Jangan terlalu banyak berhenti. Teruslah berjalan dan mendaki. Meski lamban dan hati-hati.
Kita akan mendekati langit di mana kita akan berteduh dari hujan dan sengatan matahari.
Dengarlah baik-baik tiupan angin menyusup di jalur batuan yang kita pijak.Â
Menyerap keringat dan gerah di badan. Ransel yang penuh muatan pun terasa ringan terangkat.
Lihatlah air yang mengalir lembut dari celah-celah tanah berlumut.
Seperti lonjakan kaki masa kecil yang jernih. Lugu dan bersih.
Burung Elang terus berputar-putar di atas kepala. Di terik matahari ia menari bersama angin dan cakrawala.
Kita baru saja melewati hutan mati. Masihkah kau ada kawan bersamaku hingga puncak nanti?
Burung-burung kecil di atas ranting melompat dan bernyanyi.Â
Serangga-serangga menari di balik semak-semak mengiringi langkah kaki.
Irama alam yang begitu harmoni.
Sungguh kita teramat kecil. Tak berarti apa-apa di pundak gunung yang begitu luas.Â
Namun waspadalah awan mendung di belakang mengintai tak pernah berhenti.Â
Teruslah bergerak dan jangan biarkan padam nyali di hati.
Dan biarkanlah kita di goda oleh maut sebab di sini tak ada yang abadi.
Handy Pranowo
09 Mei 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H