. Solusi dual system merupakan salah satu alternatif, sehingga peserta didik sudah mengenal dunia kerja walaupun mereka belum lulus sekolah.

Paparan berikutnya disampaikan oleh Ratna Utarianingrum, Direktur Kimia, Sandang, Aneka, dan Kerajinan (KISAK) Dirjen  Industri Kecil dan Menengah Kementrian Perindustrian

Pendekatan dari Kemenperind adalah memberi peluang pada Industri Kecil dan Menengah untuk mengembangkan 16 sub sektor di Industri Kreatif. Industri kreatif begitu luas dan melibatkan banyak keahlian, seperti halnya Opening Ceremony Asian Games 2018 yang baru lalu. Kesusksesan acara dan paduan antara seni dan teknologi memberi peluang bidang kerja baru yang tidak terbayang sebelumnya.

Waktu 10 menit setiap nara sumber seolah berkejaran dengan waktu. Karena kesempatan presentasi selanjutnya disampaikan oleh Guru Besar ITB, Prof Dr. Ir. Suhono Harso Supangkat, M.Eng., Paparan beliau ini agak berat dan perlu konsentrasi untuk memahaminya. Intinya sekarang dunia ini tidak lepas dari internet, big data, dan artificial intelegence. Banyak lapangan pekerjaan yang digantikan perannya oleh robot. Internet yang semula di Revolusi Industri 3.0 sebagai media mempercepat komunikasi, maka di Revolusi Industri 4.0 menjadi media pengoperasian alat atau Internet of Things.

Menariknya paparan dari Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat, mengritisi bahwa sebagian besar  kita, masyarakat Indonesia belum well educated dan skilled labour  sehingga pekerjaan masal masih diperlukan sekarang ini. Menggantikannya dengan robot pada banyak lapangan kerja justru menimbulkan pengangguran baru dan akan membebani negara. Oleh sebab itu bapak Ade Sudrajat berpendapat lebih mementingkan lapangan kerja untuk manusia dengan upah bersaing.

Paparan selanjutnya disampaikan oleh ibu N. Nurlaela  Arief, MBA, MIPR, Head Corporate Communication Biofarma. Menyambung paparan Prof. Suhono, aktivitas di Biofarma sekarang sudah melibatkan internet, big data dan artificial intelligence. Hal ini memang diperlukan untuk keamanan dan keakuratan produk dari Biofarma. Apalagi Indonesia bersama-sama dengan Cina dan India memroduksi 70% vaksin dunia. Fokus dari inovasi di bidang biofarmasi adalah environtmentally friendly business process, artinya memilih material terbaik dan ramah lingkungan.

Paparan terakhir disampaikan oleh Ronny P. Sasmita, Direktur Eksekutif dan Pengamat Ekonomi EconAct. Bapak Ronny memaparkan dengan data-data bahwa banyak perusahaan jatuh karena terlalu lamban. Kemudian juga disampaikan bahwa perkiraan angkatan kerja Indonesia adalah 2 sampai 3 juta per tahun. 

Oleh sebab itu memang masih membutuhkan mass production. Total hingga tahun 2018 ini, ada 121 juta angkatan kerja, dengan 60% nya bergelut di sektor informal. Beliau juga mengritisi munculnya start up seperti GoJek, Agoda, dan lain-lain. Secara fisik bidang ini dianggap ilegal, karena tidak ada tata laksana yang diatur pemerintah. Tetapi secara ekonomi pertumbuhannya dirasakan oleh masyarakat, yaitu melalui sharing economy atau ekonomi berbagi.

Sesi Tanya-Jawab
Sesi Tanya-Jawab
Cukup lengkap paparan dari ke enam panelis di sore hari itu, sehingga pada sesi tanya jawab, cukup menarik juga beberapa pertanyaan dari peserta. Misalnya tentang pendidikan vokasi yang di banyak SMK ternyata kekurangan alat, kemudian tanggapan dari maraknya games pada gawai yang ternyata oleh Kemenperind difasilitasi untuk pengembangan industri kreatif khusus games dan animasi.

Foto Bersama para Panelis dan Ketua STTB
Foto Bersama para Panelis dan Ketua STTB
Sayang sesi tanya-jawab sangat singkat mengingat hari menjelang magrib, sehingga acara yang dipandu oleh Dharmasena Widjanegara ini harus segera diakhiri dengan rangkuman kesimpulan antara lain: kebutuhan industri semakin kompleks membutuhkan skill yang terukur. Walaupun beberapa peluang pekerjaan digantikan oleh robot, justru menjadi peluang baru bagi industri kreativ. Selain itu karena jumlah angkatan kerja kita yang masih banyak, maka sumber daya manusia masih sangat dibutuhkan. Diimbangi pula dengan membentuk learning collaboraton melalui IoT (internet of things).

Demikianlah hasil saya menghadiri diskusi publik yang sangat menarik ini. Selanjutnya peserta diberi kesempatan menikmati hidangan yang cukup nikmat hasil olahan Chef Cafe Parlor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun