"Hanya satu yang aku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa". Filosop besar pernah mengucapkan demikian. Karna keterbatasan itu maka syarat utama kita iyalah mengaktifkan kuriositas yang filosopis. Dengan begitu bila kita sandingkan dengan tokoh yang fenomenal hari ini sebut saja Rocky Gerung melakukan semua apa yang disebut filosop besar Socrates.Â
Apakah ketidaktahuan dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan lantas tidak disebut sebagai orang yang bijaksana? Ataukah dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan tanpa memberi solusi itu dianggap tidak baik? Tentu saja pertanyaan-pertanyan ini sering dilontarkan bagi mereka yang membenci Rocky karna tidak mampu mencarik akar dalam pandangan filospies.
Di era Socrates sekitar 450 SM, Atena merupakan pusat kebudayan di dunia Yunani. Sejak massa itu muncul filsafat sebagai pengetahuan baru. Melihat fenomena Rocky diera demokrasi sekarang, pentingnya pendidikan bangsa Indonesia yang pas adalah pendidikan yang menajamkan kesadaran krtis yang filosopis.Â
Untuk itu melihat tantangan Indonesia dihadapan, demokrasi kita sangat membutuhkan angin segar, agar demokrasi dapat dijalankan dengan baik tidak bisa hanya mengadalkan trias politika.Â
Untuk itu pendidikan rakyat harus diikut sertakan dengan pendidikan kritis, dimanah pendidikan kritis yang penulis maksud disini adalah mampu mentransformasi dikehidupan nyata yang mengugah realitas kesadaran. Karna demokarsi membutuhkan kecerdasan comonsens(akal sehat) untuk menujang tatanan kosmos manusia sebagai pemimpin dimuka bumi(Khalifa fil ard).
Bagi para penduduk atena, yang paling penting adalah menguasai seni berpidato, yang berati mengatakan berbagai hal dengan cara yang meyakinkan. Untuk itu terdapat komunitas filosop yang menamakan diri kaum Sophis. Kata "sophis" berati seseorang yang bijaksana dan berpengetahuan. Di Athena, kaum shopis mencarik nafkah dengan mengajar para warga Negara dengan imbalan uang. Ini pula yang membedakan kaum sophis dengan Socrates.Â
Sedangkan socartes mengangap ilmunya adalah ilmu bidan. Dia tidak melahirkan sendiri anak itu, tetapi dia ada untuk membantu selama kelahiran. Socrates menganggap tugasnya seperti membantu orang-orang "melahirkan" wawasan yang benar, sebab pemahaman yang sejati harus timbul dari dalam diri sendiri.
Socrates memaksa orang-orang yang ditemuinya untuk mengunakan akal sehat mereka. Bahkan dikisahkan Socrates dapat berpura-pura bodoh atau menunjukan dirinya lebih tolol dari pada yang sebenarnya. Ini baginya memungkinkan untuk terus mengungkap kelemahan pemikiran orang-orang. Untuk itu socartes juga sering mempermalukan orang-orang didepan public.Â
Setirenya yang terkenal "Athena itu seprerti seekor kuda yang lebam, dan akulah penganggu yang menyengatnya agar beringas".Disinilah perbedaan antara kaum sophis dan Socrates itu sendiri. Socrates lebih memilih menjadi penganggu kekuasaan demi keadilan sosial bagi seluruh masyrakat banyak. sedangkan kaum sophis mereka orang-orang terpelajar yang mencariksuaka dibawah junjungan kekuasaan demi kehidupan perut individu mereka atau sekarang bisa disebut berganti nama (kaum buzzer) atau lainya.
Melihat kisah Socrates diatas melihat Rocky Grunge tentu mempunyai kemiripan yang sama. Karna mereka mampu membongkar, menguraikan, menemukan, mencraik titik kelemahan apa yang sebenarnya dibalik yang tampak.Â
tentu mereka berangkat dari realitas kesadaran yang (rasioalitas), dan menjadi penganggu kekuasaan yang menyimpang dari cita-cita negara dan amat berbeda pula dengan para kaum Sophis/ Kaum Buzeer yang menghianati ilmu pengetahuan dan rakyat atas perintah kekuasaan demi uang semata.Â
Orang semacam ini, Meminjam kata Tan Malaka "lebih baik pendidikan tak usah diberikan", Sama halnya ungkapan WS. Rendra "kita ini dididik untuk memihak yang manah? Ilmu-ilmu yang diajarkan disekolah untuk jadi alat pembebasankah atau penindasan?."
Filsafat yang ku pahami
Kuriositas adalah keingitahuan. Syarat utama kecerdasan iyalah fell (rasa) yang besar tentang shopis (kebijaksanaan) atau disebut "Cinta Kebijaksanaan". Maka bisa diambil kesimpulan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang memahami filsafat. Dalam perkembangnya, filsafat sering mengalami perubahan(dinamis) baik secara evolusi maupun perubahan yang cepat (revolusi).Â
Perubahan tersebut bisa saja dari sudut pandang yang berbeda bahkan, Karna melalui pertanyaan-pertanyaan yang radikalah filosop yang satu saling membantah satu sama lainya. Namun pertanyan disini tentu pertanyan-pertanyan yang filosopis bukanlah pertanyan-pertanyan yang remeh dan cenderung ngeyel.
Melalui pembantahan atau kritikan tersebut justru kebenaran itu menjadi liar (sangat ambingu), proses ini bisa juga disebut mendekonstruksi (membongkar) ulang. Mirip tesis,antithesis, dan sitentis.Â
Menurut Jostein Gaarder(123), dalam world sofie "memberi jawaban tidaklah begitu berbahaya. Mengajukan satu pertanyaan dapat lebih memancing ledakan dibandingkan dengan seribu jawaban". Begitulah filsafat sangat dinamis, hakikatnya iyalah "Tanya".
Lalu apakah melalui pertanyan-pertanyaan yang kritis, Kebenaran bisa terjadi atau didapat? Jawabku; Bisa sangat terjadi bisa juga sangat tidak terjadi. Ada ukuran tersendiri bagi sebuah kebenaran melalui tiga kerangka yang utama dalam filsafat, yaitu: Ontologis,Epistemologis, dan Aksiologis.
Ontologis
Dalam prosesnya ontologis sebagai dasar yang paling bawah dari sebuah metode filsafat. Bisa demikian, Tuhan itu dimanah? Bila dia ada diarsi, dimanahkah arsi tempat Tuhan bersemayam? Apa bila arsi itu ada dilangit, maka dilagit yang keberapakah iya berada? Dan terus Pertanyaan-pertanyaan yang mengejutkan ini, hinga sampai ada batasan-batasan tertentu dan juga sampai tak terbatas.
Epistemologis
Iya juga sebagai metode dari cara bepikir melalui pengabungan berbagai macam teor Ilmu pengetahuan. Epistemology asalkata dari bahasa Yunani , episteme artinya "pengetahuan", dan Logos, artinya "diskursus". Yang berkesimpulan cabang dari filsafat yang berkaitan dengan teori pengetahuan. Hal, ini bisa kita temukan dalam penguatan hasil reserct jurnal,makalah, dan skripsi bahkan dalam argumentasi untuk mempertahankanya.
Aksiologis
Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion dan logos, yang berati teori tentang nilai. Ada nilai tersendiri yang menghasilkan kegunaan dan manfaat. Dalam konteks ini aksiologis berperan dalam cabang filsafat sebagai pemberi nilai (etika dan estetika).
Maka ketiga akar inilah yang menghasilkan kefilsafat untuk mencapai apa yang disebut sebagai kebenaran itu sendiri. Dan tanpa ketiga itu filsafat bisa salah dan bahkan chaos(kacau), tentu ke-ngauran tersebut hasil pertanyaan-pertanyaan klaim dan pembenaran semata, sering kita temukan apologia dalam debad kusir yang mempertahankan mati-matian argumentasi yang diyakininya. Merasa benar itu salah, merasa salah itu salah. Namun filsafat bukan benar dan salah, tapi "Kebijaksanaan".
Penulis : Nadim Al-Lande. Kader HMI Tanjungpinang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H